Khusus Makassar yang mengenal tradisi tutur sinrili’, ada kekhasan lainnya. Para pasinrili’ atau penutur sinrili’ hampir pasti piawai memainkan kecapi, tetapi pemain kecapi umumnya tak bisa memainkan keso-keso, instrumen pengiring sinrili’. Daeng Tutu, salah satu pasinrili’ paling dikenal, menuturkan, tradisi tutur kacaping di Makassar jauh lebih cair daripada sinrili’ yang ketat menutur sastra berbahasa Makassar.
”Pakacaping yang piawai adalah mereka yang tangkas membuat syair yang mengikuti kaidah kelong-kelong. Kelong-kelong adalah tradisi berpantun dengan kalimat bersuku kata tertentu, yaitu 8-8-5-8. Pakacaping yang piawai bisa seketika mengolok orang di depannya dengan kelong-kelong yang dinyanyikan bersama iringan kacaping,” tutur Daeng Tutu.
Lentur, laris
Yusri Yusuf (55), pembuat kecapi dari Kampung Pamelakkang Je’ne, Kabupaten Maros, Sulsel, menyebutkan, kacaping selalu dicari orang. Yusri menjadi saksi bagaimana kecapi begitu mengakar dalam keseharian rakyat.
”Saya juga membuat alat musik tradisional lainnya, seperti keso-keso untuk kesenian sinrili’, suling, dan gambus. Namun, yang paling banyak peminatnya adalah kecapi. Bahkan, kecapi masih kerap dipesan oleh sejumlah sekolah menjadi materi pelajaran kesenian tradisi,” ungkap Yusri.