Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keramik Ocarina Pemanja Telinga Ini Dulunya Penyiksa Musuh

Kompas.com - 17/10/2015, 14:05 WIB
Jonathan Adrian

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ocarina berarti little geese dalam bahasa Inggris, atau angsa kecil versi Indonesianya. Disebut begitu karena ratusan tahun silam bentuknya seperti angsa. Anak-anak meniupnya sehingga menghasilkan bunyi bak hewan.

“Saat awal diciptakan memang fungsinya untuk menghasilkan bunyi hewan,” tutur Geoffrey Tjakra.

Ia termasuk dalam tiga belas seniman yang memamerkan karyanya dalam Pameran Keramik – Identitas di Museum seni Rupa dan Keramik, Kawasan Kota Tua, Jakarta. Saat itu F. Widayanto, salas satu pemrakarsa seni keramik di Indonesia sedang memberikan tur singkat pada para tamu kehormatan usai acara pembukaan, Jumat (16/10/2015).

Masing-masing seniman memiliki areanya sendiri untuk menyeting karya mereka, termasuk karya F. Widayanto. Tiba di area Geoffrey, ada sepuluh karya yang terpampang. Setiap karya mengandung unsur wajah di permukaannya, baik itu yang berbentuk gelas, mangkuk, hingga yang terpajang di tembok. Dari sepuluh, dua diantaranya berwarna hitam dan berlubang-lubang.

Sesaat usai memberi sedikit gambaran soal karyanya, ia mengambil satu yang berlubang enam dan meniupnya. Suara lembut dari angin yang melewati lubang-lubang keramik terdengar, mengheningkan mereka yang berkerumun di sekitarnya. Suaranya terdengar seperti recorder plastik, hanya saja lebih bulat dan lembut.

Ocarina Geoffrey

Bagi Geoffrey seni keramik bukan hanya soal visual, tetapi juga suara. Perlu lebih dari seribu percobaan untuk mampu menciptakan Ocarina dengan skala nada diatonik yang tepat (do-re-mi-fa-sol-la-si). Kini ia mampu menciptakan sistem nada tersebut pada ocarina buatannya dari empat hingga dua belas lubang.

“Sistem penjariannya tergantung pembuatnya saja,” terang Geoffrey.

Ocarina buatannya yang berbentuk piala misalnya hanya terdiri dari empat lubang untuk mengontrol nada, dan dua lubang untuk ditiup. Kombinasi keempat lubang yang ditutup-buka dengan jari ini dapat menghasilkan delapan nada diatonik, dari do hingga do tinggi (naik satu oktaf).

Kompas.com/Jonathan Adrian Ocarina Face Cup berlubang 6 (kiri) dan 4 (kanan) karya Geoffrey Tjakra dengan pola jari yang beda, dipamerkan dalam Pameran Keramik - Identitas, Moseum Seni Rupa dan Keramik, Kawasan Kota Tua, Jakarta, Jumat (16/10/2015).
Sejauh ini Geoffrey mampu menciptakan Ocarina hingga dua belas lubang dan memainkannya. Setiap Ocarina ini juga mampu memainkan nada-nada kres dengan trik tertentu. Ia mencontohkan dengan menutup setengah lubang dengan jari untuk mencapai nada ini.

Ada juga sistem pelubangan yang memungkinkan nada untuk berpindah satu oktaf, bak sistem saxophone. Dosen Desain Produk Fakultas Desain UPH ini sudah menciptakan beberapa sistem memainkan Ocarina sendiri.

Beda cara mengelola lubang, beda pula cara meniup. Ocarina berbentuk gelas enam lubang yang mendampingi ocarina piala sebelumnya, memiliki lubang peniup pada pegangan gelas. Udara kemudian dialirkan ke lubang nada dan keluar pada bagian bawah gelas.

“Salah cara tiup atau kurang tenaga bisa fals juga,” jelas Geoffrey.

Ayah dua anak ini bahkan mampu mengatur cara peniupannya untuk menghasilkan bunyi tertentu. Saat ia mencontohkan kesekian kalinya, bunyi yang muncul berbeda, tidak merdu melainkan lebih serak dan bergetar.

Kilas balik Ocarina

Kata "Ocarina" pertama kali diperkenalkan di Italia. Jauh sebelum mendapat nama resmi ini, Ocarina dipercaya menjadi salah satu alat musik tertua di dunia yang berasal dari China. Sebelum menjadi bagian dari masyarakat Italia, Ocarina adalah alat yang digunakan orang Amerika Latin untuk menghailkan suara-suara hewan.

Ini sebabnya dalam beberapa game populer masa lalu seperti Legend of Zelda, alat ini digunakan untuk memanggil bantuan dari hewan seperti burung. Beberapa game Jepang seperti Lunar juga menggambarkan Ocarina sebagai alat yang memiliki khasiat penyembuh.

Bahkan, sempat ada yang disebut death whistle, Ocarina yang menghasilkan bunyi orang tersiksa. “Mereka gunakan ini sebelum berperang untuk menjatuhkan mental lawan,” jelas Geoffrey.

Di Italia, Ocarina disempurnakan dan mampu menghasilkan nada diatonik. Lalu berkembanglah Ocarina sebagai alat musik modern. Desain umum yang sering terlihat berbentuk seperti pistol dengan banyak lengung di sana-sini. Namun seniman keramik mulai mengembangkan bentuknya masing-maing, seperti Geoffrey yang memajang dua Ocarina berbentuk gelas miliknya.

Jika ingin coba membuat, pengunjung dapat mengikuti workshop"Ocarina” yang dipimpin langsung oleh Geoffrey tanggal 18 dan 25 Oktober 2015 pukul 10:00 pagi di Museum Seni Rupa dan Keramik. Workshop ini merupakan rangkaian dari pameran dan dapat diikuti gratis. Pengunjung hanya perlu mendaftarkan diri ke up.museumseni@gmail.com dan menentukan tanggal yang dipilih, atau sekadar datang ke pameran untuk mendapat informasi dan pendaftaran.

Pameran Keramik – Identitas akan berlangsung dari tanggal 16-25 Oktober 2015 di Museum Seni Rupa dan Keramik, Wilayah Kota Tua, Jakarta. Ada tiga belas seniman yang memamerkan karyanya. Selain workshop “Ocarina” pengunjung juga dapat mengikuti berbagai workshop lain serta seminar perihal studio keramik. Semua kegiatan dapat diikuti secara gratis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com