Ada pula pemanduan bagi tamu yang khusus mengunjungi Goa Nualeu dan juga mesbah di sekitarnya.
”Kelompok tamu yang membutuhkan pemanduan itu hanya untuk mereka yang berniat mengunjungi Goa Nualeu atau panjat tebing. Kelompok pengunjung yang menyaksikan Gunung Fatuleu dari areal pondok peneduh tidak butuh pemandu,” tambah Rise Manbait (21), rekan Marthen Kake.
Selain berhawa sejuk, berbagai kisah beraroma mistis juga ikut mendongkrak daya tarik Gunung Fatuleu sebagai obyek wisata. Konon, berbagai bencana atau peristiwa selalu didahului tanda khusus di Gunung Fatuleu.
Sejumlah contoh di antaranya terkait Gerakan 30 September 1965, berpulangnya mantan Presiden Soekarno, mantan Presiden Soeharto, Ibu Tien Soeharto, mantan Presiden Gus Dur, gempa dan tsunami Flores, tsunami Aceh, dan banyak lagi.
”Semuanya didahului longsoran batu dari dinding atau puncak Gunung Fatuleu,” kisah tetua Marthen Suan (53).
Berperan ganda
Gunung Fatuleu sesungguhnya berperan ganda. Selain obyek wisata berdaya tarik tinggi, juga merupakan penanda bagi petani di sekitarnya. Jika masih berpemandangan cerah, pertanda hujan musim masih jauh.
Sebaliknya kalau kabut mulai mampir dan bertengger di puncak atau sekitar dinding gunung, itu isyarat hujan musim segera tiba.
Seperti diakui sejumlah tetua, isyarat itu dibutuhkan para petani untuk mengatur waktu tanam ladangnya secara tepat.
Kawasan luas di sekitar Gunung Fatuleu merupakan wilayah empat kecamatan. Selain Fatuleu Tengah, tiga kecamatan lain adalah Fatuleu, Fatuleu Barat, dan Takari. Warga empat kecamatan itu umumnya petani lahan kering dan peternak sapi.
Sejumlah petani di kawasan itu, Jumat (30/10/2015), mengakui ladang mereka sebenarnya sudah siap ditanami benih jagung, padi, dan kacang tanah.