Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merindu Randang Itam

Kompas.com - 16/12/2015, 09:18 WIB

Sebab Tungkoe memilih bertahan menyajikan rendang hitam kering dengan tekstur daging yang kokoh, seperti yang lazim dijumpai di ranah Minang. Serat daging yang kokoh ini tidak sama dengan alot.

Selain itu, lamanya proses karamelisasi juga jangan sampai memunculkan sentilan rasa pahit. Terakhir, rendang harus mencapai tingkat kering yang pas dan tidak berminyak.

Rendang hitam kering ala Tungkoe bisa melampaui tiga persoalan krusial tersebut setelah berkali-kali uji coba.

Kini, rendang hitam Tungkoe tak hanya dapat dinikmati di restorannya di kawasan Gading Serpong, Tangerang. Berbagai pilihan menu Minang lain juga tersedia.

Sementara, pelanggan juga kerap memilih layanan pesan-antar masakan langsung melalui telepon atau situsnya www.tungkoe.com.

Mengingat rendang sejatinya juga merupakan masakan untuk dibawa dalam perjalanan, rendang hitam Tungkoe dikemas ringkas dalam plastik kedap udara dan kardus kokoh yang aman dibawa hingga ke luar negeri.

”Duta besar dari suatu negara sahabat juga kini langganan tetap kami. Rendang kami juga sudah beberapa kali dibawa sebagai hantaran atau oleh-oleh ke beberapa negara yang memperbolehkan masakan daging masuk,” ungkap Hendri.

Versi empuk

Jika Tungkoe mempertahankan tekstur daging yang kokoh, Restoran Marco menyajikan rendang hitam dengan tekstur daging yang cenderung empuk dan bumbu yang agak basah.

Pilihan ini menyesuaikan dengan konsep Marco sebagai masakan padang dengan sentuhan rasa peranakan dalam balutan tampilan yang apik.

Jurus pikat randang itamatau rendang hitam ala Marco adalah aroma kayu bakar yang menyelubungi daging rendangnya.

Tingkat kepedasannya dibuat sangat ringan sehingga mengakomodasi kemampuan lidah banyak orang di Jakarta dalam menyecap pedas. Penyesuaian unsur pedas semacam ini sah saja dengan tetap mempertahankan ciri kegurihan rendang yang sejati.

Disebut peranakan karena pemilik restoran ini, Chef Marco Lim, adalah kelahiran Padang berdarah Tionghoa. Menu-menunya asli Sumatera Barat.

Ia tidak tampak melakukan banyak modifikasi pada masakan, tetapi hanya membuat warna dan rasa sedikit lebih ringan.

Meski hadir di mal-mal megah di Jakarta, seperti di Plaza Indonesia dan Pacific Place, randang itamala Marco dipertahankan tetap dimasak di atas kayu bakar selama 6-8 jam. Sebab, justru aroma kayu bakar ini yang kerap dirindukan orang.

KOMPAS/RIZA FATHONI Salah satu gerai restoran Padang peranakan Marco Lim di Pacific Place, Jakarta.
Menurut Marco, api kompor gas yang stabil menyulitkan proses menghitamkan rendang. ”Untuk menghitamkan rendang, butuh api kecil yang bisa dilakukan dengan menambah kayu sedikit demi sedikit ke tungku. Sementara di awal, butuh api besar untuk memasak dagingnya,” kata Chef Marco.

Rendang hitam ala Marco merupakan gabungan aneka formula rendang dari berbagai daerah di Sumatera Barat. Ia butuh 3 bulan atau 90 hari uji coba hingga akhirnya memperoleh randang itam seperti yang tersaji di restorannya kini.

Rendang ala Marco sedap disantap bersama nasi bertabur serundeng ditambah sayur lodeh, sambal merah, bumbu rendang, dan kerupuk. Untuk nasinya, Marco mendatangkan beras dari Solok, Sumatera Barat, yang berkarakter pera tetapi tidak keras. (SARIE FEBRIANE/SRI REJEKI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com