Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenangan dari Dapur Frankfurt

Kompas.com - 04/01/2016, 12:47 WIB

”Keberhasilannya juga cukup tergantung mengenali oven dengan baik. Setiap oven bisa lain-lain sifatnya,” kata William.

Claudia Kaiser, Wakil Presiden Frankfurt Buchmesse untuk wilayah Asia Tenggara, yang juga menjadi peserta masak-masak mengungkapkan, masakan Asia Tenggara mulai menjadi favorit tersendiri di kota-kota besar di Jerman.

”Hanya saja, yang sering kami temui baru masakan dari Thailand dan Vietnam. Jarang sekali terlihat ada masakan Indonesia. Padahal, waktu di FBF, masakan Indonesia banyak sekali yang suka. Laris, sukses,” kata Claudia.

Oleh karena itu, menurut Claudia, sudah seharusnya Indonesia mengambil momentum saat ini dengan lebih sering menghadirkan masakan Indonesia di Jerman. Dengan demikian, ragam masakan Asia tak melulu hanya asal Tiongkok, Jepang, Thailand, atau Vietnam.

Tim Indonesia merupakan tim juru masak asing pertama yang mendapat kepercayaan untuk masuk ke dapur FBF yang berukuran lebih dari 1.000 meter persegi untuk menyiapkan makanan bagi ribuan pengunjung setiap hari.

Chef Solihin, yang juga turut serta dalam tim ke Frankfurt, mengungkapkan, publik di Jerman cukup berani menjajal masakan Indonesia yang kaya bumbu.

”Nasi goreng, misalnya. Saat mereka pesan, kami tanya, mau pedas tidak. Ternyata mereka malah banyak yang memilih pedas. Katanya ingin coba pedasnya Indonesia seperti apa. Walaupun setelah coba, mukanya pada merah semua, ha-ha-ha,” kata Solihin.

Kopi Indonesia

Selain masakan Indonesia, pengunjung FBF juga terkesan dengan presentasi kopi asal Indonesia yang digawangi oleh Lisa Virgiano dan Mei Batubara dari Indonesia Coffee Project.

Dalam acara Spice It Up ini, kopi yang disajikan di FBF juga turut dihadirkan serta menjadi bahan untuk klapertaart kopi ala Chef Solihin. Kopi untuk klapertaart tersebut menggunakan kopi dari Gunung Merapi, Jawa Tengah.

Dalam presentasi kopi di ajang FBF di Museum Applied Arts (Museum Angewandtekunst), Lisa membawa enam macam kopi single origin dari sejumlah wilayah di Indonesia yang belum terlalu dikenal produksi kopinya.

Bahkan Lisa membawa kopi dari perkebunan yang sebelumnya nyaris sekarat, yakni Pengala, Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

”Petani kopi di sana pun nyaris putus asa. Mereka semula tidak percaya kopinya dibawa ke Frankfurt,” ungkap Lisa.

KOMPAS/SARIE FEBRIANE Rempah-rempah Indonesia yang memperkaya kuliner Indonesia di Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 di Frankfurt, Jerman.
Kopi-kopi yang dibawa Lisa, yakni arabika dari Solok, Sumatera Barat, yang diproses secara natural, kopi Pangala Toraja Utara Sulawesi Selatan, kopi Sembalun Lombok Timur, kopi Buntu Sisong Tana Toraja, kopi Kapahiang Kabawetan Bengkulu.

Dari aneka kopi tersebut, kemudian dibuat campuran yang dinamai Frankfurt Blend. Lisa bekerja sama dengan suatu microroaster di Frankfurt untuk menggarang kopi-kopi mentah yang dibawa dari Indonesia dan meracik campuran yang tepat.

Selain menyajikan kopi Indonesia, tim Indonesia mempresentasikan bagaimana kopi diolah sejak pasca panen.

Publik di Frankfurt juga dibuat memahami seperti apa jiwa dan semangat perjuangan agrikultur di antara para petani kopi. Petani-petani kopi yang kopinya dibawa ke Frankfurt tersebut juga turut ditampilkan dalam presentasi.

Keunikan dan eksotisme lapis-lapis rasa dari berbagai jenis kopi Indonesia itu ternyata cukup mengesankan para pencinta kopi yang hadir dalam presentasi tersebut.

”Saya senang sekali, dari acara itu sampai ada yang tahun depan serius mau datang ke Indonesia untuk menyuplai langsung dari para petani,” ungkap Lisa. (SARIE FEBRIANE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com