Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cirebon, Pelarian Baru bagi Warga Jakarta

Kompas.com - 08/01/2016, 10:16 WIB

Setiap kali menyebut kata batik cirebon, orang selalu mengaitkan dengan Desa Trusmi, padahal masih ada desa lain yang juga memproduksi batik, seperti Desa Gamet, Kaliwulu, Wotgali, dan Kalitengah.

Sejarah Trusmi juga tidak lepas dari Sunan Gunung Jati. Menurut sejarah yang disebarkan dari mulut ke mulut para pembatik, dulunya ilmu membatik di desa itu diajarkan oleh Ki Gede Trusmi, salah satu pengikut Sunan Gunung Jati. Ki Gede Trusmi mengajarkan membatik sambil menyebarkan ajaran Islam.

Ada puluhan toko batik yang berderet di Trusmi yang berada di wilayah Kecamatan Plered itu. Mereka saling bersaing untuk menggaet pasar, terutama wisatawan yang datang ke Cirebon. Berbagai motif batik pun ditawarkan dengan segala rupa fungsinya, mulai dari rok, kemeja, penutup meja, sarung, dan lain-lain.

Salah satu tempat yang menjadi ikon di kampung itu adalah Pusat Grosir Batik Trusmi. Toko batik milik Ibnu Riyanto (26) ini merupakan toko batik terbesar di kampung para pembatik itu.

Dengan luas 4.840 meter persegi, toko grosir itu menampung hasil karya 100 perajin batik rumahan di Trusmi. Di toko itu sendiri bekerja 60 perajin batik yang bekerja langsung untuk Ibnu.

Di Pusat Grosir Trusmi itu, pengunjung tidak hanya dimanjakan dengan berbagai model dan motif batik, tetapi juga bisa melihat sendiri proses pengolahan batik sejak dari membuat motif hingga menjadi kain yang siap dijual.

Jelajah sore

Sore hari adalah saat yang tepat untuk menjelajahi keelokan lain dari Kota Cirebon. Jika Anda sudah bosan dengan keraton Cirebon, boleh mencoba untuk menjelajahi Gua Sunyaragi yang bentuknya unik. Gua Sunyaragi ini berada di Jalan Brigjen AR Harsono atau dikenal sebagai daerah Kesambi di Kota Cirebon.

Sunyaragi memiliki keunikan tersendiri yang belum pernah ditemukan di daerah lain. Bangunan taman air peninggalan Panembahan Ratu I ini dari luar berbentuk seperti candi yang terbuat dari batu karang, tetapi ruangan-ruangannya berbentuk seperti gua.

Dari luar, bangunan di atas lahan seluas 1,5 hektar itu tampak tidak beraturan karena tonjolan karang di sana sini.

Lebih dari 500 tahun lalu, Pangeran Emas Zaenul Arifin atau Panembahan Ratu I membangun kawasan taman sari itu. Dulunya kawasan yang kini menjadi daerah ramai di Cirebon itu adalah hutan jati. Penerus Sunan Gunung Jati itu kemudian membangun Sunyaragi di atas Danau Segara Jati di tengah hutan. Jaraknya hanya sekitar 2 kilometer dari Keraton Kasepuhan.

Secara keseluruhan, menurut juru pelihara kawasan itu, Mulyana Yusuf (32), Gua Sunyaragi merupakan taman air atau taman sari. ”Hampir seluruh bangunan dikelilingi air. Air juga mengalir dari atap-atap bangunan sehingga membentuk seperti tirai dan mengalir juga ke dalam ruangan,” kata Mulyana.

Apa yang diceritakan Mulyana hanyalah penggalan masa lalu. Kenyataannya, taman yang dulu dipenuhi suara gemercik air sehingga mampu memunculkan perasaan tenang itu kini kering kerontang.

Hanya tersisa parit-parit dan kolam dalam di sekeliling bangunan. Perubahan kawasan dari hutan menjadi kota membuat sumber-sumber mata air di hutan jati berangsur hilang.

Namun, Anda tak perlu khawatir karena Gua Sunyaragi menyimpan keunikan untuk dijelajahi. Kawasan ini menjadi lebih sejuk saat sore hari sehingga tidak perlu khawatir tersengat terik matahari saat menjelajahi areal ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com