Di sisi lain, air di sungai selebar 10-20 meter itu, dulu memang berwarna hitam. Namun, bukan hitam yang sebenarnya. ”Jika dilihat dari kejauhan, air sungai tampak hitam. Namun kalau diciduk dan dilihat, airnya memang bening dan jernih,” ujar Amir.
Warna hitam itu berasal dari dedaunan yang membusuk, getah akar, dan vegetasi lain. Di sungai itu belum ada pencemaran. Amir masih ingat, tahun 2000, gampang memancing ikan kakap ataupun udang galah yang sungutnya sepanjang 50 sentimeter. Namun, kondisi sekarang berbeda.
Sungai ini ”dikepung” konsesi tambang batubara yang jelas berdampak mencemari. Sungai Hitam tidak sehitam dulu. Amir lalu mengilustrasikan warna hitam sungai tersebut dalam batasan level 1 hingga 10. Dulu, hitamnya sungai ini level 8-9, tetapi kini level 5-6. Air sungai ini sekarang lebih terlihat kecoklatan.
Mulai maraknya permukiman juga berimbas terhadap bekantan. Belum ditetapkannya Sungai Hitam sebagai kawasan konservasi, rentan terancam alih fungsi lahan. Hamparan bakau dan nipah di tepian sungai ini adalah kebun warga, yang sewaktu-waktu dapat dijual.
Anggota Staf Administrasi Hubungan Masyarakat dan Protokol Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Rianto, mengatakan, Sungai Hitam semestinya ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Contoh bagus diberikan Kota Balikpapan, yang mengawali langkah menetapkan Mangrove Center Balikpapan sebagai kawasan konservasi pada 2010.
Terlambat menyadari, maka terlambatlah menyelamatkan Sungai Hitam. Tak hanya bekantan yang terancam, tetapi juga satwa lain seperti burung kuntul, blekok, hingga kutilang. (Lukas Adi Prasetya)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.