Rozikin (46), pengepul durian di Dusun Slatri, membenarkan keterangan Kusnan. Laki-laki yang mengaku menjadi pengepul terbesar dan sudah menekuni pekerjaan itu sejak berumur 15 tahun itu mengatakan, jika kondisi bagus, keuntungan yang didapat pedagang lebih dari 100 persen.
Dengan modal Rp 300 juta, dalam satu musim dirinya bisa mendapatkan Rp 600 juta hingga Rp 700 juta.
Kontrak
Rozikin memiliki ratusan pohon durian yang tumbuh di lahan seluas 8 hektar. Saat musim durian, ia tidak hanya mengandalkan lahan sendiri, tetapi juga mengontrak dari lahan petani lain.
Nilai kontrak tidak kecil dan bervariasi. Untuk lahan dengan 50 pohon, misalnya, uang kontraknya bisa mencapai Rp 20 juta.
”Kalau hasilnya bagus, pedagang yang mengontrak bisa untung. Namun, saya pernah rugi sampai Rp 300 juta dalam satu musim karena pohon-pohon itu dikontrak sebelum berbuah. Kami tidak pernah tahu apakah nanti buahnya bagus atau tidak,” kata Rozikin.
Menurut Rozikin, satu pohon durian bisa menghasilkan 300 buah, tetapi bisa mencapai 1.000 buah apabila kondisi lingkungan dan perawatan bagus, termasuk menggunakan pupuk. Durian di pohon itu umumnya bisa dipanen tiga kali dalam sekali musim. Buahnya dikirim ke berbagai tempat di Jawa Timur.
Di Malang, ada beberapa wilayah penghasil durian selain Kasembon, yakni Ngantang, Pujon, Tirtoyudo, Ampelgading, Sumbermanjing, dan Tumpang.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang Tomie Herawanto mengatakan, setidaknya ada sembilan jenis durian di wilayahnya yang dinamai dengan nama lokal oleh masyarakat. Adapun durian kasembon merupakan yang paling populer dari semua itu.
”Ada durian yang kecil dinamai durian unyil. Ada juga yang berwarna jingga (Durio zibthinus) yang pernah kami angkat ke kancah nasional pada saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ada juga durian macan yang konon pohonnya di dalam hutan dan ditunggui macan,” ucapnya.