Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Baduy, Sekali Lagi!

Kompas.com - 06/04/2016, 13:22 WIB
Kompas Video Baduy Menatap Perubahan

Berbeda dengan anjuran menyusui yang digalakkan pemerintah—ASI eksklusif selama enam bulan, di Baduy seorang ibu biasa menyusui anaknya hingga berusia 3-4 tahun. Selain tak mengenal susu formula, mereka juga tak ada biaya untuk membelinya.

Meski pro-ASI, mereka juga tak mengenal istilah ASI ekskluisf. Bagi mereka, kalau si bayi sudah terlihat ingin makan, mereka akan memberikannya—tak berpengaruh dengan usia bayi.

Enggak heran, bayi berusia 3 bulan sudah diberi kue cucur serta gorengan jenis lainnya. Di usia 6 bulan, seorang bayi di Baduy sudah "boleh" makan durian.

Di Baduy, memang tidak tersedia kamar mandi sehingga penduduk Baduy terbiasa mandi di sungai. Demikian pula dengan bayi-bayi mereka.

Saat menemani seorang ibu memandikan bayinya di sungai, saya mengamati batapa cekatannya ia. Bayi akan didudukan di salah satu punggung kaki ibu yang bertumpu pada batu, kaki lainnya terendam di dasar sungai untuk menjaga keseimbangan.

Selanjutnya, tangan kiri ibu memegang salah satu tangan bayi, sedangkan tangan kanan ibu menyiram, mengusap, dan membilas bayi.

Alih-alih menggunakan sabun dan sampo yang tidak diperbolehkan karena dapat mencemari sungai, ibu memilih menggosok badan dan rambut bayi dengan jeruk nipis yang dibelah dua.

Untuk membersihkan telinga bayi, ia tentunya tidak menggunakan cottonbud, melainkan pantat peniti—bagian besi yang melingkar. Itulah salah satu contoh cara sederhana seorang ibu di Baduy dalam menjaga kebersihan bayinya.

Lantas, bagaimana dengan cara mereka dalam menjaga kesehatan bayinya, adakah istilah imunisasi dalam kamus bahasa Baduy?

Di waktu berbeda, saat saya menginap di Kampung Gajeboh, Baduy Luar, saya berbincang dengan seorang bapak. Sebut saja Akang.

Sebagai orang Baduy Luar yang sering berhubungan dengan masyarakat luar Baduy, Akang diminta untuk menyosialisasikan manfaat imunisasi kepada ibu-ibu di sekitarnya, terutama mereka yang memiliki bayi dan balita.

Sebelumnya, masyarakat Baduy memang cukup tertutup dengan pengobatan modern, termasuk imunisasi. Saat petugas kesehatan datang, ibu-ibu akan menghindarinya, misalnya dengan langsung masuk ke dalam rumah lantas menutup pintu. Akibatnya, tingkat kematian bayi dan balita cukup tinggi.

Menurut Akang, penyebab utama kematian bayi dan balita di tempatnya adalah diare yang ditangani terlambat. Lambat laun, Akang memberi pemahaman kepada ibu-ibu di sekitarnya bahwa imunisasi atau sekadar mendengarkan informasi tentang kesehatan bayi dan balita dari penyuluh kesehatan bukanlah hal yang buruk.

Sejak saat itu, secara perlahan, ibu-ibu mulai terbuka dengan berbagai informasi seputar kesehatan bayi dan balita. Mereka juga mulai menjaga kebersihan dan kesehatan anak-anaknya dengan lebih baik.

Angka kematian bayi dan balita yang disebabkan oleh diare pun menurun.

Akang sendiri bertanya-tanya, mengapa orang Baduy tidak mau dan tidak boleh berobat dengan pengobatan modern. Padahal, menurutnya, obat-obatan alami tidak lagi mampu menyembuhkan penyakit yang dialami orang Baduy masa kini.

"Makanan kami sekarang berbeda dengan makanan leluhur kami. Leluhur kami hanya makan makanan alami, sedangkan kami makan mi instan, jajan ini-itu, dan minum ini-itu. Ya jelas, penyakit orang Baduy dulu berbeda dengan penyakit orang Baduy sekarang. Obat alami yang dipakai orang Baduy dulu, tidak bisa dipakai orang Baduy sekarang. (Penyakit kami) harus diobati dengan obat modern," tegasnya.

Mendengar perkataannya, saya hanya bisa mengangguk. Rupanya, ada juga orang Baduy yang memiliki pemikiran seperti ini. Saya enggak tahu, apakah pemikiran Akang ini membuat Baduy mengalami kemajuan atau malah kemunduran?

[1] Saung adalah sebutan rumah masyarakat Baduy yang berada di dekat ladang, bukan rumah adat yang membentuk kampung. Aki dan Ninik Dainah sendiri lebih banyak menghabiskan waktunya di saung daripada di rumah adat. Biasanya, mereka ke rumah adat hanya sekadar mengecek kondisi rumah atau saat ada acara adat yang mengharuskan mereka berkumpul.

[2] Gelas yang terbuat dari bamboo.

[3] Dukun beranak.

Artikel ini ditulis oleh Annisa Rahmania dan sebelumnya telah tayang di Kompasiana dengan judul yang sama. 

Penayangan artikel ini sebagai bagian lomba menulis dalam rangkaian kegiatan Baduy Kembali yang digelar di Bentara Budaya Jakarta, 6-10 April 2016. Info selengkapnya di www.rayakanperbedaan.com 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Tren Pariwisata Domestik 2024, Hidden Gems Jadi Primadona

Travel Update
8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

8 Tips Berwisata Alam di Air Terjun Saat Musim Hujan

Travel Tips
Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Travel Update
Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Travel Update
Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Travel Update
Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com