Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/05/2016, 15:08 WIB
|
EditorNi Luh Made Pertiwi F

MONI, KOMPAS.com - Belum genap pukul empat dini hari ketika dua pemuka adat Suku Lio, Panus dan Gaspa memotong kepala ayam sambil melantunkan doa-doa. Upacara kali itu digelar di Pere Konde, memecah kesunyian di kaki Gunung Kelimutu, NTT.

Berbalut tenun Flores lengkap dengan ikat kepala, Panus dan Gaspa melangsungkan upacara secara cepat. Sebagai pemuka adat, atau dalam bahasa lokal disebut Mosalaki, mereka bertugas memimpin upacara termasuk 'hajatan' yang digelar di daerah teritorial Suku Lio.

Senin (25/4/2016) adalah hari pertama ekspedisi "Jelajah Tanpa Batas" digelar. Ekspedisi ini, dengan atlet maraton gunung Willem Sigar Tasiam sebagai bintangnya, akan menaklukkan 50 gunung dalam 40 hari. Kelimutu adalah gunung pertama, dan sebagai warga Indonesia tulen, tim ekspedisi wajib menghormati adat istiadat lokal.

Willem sendiri berdiri di tengah kedua Mosalaki. Pria 58 tahun itu sudah mengenakan pakaian naik gunung yang lengkap: celana training, baju lengan panjang, jaket windbreaker, sepatu trekking serta headlamp yang bertengger di kepalanya.

KOMPAS.com/Sri Anindiati Nursastri Willem Sigar sampai di Taman Nasional Kelimutu, Senin (24/4/2016). Besok, ia akan mulai maraton dalam rangka Jelajah 50 Gunung 40 Hari. Titik start adalah pendakian Kelimutu, Ende, Nusa Tenggara Timur.
Ayam bernasib malang itu sempat mengeluarkan suara tercekik, sebelum darahnya merembes ke dalam wadah. Mosalaki Panus kemudian melempar sirih dan pinang. Willem mengikuti jejaknya dengan melempar tembakau.

Doa-doa kembali dilantunkan. Pati Ka Ata Mbupu, begitu nama 'hajatan' tersebut. 'Mantra' yang dilantunkan tentu berbeda setiap upacara, tergantung tujuan dan harapannya.

"Pada dasarnya untuk keselamatan. Didoakan agar  semuanya lancar," tutur Hence Deyputra, Koordinator Wisata Taman Nasional Gunung Kelimutu kepada KompasTravel waktu itu.

Udara dingin semakin menggigit kulit. Kedua Mosalaki kemudian menambahkan dua tutup botol tuak ke dalam wadah, sebelum menutupnya dengan doa terakhir. Rombongan pun bergerak ke pelataran Gunung Kelimutu untuk ikut mendaki bersama Willem.

Upacara sakral seperti ini rupanya tidak jarang dilakukan. Hence menyebutkan, setidaknya dalam satu bulan ada dua kali Pati Ka Ata Mbupu digelar. Tiap 14 Agustus, berlangsung upacara Pati Ka Ata Mbupu versi masif. Upacara ini digelar di dekat puncak Gunung Kelimutu, dan kini menjadi agenda tahunan yang didukung Kementerian Pariwisata.

"Untuk ungkapan selamat, agar diberi berkah ke depannya," tambah dia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+