Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendamba Wisata Hemat di Negeri Sakura

Kompas.com - 17/06/2016, 08:04 WIB

MARGIE menebar pandangan ke seluruh penjuru Stasiun Shiroishizao yang lengang. Matanya dengan cepat menangkap kedatangan kami yang baru tiba di ujung stasiun. Sejenak ia ragu, namun akhirnya memberanikan diri untuk mendekat.

Margie menyapa sembari menanyakan tujuan perjalanan kami yang tidak lama lagi akan bertolak menuju kawah hijau di puncak Gunung Zao. Gunung ini berada di ketinggian 1.870 meter di atas permukaan laut, Prefektur Yamagata, wilayah Tohoku, Jepang.

Mengetahui rencana kami, Margie menanyakan jika dirinya boleh menumpang dalam kendaraan yang kami gunakan. Ia bermaksud menuju The Fox Village, ”Namun, tidak ada transportasi umum menuju desa itu. Bisakah saya menumpang? Saya siap membayar sejumlah uang,” ujarnya.

The Fox Village merupakan area pedesaan tempat penangkaran rubah. Jarak desa itu berkisar 8 kilometer dari stasiun. Namun, tanpa kendaraan umum, Margie yang baru pertama kali berkunjung—ia berasal dari Belanda—tentunya akan kesulitan mencapai lokasi. Terlebih lagi, cuaca di luar sangat dingin dan angin bertiup lebih kencang daripada biasanya.

Satu-satunya pilihan adalah menyewa kendaraan. Ia harus mengeluarkan 8.000 yen atau lebih dari Rp 1 juta, terbilang mahal untuk sebuah perjalanan singkat selama setengah hari.

Pemandu kami, Yuriko, terpaksa meminta maaf kepada Margie. Ia tidak mungkin dapat menumpang karena rute tujuan kami berbeda arah. Kawah Zao yang akan kami kunjungi terletak di timur laut, sedangkan desa rubah itu di barat.

”Kendaraan kami tidak melewati desa itu,” ujarnya sembari melirik seorang pria setengah baya yang telah menunggu kami untuk segera masuk ke dalam minibus yang akan membawa kami ke lokasi tujuan.

Margie dengan berat hati akhirnya membatalkan perjalanan ke desa rubah. Bersama rekannya, ia pun bertolak ke kota Sendai.

Sebagai pemandu wisata sekaligus warga Jepang, Yuriko prihatin apabila mendapati wisatawan terkendala oleh persoalan transportasi. Salah satu kelemahan sektor pariwisata di wilayah tersebut, diakuinya, adalah infrastruktur yang belum merata.

Jepang boleh jadi memiliki kereta shinkansen yang meluncur bagai peluru. Namun, potensi wisata di pedesaan belum semuanya seiring dengan ketersediaan transportasi umum.

”Akibatnya, tidak semua obyek dapat dicapai dengan biaya terjangkau,” ujarnya. Turis harus mengeluarkan biaya lebih besar menyewa kendaraan—sesuatu yang menjadi pertimbangan berat kaum backpacker yang mengandalkan wisata berbiaya hemat.

Wilayah Tohoku yang terletak di bagian utara Jepang tidak kalah menarik dibandingkan dengan Tokyo, Osaka, dan Kyoto, yang merupakan primadona pariwisata negeri Sakura itu. Namun, tingkat kunjungan wisatawan belum maksimal.

Kunjungan wisata Tohoku lebih kecil dibandingkan dengan Tokyo yang mencapai 16,3 juta pada 2015 lalu. Tingkat kunjungan tertinggi kedua adalah Osaka 8,9 juta orang dan diikuti Kyoto 4 juta wisatawan.

Adapun wisatawan di Tohoku pada 2014 sebanyak 354.240, naik menjadi setengah juta turis pada 2015. Dari jumlah tersebut, turis asal Indonesia bahkan tak sampai 1 persen.

Sepanjang musim

Tohoku mencakup tujuh prefektur—Fukushima, Iwate, Aomori, Miyagi, Akita, Yamagata, dan Niigata. Keindahan dan beragam atraksi pariwisata dapat kita nikmati hampir sepanjang waktu dan merata di seluruh prefektur. ”Wilayah ini menantang untuk dikunjungi, hampir sepanjang musim,” ujar Yuriko.

Pada kunjungan kami, pada akhir musim semi awal Mei lalu, bunga-bunga sakura bermekaran. Merah jambunya tampak menyegarkan mata dan pikiran.

Setiap prefektur memiliki spot kunjungan bagi wisatawan untuk menikmati sakura mekar, seperti yang kami dapati di Taman Hirosaki, Prefektur Aomori. Bunga sakura mengisi hampir sepanjang jalan dalam taman kota itu, menjadikannya tampak seperti terowongan sakura.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN Suasana sakura mekar pada musim semi tampak indah, menjadikannya sebagai salah satu unggulan atraksi wisata alam wilayah Tohoku, Jepang. Tampak sakura bermekaran di Taman Hirosaki, Prefektur Aomori.
Akhir musim semi juga tak kalah menantang di Gunung Zao. Selain wisatawan dapat menikmati jalur dinding es (ice wall), perjalanan menuju tempat itu adalah melintasi jalur berkelok-kelok menembus perbukitan penuh sakura liar beragam warna.

Di puncak gunung setinggi 1.870 meter di atas permukaan laut tersebut, jika langit cerah, kita beruntung dapat menyaksikan kawah berwarna hijau.

Sayangnya, dalam perjalanan kami yang didukung oleh JNTO dan perusahaan maskapai All Nippon Airways (ANA), kawah itu tertutup sepenuhnya oleh kabut tebal.

Hujan berangin kencang menghadang kami. Jarak padang hanya sekitar 20 meter di depan, tak memungkinkan kami menyaksikan keindahan kawah. Kami pun tak berlama-lama berada di tengah udara yang bersuhu sekitar minus 5 derajat celsius.

Yang tak kalah menarik adalah kunjungan ke desa perajin boneka kokeshi, boneka kayu khas Jepang. Wisata kuliner pun sangat beragam, mulai dari aneka sushi dan sashimi, tempura, serta beragam makanan olahan yang kaya akan hasil ikan dan rumput laut, dalam cita rasa yang dipadu minuman tradisional sake.

Staf Manager Marketing and Promotion Tohoku Tourism Promotion Organization Kenta Oshi mengatakan, Pemerintah Tohoku telah mengemas beragam pariwisata alam hingga atraksi lintas prefektur di Tohoku demi menarik kunjungan turis.

KOMPAS/IRMA TAMBUNAN Pemerintah Jepang mengemas beragam wisata alam hingga atraksi lintas prefektur di wilayah Tohoku demi menarik kunjungan turis. Untuk perjalanan antarprefektur Fukushima, Iwate, Aomori, Miyagi, Akita, Yamagata, dan Niigata, kereta peluru 'shinkansen' menjadi pilihan utama. Tampak sebuah 'shinkansen' di Stasiun Tokyo bersiap menuju kota Hirosaki, Prefektur Aomori, Jumat (10/5/2016) lalu.
Untuk perjalanan antarprefektur, shinkansen menjadi pilihan utama. Namun, ongkosnya terbilang mahal. Untuk mencapai prefektur lain, harga tiket rata-rata di atas Rp 1 juta.

Terlepas dari mahalnya biaya transportasi, Tohoku kaya akan obyek wisata pemandian air panas (onsen). Ratusan pemandian air panas tersebar di semua prefektur.

Keistimewaan lagi dari wilayah ini adalah kentalnya tradisi budaya. Musim panas akan diisi dengan festival boneka raksasa nebuta yang kerap disebut festival nebuta.

Ada pula parade tari-tarian di Prefektur Yamagata yang disebut festival hanagasa, parade lampion festival akita kanto, serta Festival sendai tanabata yang rutin berlangsung setiap tahun sejak 400 tahun terakhir.

Pada sejumlah musim, kita dapat memetik langsung dan menikmati anggur, ceri, apel, stroberi, peach, atau buah plum dari kebun. Aktivitas tersebut menjadikan kunjungan sehat terasa mengesankan, tentunya semakin lengkap jika didukung wisata berbiaya hemat. (IRMA TAMBUNAN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadwal Kereta Wisata Ambarawa Relasi Ambarawa-Tuntang Juni 2024

Jadwal Kereta Wisata Ambarawa Relasi Ambarawa-Tuntang Juni 2024

Travel Update
Itinerary 2 Hari 1 Malam di Badui Dalam, Bertemu Warga dan ke Mata Air

Itinerary 2 Hari 1 Malam di Badui Dalam, Bertemu Warga dan ke Mata Air

Itinerary
3 Aktivitas di Taman Sejarah Bandung, Nongkrong Sambil Belajar Sejarah

3 Aktivitas di Taman Sejarah Bandung, Nongkrong Sambil Belajar Sejarah

Jalan Jalan
Rute Naik Angkot ke Taman Sejarah Bandung dari Gedung Sate

Rute Naik Angkot ke Taman Sejarah Bandung dari Gedung Sate

Travel Tips
Hotel Accor Meriahkan Java Jazz 2024 dengan Kuliner dan Hiburan

Hotel Accor Meriahkan Java Jazz 2024 dengan Kuliner dan Hiburan

Travel Update
787.900 Turis China Kunjungi Indonesia pada 2023, Sebagian ke Labuan Bajo

787.900 Turis China Kunjungi Indonesia pada 2023, Sebagian ke Labuan Bajo

Travel Update
4 Aktivitas yang bisa Dilakukan di Hutan Kota Babakan Siliwangi

4 Aktivitas yang bisa Dilakukan di Hutan Kota Babakan Siliwangi

Jalan Jalan
Sempat Tutup karena Longsor, Kali Udal Gumuk di Magelang Buka Lagi

Sempat Tutup karena Longsor, Kali Udal Gumuk di Magelang Buka Lagi

Travel Update
Hutan Kota Babakan Siliwangi : Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Hutan Kota Babakan Siliwangi : Lokasi, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Jalan Jalan
75.000 Orang Kunjungi Candi Borobudur Saat Peringatan Waisak 2024

75.000 Orang Kunjungi Candi Borobudur Saat Peringatan Waisak 2024

Travel Update
5 Kota Terbaik di Dunia Menurut Indeks Keberlanjutan Destinasi Global

5 Kota Terbaik di Dunia Menurut Indeks Keberlanjutan Destinasi Global

Travel Update
Pengembangan Kawasan Parapuar di Labuan Bajo Terus Diperkuat Penguatan Konten Budaya Manggarai

Pengembangan Kawasan Parapuar di Labuan Bajo Terus Diperkuat Penguatan Konten Budaya Manggarai

Travel Update
Ada Rencana Penerbangan Langsung Rusia-Bali pada Musim Libur 2024

Ada Rencana Penerbangan Langsung Rusia-Bali pada Musim Libur 2024

Travel Update
Indeks Kinerja Pariwisata Indonesia Peringkat Ke-22 di Dunia

Indeks Kinerja Pariwisata Indonesia Peringkat Ke-22 di Dunia

Travel Update
DIY Ketambahan 25 Warisan Budaya Tak Benda, Pokdarwis Digandeng Ikut Lestarikan

DIY Ketambahan 25 Warisan Budaya Tak Benda, Pokdarwis Digandeng Ikut Lestarikan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com