Dua jalan, yakni Jalan Merak (Noorderwalstaat) dan Jalan Mpu Tantular (Westerwalstraat dan Parkhuisstraat), juga diperbaiki dan akan diteruskan ke jalan lain.
Ironisnya, sejak 2003, Pemkot sebenarnya telah memiliki Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kota Lama. Namun, pelaksanaannya tumpul. Misalnya, ada larangan truk berbobot lebih dari 3 ton melintas. Nyatanya, siang-malam truk berat lalu-lalang di sana.
Sangat disayangkan karena dari sisi akomodasi, kawasan ini mulai berbenah menjadi tujuan wisata. Ini bisa dilihat dari tumbuhnya hotel-hotel berbintang di dekat Kota Lama. Dari segi transportasi, penerbangan menuju Semarang bisa dijangkau dari sejumlah kota besar, bahkan dari Kuala Lumpur, Malaysia dan Singapura.
Warisan sejarah
Berdasarkan data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Semarang, jumlah kunjungan wisatawan ke ibu kota Jateng ini setiap tahun meningkat tipis. Pada 2014, jumlah wisatawan sekitar 4,2 juta orang. Pada 2015 menjadi 4,4 juta orang. Sayangnya, dari jumlah 4,4 juta orang itu, wisatawan asing hanya 52.000 orang.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Masdiana Safitri berharap, revitalisasi Kota Lama akan mendongkrak kunjungan wisman. ”Kota Lama bisa jadi pusat wisata sejarah di Jateng. Sejarah perdagangan dunia bisa dipelajari dari sini. Kami akan lebih sering mengadakan acara di Kota Lama,” ujarnya.
Ditilik dari kerangka sejarah, kawasan berjuluk ”Little Netherland”—karena dibangun menyerupai kota-kota modern di Belanda—ini memuat nilai historis begitu besar.
Dalam buku Island of Java, John Joseph Stockdale pada 1811 mencatat, sejak benteng yang melindungi daerah itu dihancurkan pada 1791, kawasan di muara Kali Semarang itu telah menjadi pusat kantor dagang.
Kota yang dibangun pada abad ke-17 ini kian megah didukung perdagangan hasil bumi seperti, karet, kopra, gula, dan aneka rempah. Arsitekturnya cermin kota modern Eropa yang dipengaruhi banyak latar budaya, seperti Belanda, Jerman, Yunani, dan Spanyol.
Kota Lama, lanjut Tjahjono, mesti diarahkan menjadi warisan sejarah yang hidup (living heritage). Bangunan tak dimaknai semata artefak, tetapi juga sejarah dinamis dengan kehidupan di dalamnya yang melintasi peradaban.
Untuk itu, upaya memfungsikan kembali bangunan bersejarah menjadi target utama. ”Tumbuhkan kafe, restoran, atau toko, daripada ditinggal dan ambruk. Yang penting tidak mengubah bangunan cagar budaya,” katanya.
Yang terpenting, pemerintah tak semestinya menjadikan pengakuan UNESCO sebagai tujuan. (Gregorius Magnus Finesso)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.