Devi tidak banyak berkomentar saat dimanjakan kilauan lampu. Matanya tak lepas dari Kastel Cinderela. Mulutnya tak mengatup rapat saat ledakan kembang api menerangi langit Chiba malam itu.
Bukan tanpa alasan Riska mengajak anaknya mengunjungi Tokyo Disneyland. Pernah menjadi anak yang tumbuh bersama karakter Disney, ia ingin berbagi membagikan pelajaran tentang perjuangan dan harapan pada anaknya. Bila dulu ia hanya puas melihat dari buku atau film kartun di televisi, kini Riska mengajak anaknya langsung menikmati dunia Disney.
”Mungkin salah satu hasil menikmati pesan kehidupan dari tokoh Disney adalah saat kami bisa menabung dan saat ini ada di Jepang. Berada di sini bukan lagi mimpi saat semua tugas dan pekerjaan sudah kita lakukan dengan baik,” katanya.
Kerja keras
Perjalanan menuju Tokyo Disneyland jelas bukan pekerjaan murah dan mudah. Butuh enam jam perjalanan udara tanpa transit dari Jakarta menuju Tokyo menggunakan pesawat milik Japan Airlines (JAL). Namun, pelayanan ramah dan nyaman awak JAL membuat jarak dan lama perjalanan tak terasa.
Tiba di Bandara Narita Tokyo, perjalanan harus dilanjutkan dengan bus selama sekitar 45 menit menuju Chiba. Di atas tanah reklamasi puluhan tahun lalu, Tokyo Disneyland berdiri sejak 1983. Wahana pertama di luar Amerika Serikat ini seperti melengkapi pesan pendirinya, Walt Disney. ”Tidak akan lengkap bila tidak ada Disneyland di belahan dunia lainnya,” kata Walt.