Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegelisahan Ignasius Suradin terhadap Pariwisata Manggarai Barat...

Kompas.com - 09/09/2016, 21:24 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

HO CHI MINH CITY, KOMPAS.com - Ignasius Suradin tidak henti-hentinya kedatangan tamu. Mejanya tidak pernah sepi.

Dengan menggunakan bahasa Inggris, pria asli Manggarai Barat, Nusa Tengara Timur itu tak henti-hentinya pula menjelaskan tentang Pulau Komodo, bagian dari tanah kelahirannya.

Ya, pria yang akrab disapa Ignas itu adalah satu dari 18 pengusaha agen perjalanan yang difasilitasi Kementerian Pariwisata untuk mempromosikan destinasi wisata unggulan Indonesia dalam perhelatan akbar International Travel Expo (ITE) Ho Chi Minh City (HCMC) 2016.

Acara itu dihelat di Saigon Exhibition Center, Ho Chi Minh City, Vietnam. Sejak 8 September 2016 hingga hari ini, promosi Ignas di Paviliun 'Wonderful Indonesia', laku keras.

Sejumlah pengusaha agen perjalanan dari luar negeri satu per satu mendatanginya. Mereka bertukar informasi soal apa saja yang ditawarkan Ignas di Pulau Komodo.

Para tamu juga menggali apa bentuk kegiatan di luar paket wisata reguler yang mungkin dilakukan.

"Pada hari pertama, sudah ada 20 orang (pengusaha agen perjalanan luar negeri) yang bertemu saya. Yang dari Vietnam sendiri, ada lima orang pengusaha," ujar Ignas saat berbincang dengan KompasTravel, Jumat (9/9/2016).

Rencananya, Ignas yang merupakan pimpinan dari perusahaan Fantastico Tour itu akan bertemu dengan 28 pengusaha agen perjalanan dari sejumlah negara pada hari ini.

Adapun, pada 10 September 2016 besok, tamu yang datang ke mejanya adalah masyarakat umum yang tertarik berwisata ke Pulau Komodo.

Keunggulan Putra Daerah

Ignas merupakan satu dari sekitar 12 putra daerah yang menjadi pengusaha pariwisata Pulau Komodo. Sebagai sang empunya tanah, profesinya itu mendatangkan banyak keuntungan, baik bagi wisatawan atau bagi tanah leluhurnya sendiri.

Ignas tentu dapat memenuhi permintaan wisatawan dengan baik. Ia kenal dengan hampir setiap orang di kampungnya. Ia juga tahu seluk beluk di sana.

Jika ada permintaan di luar paket wisata reguler, ia dengan mudah mendapatkan cara bagaimana memenuhinya dengan memanfaatkan jaringannya.

Ignas juga dapat menjadi penyambung lidah wisatawan dengan masyarakat setempat. Ia menyatukan tamu-tamunya dengan kultur Flores. Tentunya, hal itu bakal menambah petualangan wisatawan di Pulau Komodo atau Labuan Bajo.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI Komodo (Varanus komodoensis) hidup liar di Pulau Rinca, Jumat (10/6/2016). Populasi komodo di Pulau Rinca yang merupakan bagian dari Taman Nasional Komodo sekitar 2.800 ekor.
"Dulu, wisatawan kerja sama dengan orang di Jakarta. Kami di sini hanya menonton saja. Tapi akhirnya kami ini punya kesadaran. Jika wisatawan-wisatawan itu memilih putra daerah sebagai teman perjalanan mereka, itu namanya right man and the right place," ujarnya sembari tertawa.

Benar saja, peluang yang diambilnya itu menuai sedikit demi sedikit keberhasilan. Kini, perusahaannya hendak membeli satu kapal pesiar bagi wisatawan yang hendak melihat komodo.

Ignas mendatangi sejumlah negara untuk mempromosikan kampung halamannya. Malaysia dan Vietnam merupakan dua negara terakhir yang dikunjunginya.

"Namun, sebagian besar, wisatawan di Labuan Bajo dan Pulau Komodo itu berasal dari Eropa. Sisanya dari Amerika, Asia dan Australia," ujar Ignas.

Profesinya yang dirintis sejak 2013 itu juga mendatangkan rezeki bagi tanah leluhur dan masyarakat setempat.

KOMPAS/AGUS SUSANTO Panorama di Pulau Kelor, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Ia mempekerjakan empat putra daerah di perusahaannya. Jumlah itu belum termasuk pemilik kapal, nahkoda, anak buah kapal hingga pemandu wisata yang dipekerjakannya secara freelance.

Pembangunan kampungnya maju dengan pesat. Unit-unit usaha lokal mulai terbentuk. Meski belum sepenuhnya sesuai dengan harapan, tapi masyarakat sudah mengarah pada sadar wisata sebagai tumpuan ekonominya.

"Ibaratnya, emas sudah datang dari Tuhan. Masyarakatnya sudah siap. Tinggal kami masih menunggu komitmen pemerintah, mulai dari pemerintah kabupaten, provinsi hingga pusat mendukung penuh dengan pembangunan fisik. Kami menunggu komitmen itu sampai saat ini," ujar Ignas.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Penari Caci di Kampung Lembah Paundoa, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur. Permainan rakyat ini dilakukan satu lawan satu. Meski saling pukul dan menimbulkan luka, tidak ada dendam diantara kedua pemain.
Negara Belum Hadir

Ignas dan masyarakat Manggarai Barat masih gelisah. Pemerintah setempat belum menggarap pariwisata Labuan Bajo dan Pulau Komodo secara maksimal dan terencana. Kepada pemerintah pusat misalnya.

Ia masih menunggu kebijakan supaya ada penerbangan langsung dari Kuala Lumpur, Singapura atau kota-kota negara ASEAN langsung ke Labuan Bajo. Saat ini, semua penerbangan transit terlebih dahulu ke Jakarta atau Bali.

"Waktu transitnya pun cukup lama. Sehingga hanya orang yang benar-benar niat sekali untuk datang ke Komodo atau Labuan Bajo," ujar Ignas.

Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat pun sama saja. Ignas melihat pemerintah setempat tidak dapat membaca peluang di sektor pariwisata. Menurut Ignas, itu merupakan kesalahan besar.

Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, soal infrastruktur. Pemerintah daerah belum mewujudkan jalan aspal yang baik di seluruh penjuru kota.

KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Rombongan jurnalis mengabadikan gambar di ruangan dalam Goa Batu Cermin, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Flores, NTT, Rabu (31/8/2016). Goa alam ini sangat cocok untuk mengadakan pertemuan dan rapat karena ruangannya sangat luas.
Air bersih pun kurang memadai, padahal ada satu daerah di kabupaten yang merupakan sumber air bersih.

Kedua, soal perlindungan terhadap pengusaha lokal. Ignas mengatakan, seharusnya pemerintah merancang kebijakan yang dapat melindungi pelaku usaha lokal. Misalnya, menerapkan pajak berbeda antara pengusaha asing dengan pengusaha lokal.

"Saya bukannya rasis. Tapi memang sudah tugas pemerintah daerah untuk melindungi rakyatnya sendiri. Salah satunya bisa dengan menerapkan pajak lebih tinggi kepada pengusaha asing, dan pajak rendah kepada pengusaha lokal," ujar Ignas.

Alhasil, perputaran ekonomi pengusaha lokal bagai bernafas di dalam lumpur. Sangat sulit berkembang.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI Sejumlah kapal merapat di dermaga Loh Buaya di Pulau Rinca, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Jumat (10/6/2016).
Ketiga, menurut Ignas, pemerintah setempat juga kurang mendorong masyarakat untuk lebih sadar wisata. Belum ada kebijakan besar untuk menangani persoalan sampah di sana. Pernak-pernik yang dijadikan oleh-oleh di Pulau Komodo saja didominasi produk dari Jawa.

Ia berharap pemerintah daerah membentuk unit usaha masyarakat agar dapat membuat oleh-oleh dari tangan mereka sendiri. Produk luar seharusnya hanya sebagai tambahan.

Keempat, soal prospek pembangunan tata kota ke depan. Pemerintah daerah dianggap tidak mempunyai rencana mana bagian kota yang diperuntukkan bagi industri wisata, mana bagian yang diperuntukkan bagi perumahan dan pendukungnya.

"Banyak lahan pertanian disulap jadi perumahan. Sementara daging, sayur dan bahan makanan lain kami dari luar. Ini bom waktu. Harusnya kan dibagi-bagi agar pertanian itu mendukung pariwisata. Wisatawan kan butuh makan. Itulah peluang bagi produk pertanian setempat bisa berkembang. Apalagi tanah kami sangat subur," ujar Ignas.

Kelima, pemerintah daerah juga belum dapat menerbitkan regulasi tentang aturan sandar buat kapal di Labuan Bajo.

"Saya pernah berkunjung di Kinabalu. Di sana rapi sekali kapal-kapal bersandar. Ternyata mereka punya aturan yang dikeluarkan pemerintah setempat. Kami di Labuan Bajo amburadul. Tidak ada estetika," ujarnya.

Ignas dan kawan-kawannya bukan kecewa, bukan pula putus harapan. Mereka hanya masih menunggu komitmen 'negara harus hadir'...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Festival Gelar Budaya Hari Nelayan Palabuhanratu Ke-64 di Sukabumi, Ada Atraksi Akrobatik

Festival Gelar Budaya Hari Nelayan Palabuhanratu Ke-64 di Sukabumi, Ada Atraksi Akrobatik

Travel Update
11 Kewajiban Pendaki Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi Demi Keselamatan

11 Kewajiban Pendaki Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi Demi Keselamatan

Travel Update
6 Tips Berkunjung ke Kebun Binatang dengan Balita

6 Tips Berkunjung ke Kebun Binatang dengan Balita

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di Taman Satwa Cikembulan, Catat Jadwal Show

Aktivitas Seru di Taman Satwa Cikembulan, Catat Jadwal Show

Jalan Jalan
Gunung Kelimutu Waspada, Wisata ke Danau Kelimutu Dibatasi

Gunung Kelimutu Waspada, Wisata ke Danau Kelimutu Dibatasi

Travel Update
Cara Menuju ke Taman Satwa Cikembulan Garut Jawa Barat

Cara Menuju ke Taman Satwa Cikembulan Garut Jawa Barat

Jalan Jalan
5 Wisata Sejarah Dekat Candi Borobudur, Destinasi Penggemar Sejarah

5 Wisata Sejarah Dekat Candi Borobudur, Destinasi Penggemar Sejarah

Jalan Jalan
Harga Tiket Masuk Terbaru di Taman Satwa Cikembulan

Harga Tiket Masuk Terbaru di Taman Satwa Cikembulan

Jalan Jalan
Taman Satwa Cikembulan, Kebun Binatang Favorit Keluarga di Garut

Taman Satwa Cikembulan, Kebun Binatang Favorit Keluarga di Garut

Jalan Jalan
4 Wisata Dekat Pasar Kreatif Jawa Barat di Bandung, Wisata Edukasi dan Sejarah

4 Wisata Dekat Pasar Kreatif Jawa Barat di Bandung, Wisata Edukasi dan Sejarah

Travel Update
Hujan Misterius Terjadi di Dalam Kabin Pesawat JetBlue A320

Hujan Misterius Terjadi di Dalam Kabin Pesawat JetBlue A320

Travel Update
Desa Lauterbrunnen di Swiss Akan Pungut Biaya Masuk Akibat Lonjakan Wisatawan

Desa Lauterbrunnen di Swiss Akan Pungut Biaya Masuk Akibat Lonjakan Wisatawan

Travel Update
Spot Sunrise Dekat Candi Borobudur, Sekalian Kunjungi

Spot Sunrise Dekat Candi Borobudur, Sekalian Kunjungi

Jalan Jalan
Jumlah Penumpang di Stasiun Malang Saat Libur Waisak Naik 37 Persen

Jumlah Penumpang di Stasiun Malang Saat Libur Waisak Naik 37 Persen

Travel Update
Tarif Masuk ke Venesia Belum Efektif Kurangi Lonjakan Jumlah Wisatawan

Tarif Masuk ke Venesia Belum Efektif Kurangi Lonjakan Jumlah Wisatawan

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com