”Ternyata, keberadaan gajah tak hanya untuk wisata. Lebih dari itu, hewan itu merupakan satwa penting untuk menjaga kelestarian alam. Pantas banyak aktivis yang getol mengajak masyarakat menjaga gajah agar tidak punah,” ucap Ferdian.
Pemimpin CRU Sampoiniet Samsul Rizal mengatakan, CRU didirikan Lembaga Fauna and Flora International (FFI) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh pada 2008. Pendirian itu dilatarbelakangi seringnya konflik antara gajah liar dan manusia di Aceh Jaya.
Meski demikian, eksistensi CRU tidak lama. Pada 2012, CRU mendapatkan tentangan dari warga setempat sehingga ditutup. ”Ketika itu, ada insiden antara CRU dan masyarakat. Selain itu, komunikasi di antara kedua pihak kurang baik,” katanya.
Namun, pasca CRU ditutup, konflik antara gajah liar dan manusia kian menjadi-jadi. Bahkan, konflik terjadi setiap hari di semua kecamatan di Aceh Jaya. Nilai kerugian masyarakat tak terhitung lagi banyaknya. Mereka kehilangan kebun dan rumah yang porak-poranda diamuk gajah liar.
Melihat kondisi itu, Lembaga Aceh Climate Change Initiative bersama BKSDA Aceh berinisiatif untuk mengatifkan lagi CRU. Mereka pun berupaya menyakinkan masyarakat. Ternyata, masyarakat yang sudah resah menyambut positif pembukaan kembali CRU itu.
Pada 28 Maret 2016, CRU resmi beroperasi lagi dengan anggotanya 4 pawang, 4 asisten pawang, 4 gajah, dan 16 ranger atau penjaga hutan.
”Kami bertanggung jawab mengantisipasi konflik antara gajah liar dan manusia. Selain itu, kami juga rutin melakukan patroli hutan setiap Sabtu guna mencegah pembalakan liar,” tutur Samsul.
Wisata dan edukasi
Samsul menuturkan, saat ini, pihak CRU berupaya melakukan pendekatan yang berbeda dengan sebelumnya. Dulu, pendekatannya lebih banyak dilakukan dengan menyampaikan sosialisasi berupa teori-teori yang rumit.
Saat ini, pihaknya melakukan pendekatan dengan menjadikan CRU sebagai wahana wisata dan edukasi yang menyenangkan.
Melalu cara itu, manusia bisa berinteraksi dan belajar secara langsung dan menyenangkan dengan gajah dan alam. Hal ini bisa menimbulkan ingatan kolektif yang positif mengenai pentingnya keberadaan gajah dan alam.
Cara ini bisa menimbulkan kedekatan emosional antara manusia dan alam, termasuk gajah. ”Kalau sudah dekat, akan lebih mudah mengajak dan menimbulkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan alam,” ujar Samsul.