Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Museum di Bangunan Sarat Sejarah

Kompas.com - 18/09/2016, 21:46 WIB

Seperti rumah bangsawan Jawa umumnya, pendapa hingga kini masih digunakan untuk penyelenggaraan hajatan, seperti pernikahan.

Gandhok di bagian kanan dan kiri menjadi semacam teras yang digunakan untuk bersantai, sedangkan pringgitan dulu dipakai untuk pertunjukan wayang. Tempat pos penjagaan dulu merupakan kandang kuda, sedangkan garasi pada awalnya merupakan tempat kereta.

Pintu gerbang di sebelah barat berfungsi sebagai pintu masuk, sedangkan pintu keluar ada di sebelah timur.

Begitu memasuki halaman, mata langsung disuguhi keindahan kolam dengan patung manusia dan buaya yang merupakan candra sengkala atau tanda tahun pendirian bangunan tersebut. Meriam panjang diposisikan di kanan dan kiri bangunan utama.

Terpisah dari Dalem Wuryaningratan, namun masih berada dalam satu kompleks, Santosa mendirikan Museum Batik Danar Hadi di sebelah timur. Museum yang diresmikan Megawati Soekarnoputri pada 20 Oktober 2000 itu menyimpan lebih dari 10.000 potong koleksi batik yang dikumpulkan Santosa sejak 1967.

Ruang museum dibagi menjadi 11 ruangan untuk memajang koleksi batik kuno. Koleksi dibagi dalam sembilan jenis batik, yaitu batik belanda, cina, djawa hokokai, batik pengaruh india, keraton, batik pengaruh keraton, sudagaran dan batik petani, batik indonesia, dan danar hadi.

KOMPAS/RIZA FATHONI Santoso Doellah di hall utama Museum Batik Danar Hadi.
Koleksi batik belanda, misalnya, mempertontonkan koleksi yang dibuat perempuan Indo-Belanda pada 1840-1910.

Batik-batik belanda itu mempertontonkan keindahan dengan pola bunga, dedaunan, binatang, hingga mengambil tema cerita tertentu, seperti putri salju, si topi merah, dan hanzel & gretel.

Koleksi dari pelopor batik belanda, seperti Chatarina Carolina van Oosterom, Carolina Yosephina von Franquemont, dan Van Zuylen, juga bisa dinikmati di museum.

”Saya, tuh, kadang-kadang sedih. Kalau koleksi dipamerkan seperti ini memang bakalan bisa rusak. Iki eman-eman banget, sebetulnya, ya, rugi. Tapi, kesenangan saya, ya, di batik. Ingin menunjukkan koleksi batik-batik ini kepada kawula muda. Bagi yang tahu batik, sangat indah,” tutur Santosa sambil memandang ke arah batik koleksinya yang dipajang di museum.

Bagi mereka yang ingin belajar tentang batik Keraton Surakarta, museum ini menjadi satu-satunya rujukan. GKR Koes Moertyah Wandansari atau Gusti Mung dari Keraton Surakarta juga segera merujuk ke Museum Danar Hadi ketika ditanya tentang representasi kekayaan batik Keraton Surakarta.

KOMPAS/RIZA FATHONI Taman belakang Ndalem Wuryoningratan di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta.
Selain batik Keraton Surakarta, museum ini pun diperkaya dengan batik dari Keraton Yogyakarta, Pura Pakualaman, dan Pura Mangkunegaran.

Lewat museum, perjalanan Batik Danar Hadi sejak 1967 pun diceritakan. Bersanding dengan keelokan menikmati keindahan koleksi batik dari seluruh Nusantara. (Mawar Kusuma)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 September 2016, di halaman 28 dengan judul "Museum di Bangunan Sarat Sejarah".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com