SANTOSA DOELLAH (75), pemilik sekaligus Direktur Utama PT Batik Danar Hadi, jatuh hati pada bangunan yang kini menjadi House of Danar Hadi sejak masa kecil.
Bangunan di lahan seluas 1,5 hektar itu dulu dikenal sebagai kediaman keluarga KPH Wuryaningrat, menantu sekaligus pepatih Raja Kasunanan Surakarta Paku Buwono X.
Bangunan dengan konsep Jawa yang disebut Dalem Wuryaningratan itu dibangun sekitar tahun 1890 oleh arsitek dari Belanda sebelum dibeli oleh Santosa pada 1998 senilai Rp 27 miliar.
”Ketika tahu rumah itu dijual, saya kaget sekali. Waktu kecil saya sering ambil mangga talijiwo di halamannya dan bermimpi bisa memilikinya suatu saat nanti,” kata Santosa.
Begitu menjadi miliknya, Santosa tak menjadikan Dalem Wuryaningratan di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta, itu sebagai istana pribadi.
Masyarakat umum pun bebas mengakses gedung yang sudah meninggalkan kesan angker sebagai rumah bangsawan Jawa itu.
Apalagi, Dalem Wuryaningratan merupakan bangunan cagar budaya yang menyimpan sejarah panjang, termasuk sejarah kemerdekaan Indonesia.
Bangunan paviliun di sebelah timur bangunan induk, misalnya, sempat digunakan KPH Wuryaningrat untuk menerima tamu dan berdiskusi terkait kegiatan pergerakan kemerdekaan, seperti persiapan penggabungan Budi Utomo dan Partai Bangsa Indonesia menjadi Partai Indonesia Raya.
KPH Wuryaningrat pernah menjabat Ketua Pengurus Besar Budi Utomo, Ketua Partai Indonesia Raya, dan anggota DPR (1950-1951). Di rumah itu pula digelar rapat perumusan tuntutan kepada Jepang agar Bung Karno dan Bung Hatta yang diasingkan ke Bengkulu dan Banda segera dikembalikan kepada bangsa Indonesia.
Pemugaran dilakukan dengan klasifikasi preservasi dan rekonstruksi bangunan. Preservasi mensyaratkan pelestarian bangunan seperti keadaan asli dan rekonstruksi berarti mengembalikan bangunan semirip mungkin dengan keadaan semula.
Tak hanya bangunan utama yang dikembalikan ke wujud aslinya yang kental bernuansa Eropa, tata ruangnya pun tetap mengikuti konsep rumah adat Jawa.
Tata ruang tersebut terdiri dari pendapa, pringgitan, ndalem ageng, gandhok kiwa dan gandhok tengen, serta sebuah ruang keluarga dengan gaya Eropa. Santosa juga memikirkan setiap detail interior agar kembali seperti semula.
Bangsawan Jawa
Seperti rumah bangsawan Jawa umumnya, pendapa hingga kini masih digunakan untuk penyelenggaraan hajatan, seperti pernikahan.
Pintu gerbang di sebelah barat berfungsi sebagai pintu masuk, sedangkan pintu keluar ada di sebelah timur.
Begitu memasuki halaman, mata langsung disuguhi keindahan kolam dengan patung manusia dan buaya yang merupakan candra sengkala atau tanda tahun pendirian bangunan tersebut. Meriam panjang diposisikan di kanan dan kiri bangunan utama.
Terpisah dari Dalem Wuryaningratan, namun masih berada dalam satu kompleks, Santosa mendirikan Museum Batik Danar Hadi di sebelah timur. Museum yang diresmikan Megawati Soekarnoputri pada 20 Oktober 2000 itu menyimpan lebih dari 10.000 potong koleksi batik yang dikumpulkan Santosa sejak 1967.
Ruang museum dibagi menjadi 11 ruangan untuk memajang koleksi batik kuno. Koleksi dibagi dalam sembilan jenis batik, yaitu batik belanda, cina, djawa hokokai, batik pengaruh india, keraton, batik pengaruh keraton, sudagaran dan batik petani, batik indonesia, dan danar hadi.
Batik-batik belanda itu mempertontonkan keindahan dengan pola bunga, dedaunan, binatang, hingga mengambil tema cerita tertentu, seperti putri salju, si topi merah, dan hanzel & gretel.
Koleksi dari pelopor batik belanda, seperti Chatarina Carolina van Oosterom, Carolina Yosephina von Franquemont, dan Van Zuylen, juga bisa dinikmati di museum.
”Saya, tuh, kadang-kadang sedih. Kalau koleksi dipamerkan seperti ini memang bakalan bisa rusak. Iki eman-eman banget, sebetulnya, ya, rugi. Tapi, kesenangan saya, ya, di batik. Ingin menunjukkan koleksi batik-batik ini kepada kawula muda. Bagi yang tahu batik, sangat indah,” tutur Santosa sambil memandang ke arah batik koleksinya yang dipajang di museum.
Bagi mereka yang ingin belajar tentang batik Keraton Surakarta, museum ini menjadi satu-satunya rujukan. GKR Koes Moertyah Wandansari atau Gusti Mung dari Keraton Surakarta juga segera merujuk ke Museum Danar Hadi ketika ditanya tentang representasi kekayaan batik Keraton Surakarta.
Lewat museum, perjalanan Batik Danar Hadi sejak 1967 pun diceritakan. Bersanding dengan keelokan menikmati keindahan koleksi batik dari seluruh Nusantara. (Mawar Kusuma)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 September 2016, di halaman 28 dengan judul "Museum di Bangunan Sarat Sejarah".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.