Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bule Ini Mendaki 21 Gunung di Indonesia Dalam Sebulan

Kompas.com - 04/06/2017, 03:10 WIB

Rémi Colbalchini (29), pendaki gunung asal Perancis, lega. Target mendaki 20 gunung berapi di Indonesia selama sebulan telah dilakoninya. Berbekal pengalaman itu, dia kian mengenal negeri ini dan siap berbagi pengalamannya dengan orang banyak.

"Rasanya luar biasa bisa menyelesaikan ini. Awalnya, saya sempat ragu apakah cukup 15 gunung api saja atau 20. Akhirnya, saya pastikan 20 gunung api. Ternyata, saya bisa mendaki 21 gunung api," ucapnya bersemangat, Minggu (14/5/2017), sesaat sebelum meninggalkan Indonesia untuk kembali ke negara asalnya, Perancis.

Persiapan dilakukan beberapa bulan sebelumnya, baik persiapan fisik, peralatan, maupun uang. Misi yang dinamainya KakiApi itu dimulai pada 6 April 2017. Gunung pertama yang dituju adalah Sibayak di Medan, Sumatera Utara.

Rata-rata, ia menghabiskan 3 jam untuk mendaki satu gunung dan 3 jam untuk turun. Ia bahkan menyelesaikan pendakian Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing dalam 9 jam saja.

(BACA: Jangan Main Ponsel saat Terjadi Badai di Gunung)

Bagi Rémi, mendaki gunung seperti ini tidak sekadar membutuhkan kekuatan fisik. Lebih dari itu, perencanaan dan fokus selama perjalanan amatlah penting.

Tanggal 6 Mei lalu, Rémi merampungkan pendakian Gunung Iya di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Itu adalah gunung ke-21 dalam rangkaian KakiApi ini.

Alam dan sampah

Sepanjang perjalanan, Rémi tidak bisa menyembunyikan kekagumannya akan keelokan alam dan beragamnya fauna di gunung api. Dengan mudah, ia menemukan aneka jenis burung, terbangun oleh gerakan musang, atau monyet.

(BACA: Simak 5 Tips Aman Saat Mendaki Gunung)

Hanya saja, keindahan alam itu terkoyak oleh banyaknya sampah yang berserakan hampir di semua gunung. Semakin banyak gunung itu didaki orang, semakin banyak jejak sampahnya.

”Anda tahu bagaimana saya tidak tersesat saat menemukan percabangan jalan? Saya lihat jejak sampahnya. Kalau jalan itu bersih dari sampah, bisa dipastikan saya salah jalan,” ucap pria yang tidak terlalu fasih berbahasa Indonesia itu.

Pengalaman itu, menurut Rémi, merupakan ironi di alam terbuka yang indah. Di perjalanan, ia pun masih melihat sejumlah pendaki yang membuang sampah sembarangan di perjalanan.

Mendaki gunung berapi ini juga membawa Rémi bertemu dengan orang-orang baik. ”Ada juga pendaki yang menawari saya kopi. Tapi, karena saya memburu waktu, saya tidak bisa menerima tawaran itu,” ujarnya.

Karena memburu waktu, Rémi menyiapkan logistiknya di sekitar jalur pendakian. Ia pun mempertimbangkan barang bawaan yang ringan agar bisa mendaki gunung dengan cepat.

Lantaran sebelumnya sudah 1,5 tahun di Indonesia, Rémi pun terbiasa makan nasi. Jadilah nasi bungkus dengan lauk telur menjadi bekal setianya mendaki gunung, di samping biskuit dan air mineral.

”Nasi bagus untuk energi dan stamina. Membuat saya tidak mudah lapar,” jelasnya.

”Saya biasanya minta dibuatkan nasi bungkus di warung yang ada di desa terakhir. Saya bawa nasi bungkus karena di atas gunung saya tidak memasak demi menghemat waktu,” tuturnya.

Kehilangan tenda

Rémi menyelesaikan hampir seluruh pendakian ini seorang diri saja. Hanya pendakian satu gunung yang ditemani oleh temannya, yakni Gunung Ceremai.

Pengalaman buruk dialaminya saat mendaki Gunung Marapi di Sumatera Barat. Saat akan menuju puncak, ia meninggalkan tenda dan sejumlah logistiknya di pos terakhir. Hal ini sebenarnya lumrah dilakukan setiap pendaki.

(BACA: Hampir 1,5 Ton Sampah Diangkut dari Gunung Rinjani)

Sekembalinya dari puncak, Rémi mendapati barang-barangnya sudah raib. Padahal, ia hanya meninggalkan barang itu sekitar 1 jam saja. Rémi sempat stres karena kehilangan banyak barang, padahal perjalanannya masih panjang.

Ketidakamanan di jalur pendakian itu yang membuat banyak orang di Indonesia lebih suka mendaki berkelompok. ”Saya sering membuat orang kaget saat mengatakan saya mendaki sendirian, tanpa teman,” ucapnya.

Pesawat hingga ojek

Rémi membiayai sendiri hampir seluruh pendakian gunung. Sebagian besar pembiayaan itu habis untuk transportasi, terutama pesawat terbang.

Di Jawa, ia menggunakan kereta api untuk mencapai kota-kota tempat pendakian dimulai. Sesekali, ia menggunakan kapal, seperti saat akan mencapai Lombok.

Adapun transportasi menuju kaki gunung lebih banyak ditempuhnya dengan sepeda motor, baik dengan menyewa sepeda motor dan mengendarainya sendiri maupun dengan menggunakan jasa ojek.

Pilihan moda transportasi yang terbatas ini juga membuat Rémi harus mencoret sejumlah gunung api dari daftar, antara lain Gunung Arjuno, Rao, dan Tambora.

”Untuk mencapai gunung itu, dibutuhkan 1 hari untuk berangkat dan 1 hari untuk pulang. Dengan perhitungan waktu 1 bulan, saya tidak mungkin mencapainya,” kata Rémi.

Pengalaman KakiApi ini menginspirasi Rémi untuk menyiapkan detail informasi pendakian gunung berapi yang ada di Indonesia.

”Bagi orang Perancis, hanya 1-2 gunung berapi di Indonesia yang akrab, seperti Rinjani dan Bromo. Tapi, yang lain mereka tidak tahu. Menurut rencana, saya mau membagikan pengalaman saya ini,” ujarnya.

Sejumlah kosakata kunci, seperti jalur, puncak, kiri, kanan, apakah ojek ada?, rental motor?, menjadi tambahan kata-kata penting yang akan dicantumkannya dalam bukunya.
Kosakata ini, menurut Rémi, penting karena sebagian besar warga di kaki gunung hanya mengenal bahasa Indonesia.

Akrab sejak kecil

Mendaki bukit diakrabi Rémi sejak kecil. Memang, bukan mendaki gunung berapi karena di Perancis tidak ada gunung api. Yang ada adalah deretan Pegunungan Alpen.

”Di Perbukitan Alpen, saya dan adik laki-laki saya sering diajak mendaki bukit pada musim panas. Waktu itu, saya berumur sekitar 10-11 tahun. Itu jalur akrab buat kami karena dilakukan setiap sekali dalam sebulan,” katanya.

Menginjak usia 25 tahun, Rémi mulai menjajal maraton atau trail race alias berpacu di alam. ”Dan, saya menyukainya,” ucapnya sambil tersenyum.

Pengalaman itu kian terasah saat ia mendapatkan kesempatan bekerja di Indonesia. Waktu itu, ia bergabung dengan sebuah perusahaan di Perancis yang menjual peralatan pendeteksi seismik dan gempa bumi.

Sebagai insinyur, Rémi dipercaya untuk menjelaskan penggunaan alat kepada klien serta memperbaiki alat jika
rusak.

Salah satu pengguna alat itu adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Jadilah ia terikat kontrak untuk menjalani tugas itu di Indonesia pada 1 September 2015 hingga 28 Februari 2017.

”Ketika di Indonesia, saya mengecek situs, apakah ada kegiatan maraton atau trail race. Ternyata ada. Lalu saya ikuti Rinjani Race dan Bromo Race. Itu asyik. Lomba lari di gunung berapi,” kata Rémi bersemangat mengenang kembali pengalamannya itu.

Di pengujung masa kerjanya, dia berambisi membuat rekor sendiri. Saat itulah ia mulai menimbang proyek KakiApi ini. Nama KakiApi, menurut Rémi, tercetus setelah ia mempertimbangkan sejumlah hal.

”Awalnya ada banyak pilihan nama. Saya sampai lupa jumlahnya. Tetapi, saya lebih sreg dengan nama KakiApi karena kata KakiApi itu terdengar bagus di Perancis. Itu seperti nama keren untuk anak kecil,” ujarnya. (AGNES RITA SULISTYAWATI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Juni 2017, di halaman 16 dengan judul "Sebulan Mendaki 21 Gunung Api".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com