Di sana, tim pesepeda melihat ribuan kelalawar bergelantungan di pohon. Ketika diganggu dengan suara sirine yang keluar dari alat pengeras, kawanan kelelawar itu langsung beterbangan mengelilingi pulau.
Panitia juga mengajak melihat budaya masyarakat Flores di kampung tradisional di Bena dan Wae Rebo serta sawah jaring laba-laba.
Stefanus Tejo (54), salah satu pesepeda mengaku terpesona panorama Flores.
Ia pertama kali menginjakkan kaki di Flores pada Agustus 2016 ketika mengikuti Jelajah Sepeda Flores-Timor yang digelar Kompas.
Empat bulan kemudian, ia kembali bersama keluarganya dan teman-teman untuk liburan.
Stef tak bosan kembali mengikuti Jelajah Sepeda Flores diulangi Kompas dengan rute berbeda.
"Panoramanya ngga usah cerita, itu bagus. Ngga ada habisnya, luar biasa," kata Stef.
Enam hari perjalanan, tim jelajah disambut hangat warga yang dilewati. Mereka berkerumun di pinggir-pinggir jalan begitu melihat rombongan bersepeda melintas.
Para bocah kerap membuat tawa. Dari kejauhan, mereka sudah berlari mendekati rombongan.
Ada yang kegirangan, berteriak, berjoget, tertawa dan beragam ekspresi lain. Apalagi kalau melewati sekolah dasar. Meriah!
Tak sedikit yang menyapa "halo, mister". Mereka menyangka kami rombongan turis asing.
Beberapa pesepeda merelakan bekal cemilan yang mereka bawa untuk diberikan kepada anak-anak.
"Selamat pagi", "selamat siang", "selamat sore", "semangat", begitu sapaan para mama atau bapa kepada para pesepeda. Senyum mereka mengembang.