Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Sejarah Kelam Tasmania di Port Arthur

Kompas.com - 03/12/2017, 20:18 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Selain ke tempat "rekreasi" tempat lain yang bisa dikunjungi para narapidana adalah kapel penjara. Sebanyak empat kali sepekan mereka harus hadir di kapel dan mengikuti kebaktian.

"Saat itulah mereka boleh mengeluarkan suara, itupun hanya untuk berdoa atau melantunkan lagu-lagu gereja," tambah Stan.

Meski boleh bersuara di gereja, para narapidana ini tetap tak bisa berkomunikasi dengan sesamanya.

Sebab, mereka menghadiri kebaktian bukan duduk di bangku seperti di gereja pada umumnya, tetapi mereka berdiri di dalam bilik-bilik yang dibatasi pintu.

Alhasil, selama kebaktian pandangan para narapidana hanya tertuju ke arah mimbar dan tak ada kemungkinan mereka mengintip rekan yang ada di sebelahnya.

Apalagi, dua orang penjaga selalu hadir dan memerhatikan semua perilaku para narapidana itu.

"Penjaga mencatat semua kesalahan narapidana, jika tercatat sudah melakukan 100 kesalahan, maka para narapidana ini akan menjalani hukuman tambahan."

Ruang isolasi

Bangunan berwarna merah ini di masanya adalah rumah sakit untuk menampung para narapidana yang mengalami gangguan jiwa. Namun, kini fungsinya berubah menjadi sebuah museum.Kompas.com/Ervan Hardoko Bangunan berwarna merah ini di masanya adalah rumah sakit untuk menampung para narapidana yang mengalami gangguan jiwa. Namun, kini fungsinya berubah menjadi sebuah museum.
Hukuman tambahan itu adalah dikurung di sebuah ruang isolasi yang gelap gulita maksimal selama 28 hari.

"Jika hukuman isolasi sudah di atas satu pekan, narapidana diizinkan keluar dari selnya selama satu jam setiap empat hari," papar Stan.

Tak ayal, hukuman semacam ini mengakibatkan sebagian besar narapidana mengalami gangguan jiwa.

"Mereka yang menjadi gila kemudian dikirim ke rumah sakit jiwa di sebelah penjara ini, yang sekarang berfungsi sebagai museum," kata Stan.

Pada 1953, pengiriman narapidana dari Inggris berhenti karena sistem hukum yang berubah di negara itu.

Imbasnya, Port Arthur tak lagi memiliki cukup tahanan untuk melakukan semua kegiatannya. Akhirnya pada 1877, penjara Port Arthur berhenti beroperasi dan diserahkan kepada pihak swasta.

Sejak 1987, situs bersejarah ini dikelola oleh Otorita Pengelola Situs Bersenjarah Port Arthur yang melakukan konservasi yang dibiayai pemerintah Tasmania serta uang dari tiket yang dibeli pengunjung.

Pada 31 Juli 2010, Komite Warisan Dunia UNESCO memasukkan Port Arthur ke dalam daftar benda warisan dunia sebagai bagian dari situs sejarah penjara-penjara di Australia.

Hingga hari ini, Port Arthur menjadi salah satu situs sejarah Australia yang paling dikenal yang mampu menarik 250.000 wisatawan setiap tahunnya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com