Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Murdijati Gardjito Angkat Martabat Kuliner Indonesia

Kompas.com - 29/05/2018, 12:21 WIB
Silvita Agmasari,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Bola mata Murdijati tidak lagi hitam jernih. Ada selaput berwarna abu melingkupi bola matanya.

Usia membuat perempuan bernama lengkap Murdijati Gardjito ini menyerahkan penglihatannya. Namun tidak pada ilmu pengetahuan.

Sisa hidupnya, ia dedikasikan untuk meneliti kuliner Indonesia.

Murdijati Gardjito, kelahiran Yogyakarta 21 Maret 1942, adalah peneliti pada Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.

Perempuan yang akrab disapa Mur ini bisa dibilang sebagai "sepuh"-nya kuliner Indonesia. Ia melahirkan 54 buku mengenai kuliner Indonesia, hasil penelitian yang dilakukan olehnya dan rekan-rekannya.

"Saya dari kecil belajar ilmu pangan, tetapi saya merasa berdiri di atas angin. Tidak punya pijakan. Saya bertanya pada diri saya sendiri, 'Apakah makanan Indonesia itu?' Saya tidak pernah bisa menjawab," kata Murdijati saat ditemui di kediamannya, Yogyakarta, Rabu (9/5/2018). 

Baca juga: Jalan Terjal Menuju Kejayaan Wisata Kuliner Indonesia

Semakin tua, Mur bercerita ia semakin gelisah melihat perkembangan kuliner Indonesia. Akhirnya pada 2003, ia memutuskan untuk memulai penelitian mengenai kuliner Indonesia.

Semangatnya kian menjadi ketika melihat banyak hasil penelitian pangan di Indonesia sendiri justru berfokus pada kuliner internasional.

"Makanan khas Indonesia itu adalah suatu alat untuk membangun kebangkitan bangsa pada era seperti sekarang. Makanan tradisional itu kekuatan bangsa Indonesia," jelas Mur.

Hidangan yang dijual di Warung Mangut Lele Mbah Marto, Bantul, YogyakartaKompas.com/Silvita Agmasari Hidangan yang dijual di Warung Mangut Lele Mbah Marto, Bantul, Yogyakarta

Hasil riset Mur bersama para asistennya mencatat Indonesia punya 3.257 hidangan. Dari angka tersebut 1.100 terdiri dari kudapan basah serta kering, 150 berupa minuman, 208 hidangan pokok, dan 1.800 lauk pauk basah serta kering.

Ada 931 etnis yang dapurnya teridentifikasi dalam penelitian Mur bersama rekan. Mayoritas tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Sisa daerah seperti Maluku dan Papua menurut Mur informasi mengenai dapurnya masih sangat minim.

"Setelah tahu kita punya hidangan sebanyak itu kita patut berbangga karena Indonesia punya keanekaragaman hayati kedua paling lengkap di dunia setelah Brasil. We are the greatest kitchen in the world! dan sekarang ada buktinya," sebut Mur.

Angkat martabat kuliner Indonesia

Penelitian Mur dan rekan-rekannya untuk kuliner Indonesia tergolong penting. Belum banyak hasil penelitian mengenai kuliner Indonesia yang komprehensif.

Salah satu buku yang mencatat kuliner Indonesia adalah Mustika Rasa, tahun 1964. 

Buku tersebut merupakan inisiatif Presiden Soekarno untuk mencatat kuliner se-Indonesia. Tugas tersebut ia berikan kepada istrinya, Hartini.

Setelah Mustika Rasa terbit, belum ada buku kuliner di Indonesia yang mendata kuliner Indonesia dengan lengkap, terutama dari negara.

Buku Mustika Rasa, membahas kuliner nusantara yang diterbitkan oada zaman pemerintahan Soekarno.Kompas.com/Silvita Agmasari Buku Mustika Rasa, membahas kuliner nusantara yang diterbitkan oada zaman pemerintahan Soekarno.

Hasil penelitian juga penting untuk memantapkan indentitas kuliner Indonesia agar tak mudah diklaim oleh bangsa lain.

Selain itu, tanpa dokumentasi tertulis segala resep dan sejarah kuliner Indonesia dapat terancam punah, tidak dikenal oleh generasi mendatang.  

Di usia senja dengan keterbatasan fisik, Mur yang masih terus meneliti. Ia kerap menjadi pembicara di forum kuliner dalam skala besar maupun kecil, informal maupun formal.

Mur adalah tempat bertanya akedemisi, praktisi, sekaligus wartawan di bidang kuliner.

"Kegiatan di bidang kuliner ini raksasa untuk membangun perekonomian bangsa. Produk kuliner itu mereupakan produk yang dikonsumsi masuk ke semua mulut semua orang.

Kalau itu berasal dari tanah air Indonesia sendiri, tidak diimpor itu akan menjadi kesibukan yang multi efek, membangun kemandirian, ekonomi, produktif, dan kesehatan jiwa," jelas Mur.

Seminar Kuliner Citarasa Pedas dari FTP UGM, Selasa (8/5/2018).Kompas.com/Silvita Agmasari Seminar Kuliner Citarasa Pedas dari FTP UGM, Selasa (8/5/2018).

Atas usahanya Mur diganjar penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sebagai Peneliti dan Pelestari Kuliner Tradisional pada Anugerah Kebudayaan, Kategori Pelestari dan Pengembang Warisan Budaya tahun 2013. 

Mur juga menerima penghargaan sebagai Pelestari Kuliner (Makanan Tradisional) dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2011.

"Saya tidak akan berhenti menulis sepanjang hayat kalau Tuhan mengizinkan. Sekarang ini yang saya minta kepada Tuhan hanya anugerah suapa bisa tetap dapat menulis karena yang saya mau tulis masih banyak sekali," kata Mur.

Penglihatan Mur memang gelap, tetapi semangatnya menyala. Ia lantang mengangkat martabat kuliner Indonesia agar jadi tuan rumah di negeri sendiri. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com