ACEH SINGKIL, KOMPAS.com – Arus lalu lintas yang menghubungkan Kabupaten Aceh Singkil dengan Kota Subulussalam, Aceh sore itu, Sabtu (14/7/2018) terlihat sepi.
Hanya satu atau dua kendaraan saja yang melintas. Di sisi kanan dan kiri jalan dipenuhi rimbun pohon sawit milik beberapa perusahaan swasta di kawasan itu.
Antara Kota Singkil dengan Kota Subulussalam hanya terpaut satu jam dengan kendaraan bermotor. Namun, jalanan menanjak dan terkadang berkelok plus menurun membuat para pengendara harus ekstra hati-hati.
Tak jarang, di sisi kanan-kiri jalan terdapat jurang menganga. Begitu memasuki kawasan Desa Mendumpang, Kecamatan Suro, Kabupaten Aceh Singkil, mobil yang saya tumpangi menepi.
“Kalau yang itu harganya Rp 30.000 per butir, yang ini Rp 25.000 per butir,” kata seorang pedagang durian, Hafsah.
Wanita berkerudung merah itu tampak teliti. Sesekali dia menjelaskan asal durian yang dibelinya dari Desa Siatas, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil.
“Kalau durian dari Mendumpang belum jatuh. Mungkin sebulan lagi,” katanya.
Di samping lapaknya, terdapat pondok berukuran mini. Di sana lah, lemang dengan bahan ketan dan santan di masak. Api yang memanggang lemang dibiarkan perlahan hidup. Begitu ada pembeli lemang itu tetap panas.
“Sehari bisa laku 200 butir,” sebut Hafsah malu-malu.
Di sisi lain, ia juga melayani pembeli lemang saja. Untuk lemang dipatok Rp 15.000 per bambu ukuran satu meter.
“Malam agak sepi. Hanya angkutan umum saja yang lewat,” katanya.
Aroma lemang dengan santan nan khas begitu menggoda begitu bambunya dibelah. Pembeli sebagian memakan durian plus lemang itu langsung di pondok tersebut. Hafsah menyiapkan cuci tangan, dan baskom tempat biji dan kulit durian untuk pembeli.