Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memicu Adrenalin, Ini 4 Festival "Berbahaya" dari Berbagai Negara

Kompas.com - 26/09/2018, 20:10 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

Perayaan ini juga untuk memelihara adat istiadat setempat. Dalam pelaksanaan, tak semua roket sampai mengenai sasaran. Terkadang, roket juga meleset dan merusak properti warga.

Salah satu legenda mengatakan bahwa desa itu digunakan untuk menembak meriam di arah laut untuk menangkis para perompak yang mendekat.

3. Festival Saint Fermin (Bull-Run), Spanyol

Di festival ini banteng dilepas di jalanan. Sang banteng pun berlari siap menabrak para pengunjung yang memadati jalan. Tentu saja, para pengunjung festival pun ikut berlari agar terhindar dari tubrukan banteng.

Tak heran, ada saja pengunjung yang terluka setiap tahun. Sejak 1911 hingga tahun lalu, sudah sekitar 15 peserta festival yang meninggal akibat ditubruk banteng.

Para pencari hiburan dari seluruh penjuru dunia memadati lapangan. Mereka berdansa dan saling membasahi dengan minuman anggur, yang membuat baju putih menjadi merah jambu. Pengunjung memang mengenakan kostum berwarna putih dan scarf merah.

Teriakan "Viva San Fermin!" dari teras balai kota dan cahaya dari petasan yang disebut chupinazo pada siang hari, menjadi awal dari hiruk-pikuknya festival sekaligus pertanda dimulainya pesta jalanan selama sembilan hari.

Festival tersebut diselenggarakan untuk menghormati Saint Fermin, seorang uskup dari Pamplona. Festival ini sendiri sudah berlangsung sejak abad pertengahan dan berisikan prosesi religius, tarian tradisional, dan konser.

Daya tarik utamanya tentu saja tes keberanian terhadap serbuan banteng dengan berat hingga setengah ton yang berlari di antara jalanan kota. Setiap harinya mulai pukul 08.00 pagi, ratusan orang menghadapi delapan banteng.

4. Festival Onbashira, Jepang

Festifal OnbashiraWikipedia Festifal Onbashira

Negara Jepang juga memiliki tradisi yang berbahaya. Setiap enam tahun sekali, diadakan Festival Onbashira di wilayah Danau Suwa, Nagano, Jepang.

Tujuan dari festival ini adalah untuk mengganti 16 pilar balok kayu yang berdiri di sudut-sudut keempat bangunan Kuil Agung Suwa.

Untuk mengganti pilar itu, masyarakat sekitar mengambil kayu-kayu yang berasal dari pegunungan.

Cara membawa kayu tersebut adalah dengan ditunggangi dari gunung menuju ke kuil oleh beberapa orang tanpa menggunakan tali pengaman. Tak heran, ketika perjalanan dari gunung ada orang yang jatuh.

Perayaan dimulai di pegunungan pada bulan April ketika 16 pohon cemara yang dipilih dengan hati-hati di pegunungan ditebang menggunakan alat penebangan tradisional. Mereka kemudian diseret ke kuil tanpa menggunakan peralatan mekanik.

Kayu biasanya sekitar 20 meter dan mencapat berat sekitar 20 ton. Perjalanan dari gunung menuju kuil dengan jarak 10 kilometer.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com