Terpisah pemandu pengamatan burung lainnya di Pulau Flores, Yohanes Jehabut kepada KompasTravel, Senin, (15/10/2018) mengatakan sudah mengetahui matinya burung hantu di kawasan Hutan Poco Ndeki.
Menurutnya, kawasan hutan Poco Ndeki sangat rawan dengan perburuan dan penangkapan burung oleh orang tak bertanggungjawab. Kondisi habitat di kawasan itu tidak ramah karena ada perburuan dan penangkapan burung yang di kirim ke Bali.
Jehabut menjelaskan, burung endemik Flores, seperti Punai Flores ada di kawasan hutan Poco Ndeki. Namun, Punai Flores mudah sekali di tembak dengan senapan angin oleh orang tak bertanggungjawab karena burung itu lamban untuk menghindari dari perburuan.
Di kawasan lain sangat susah mengamati dan melihat burung endemik Flores, Punai Flores.
"Semua pemandu burung yang memandu tamu mereka ke kawasan hutan Poco Ndeki sering berjumpa dengan orang yang membawa senapan angin. Bahkan penangkapan burung di kawasan itu oleh orang tak bertanggungjawab sering terjadi untuk dibawa ke Bali," jelasnya.
Menurutnya, kawasan hutan Poco Ndeki merupakan spot terbaik di Flores Barat. Kondisi yang kurang ramah di kawasan itu perlahan-lahan tak ada pengamat burung yang tertarik ke kawasan itu untuk mengamati berbagai jenis burung endemik Flores.
Saat ini hanya sesekali direkomendasi untuk membawa tamu di kawasan hutan Poco Ndeki.
Jehabut menjelaskan, selain mengamati burung di kawasan Poco Ndeki, wisatawan asing dan Pemandu burung sangat suka menjelajahi kawasan itu dengan trekking ke puncak Poco Ndeki untuk melihat keunikan-keunikan lain di puncak Gunung Ndeki.
Di situs itu masih ada bekas gundukan batu berbentuk altar (compang) serta berbagai jenis pohon yang ditanam oleh nenek moyang suku Motu Poso tersebut.
“Saya sering mendaki ke puncak Poco Ndeki bersama tamu untuk mengamati burung serta menikmati puncak Poco Ndeki dengan berbagai situs-situs budaya dari warga suku setempat. Tamu asing dan nusantara sangat tertarik untuk trekking ke Puncak Poco Ndeki,” jelasnya.
Selain itu, di Puncak Pocok Ndeki terdapat dua buah batu yang menyerupai kelamin laki-laki dan perempuan. Warga suku Motu Poso menamai kedua situs tersebut Watu Embo Kodi haki (batu jenis kelamin laki-laki) dan Watu Embo Kodi Fai ( batu jenis kelamin perempuan).
Kedua batu ini dikisahkan sebagai batu nenek moyang dari Suku Motu Poso dan keberadaannya terpisah satu sama lainnya. Situs ini juga sebagai tempat untuk meminta hujan dari suku Motu Poso apabila terjadi kekeringan di lembah Kisol dan sekitarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.