Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jojong, Kuliner Tradisional Flores Barat yang Makin Langka

Kompas.com - 15/11/2018, 08:05 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

BORONG, KOMPAS.com — Kaum perempuan di seluruh Manggarai Raya (Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat, dan Kabupaten Manggarai Timur), Nusa Tenggara Timur memiliki sebuah warisan dari leluhur nenek moyang.

Memang hingga saat ini ada sejumlah kaum perempuan di kawasan Flores Barat masih menyediakan hidangan Jojong saat ritual dan upacara adat di kampung-kampung. Namun, hanya terbatas.

Jojong merupakan hidangan tradisional yang dibuat dari bahan ubi kayu dan jagung. Uniknya Jojong hanya dihidangkan saat-saat ritual adat atau saat menyambut tamu istimewa yang mengunjungi rumah adat di Flores Barat.

Baca juga: Rasa dan Aroma Kopi Manggarai Memikat Dosen Binus Jakarta

Bahkan untuk membuat dan memasak Jojong hanya dilakukan oleh perempuan khusus yang memiliki keterampilan dalam mengolah dari awal sampai dihidangkan kepada tamu istimewa yang berkunjung di rumah keluarga atau di rumah adat. Proses untuk memasak Jojong juga tidak mudah.

Seorang perempuan harus memiliki keterampilan khusus dalam mengolah masakan Jojong tersebut. Bahkan tidak semua perempuan di Flores Barat bisa mengolah ubi kayu dan jagung menjadi Jojong.

Baca juga: 6 Oleh-oleh yang Bisa Dibeli saat Liburan ke Flores NTT

Pensiunan Kepala Sekolah SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Yoseph Geong kepada KompasTravel, Selasa (13/11/2018) mengatakan, biasanya Jojong disajikan saat musim panen jagung dan musim awal tahun masa tanam berbagai jenis tanaman di ladang-ladang.

Geong menjelaskan, makanan pokok warga di seluruh Manggarai Raya di era 1960-an adalah jagung. Lalu saat panen di ladang-ladang, biasanya kaum perempuan masak Jojong dan juga saat musim ikat jagung, dalam bahasa Rajong Koenya, mboet kadea.

“Di era 1960-an, saya makan jojong pagi, siang dan malam karena masa itu adalah masa paceklik atau masa krisis beras di seluruh wilayah Manggarai Raya. Makan Jojong di era itu untuk menggantikan nasi karena zaman dulu sulit mendapatkan beras, Ketiadaan hidangan nasi maka orangtua menghidangkan jojong. Masa waktu itu serba sulit bagi keluarga-keluarga di seluruh Manggarai Raya untuk menghidangkan nasi,” tuturnya.

Geong menjelaskan, biasanya cara mengolah Jojong, orangtua mengambil ubi kayu. Kulit luarnya dibersihkan. Ubi kayu yang sudah dibersihkan itu dibelah menjadi kecil. Orang lokal menyebut koil atau kuil.

Selanjutnya ubi kecil itu dijemur agar kandungan airnya tidak ada di dalam ubi tersebut. Kemudian, ubi kecil yang sudah kering ditumbuk menjadi tepung.

Jika sudah menjadi tepung halus maka tepung diperas untuk memisahkan tepung-tepungnya. Selanjutnya tepung halus itu dimasak. Lantas dihidangkan kepada anak-anak atau anggota keluarga yang mengunjungi rumah tersebut.

Begitu pun olahan jojong jagung. Geong menjelaskan, zaman itu yang sangat mudah dilakukan oleh orangtua adalah membuat kadea sero, bahasa lokal untuk jagung goreng. Dahulu, penghasil utama para petani di seluruh Manggarai Raya adalah jagung. Jagung lebih dulu dipanen dan kemudian panen padi atau woja.

“Saat ini saya amati bahwa hidangan jojong di kampung-kampung sudah jarang dihidangkan. Ini merupakan kekhawatiran bahwa hidangan tradisional warisan leluhur ini perlahan-lahan punah di tengah arus era kue modern yang datang dari luar," katanya.

"Jika hidangan jojong tidak lagi menjadi kebiasaan keluarga di kawasan Manggarai Raya, maka alat-alat tradisional seperti ghalu alu (alat tumbuk) dan ngensung atau lesung (tempat untuk menumbuk yang terbuat dari kayu) perlahan-lahan akan punah," sambungnya.

Dosen Universitas Cendana (Undana) Kupang, Dr Marsel Robot kepada KompasTravel, Rabu (14/11/2018) menjelaskan, hasil pengamatannya di seluruh kampung di wilayah Manggarai Timur bahwa kurang lebih 20 tahun belakangan ini, keluarga di kampung-kampung tidak lagi menghidangkan jojong walaupun masih menanam jagung dan ubi kayu di lahan kering dan ladang-ladang.

“Saya memiliki kekhawatiran di masa depan kuliner khas di Manggarai Timur khususnya dan Manggarai Raya umumnya bahwa warisan leluhur yang unik dan langka ini perlahan-lahan hilang di tengah arus kuliner modern dari luar Manggarai Raya. Warisan hidangan tradisional yang dimiliki kaum perempuan di Flores Barat ini sangat berbeda dengan daerah lain di Indonesia," katanya.

Marsel berharap, pemerintah setempat terus mengembangkan kuliner-kuliner lokal sebagai identitas suatu daerah.

“Geliat pariwisata yang terus meningkat dimana wisatawan asing dan Nusantara serta peminat kuliner lokal selalu bertanya, dimana restoran pangan lokal di seluruh Manggarai Raya. Bahkan sejumlah media televisi, cetak dan online yang datang dari Jakarta selalu mencari pusat kuliner lokal di Manggarai Raya. Saat mereka menanyakan itu, kita bingung menjawabnya karena belum ada restoran pangan lokal,” kata Marsel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Jakarta Tourist Pass Dirilis Juni 2024, Bisa Naik Kendaraan Umum Gratis

Travel Update
Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Daftar 17 Bandara di Indonesia yang Dicabut Status Internasionalnya

Travel Update
Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Meski Mahal, Transportasi Mewah Berpotensi Dorong Sektor Pariwisata

Travel Update
Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE Meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Jakarta Tetap Jadi Pusat MICE Meski Tak Lagi Jadi Ibu Kota

Travel Update
Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com