Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembali ke Masa Lalu Korea di Bukchon Hanok Village

Kompas.com - 10/04/2019, 09:02 WIB
Anggara Wikan Prasetya,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kota-kota di Negara Korea Selatan sekarang ini memang penuh dengan bangunan megah yang futuristik. Namun, ada satu tempat di Korea Selatan yang seolah terpisah dari segala modernisasi Negeri Ginseng ini.

Tempat itu adalah Desa Bukchon Hanok. Sama seperti namanya, terdapat ratusan rumah tradisional Korea di desa ini. Rumah tradisional itu bernama hanok yang merupakan peninggalan Dinasti Joseon.

Kini rumah tradisional di Desa Bukchon Hanock berfungsi sebagai pusat kebudayaan, wisma tamu, restoran, dan tempat minum teh. Wisatawan yang berkunjung berkesempatan untuk belajar dan merasakan sendiri budaya tradisional Korea.

Selain bangunan, struktur desa ini juga unik. Arsitektur tradisional desa penuh dengan lorong-lorong yang memesona. Berjalan di sana seolah kembali ke zaman Dinasti Joseon.

Sejarah Desa Bukchon Hanok

Secara harafiah, Bukchon berarti “desa utara”. Nama ini disematkan kepada distrik ini karena lokasinya yang berada di sebelah utara dua ikon Seoul, Sungai Cheonggye dan Distrik Jongno.

Menurut kepercayaan Konfusianisme dan pungsu, lokasi desa ini sangat strategis, yakni di kaki selatan gunung yang menghubungkan Pergunungan Baegak dan Eungbongsan. Desa ini juga dikelilingi hutan rindang dengan panorama yang indah.

Baca juga: Musim Semi di Jepang Tiba, Waktu yang Pas Kunjungi Kyoto

Akar budaya dan tradisi desa ini adalah sekitar 600 tahun yang lalu pada era Dinasti Joeson (1392-1897). Dahulu, desa ini hanya dihuni oleh para bangsawan bersama keluarga mereka. Hal ini karena desa ini dekat dengan dua istana kota.

Para bangsawan tinggal di rumah hanok dengan arsitektur yang unik. Rumah tradisional ini lengkap dengan elemen-elemen khas seperti atap panjang dan melengkung, serta lantai ondol untuk menjaga rumah tetap hangat di musim dingin.

Nyaris menghilang

Kejayaan desa ini sempat berakhir pada akhir masa Dinasti Joseon. Alasan sosial ekonomi dan juga derasnya arus urbanisasi membuat tanah yang luas terbagi menjadi bangunan-bangunan kecil. Sejumlah hanok pun sempat dirobohkan.

Perubahan kondisi sosial membuat masyarakat biasa mulai menempati desa ini. Hanok bahkan dikaitkan dengan keluarga miskin karena mereka tidak mampu membeli rumah yang lebih modern.

Bukchon Hanok Village di Korea Selatan.Shutterstock Bukchon Hanok Village di Korea Selatan.
Bangunan hanok banyak yang dirobohkan atau ditinggalkan ketika kaum urban berbondong-bondong menuju kompleks apartemen di Kota Seoul. Hanok juga banyak dihancurkan untuk membangun jalan bagi perkantoran dan perumahan yang lebih modern.

Namun upaya konservasi, termasuk undang-undang yang ketat telah berhasil bangunan hanok yang tersisa. Saat ini, ada sekitar 900 rumah tradisional Korea yang masih berdiri.

Masa lalu di tengah modernisasi Korea

Kini Desa Bukchon Hanok menjadi daya tarik favorit para pemuda Korea. Struktur hanok dan desa masa lalu menjadi tren yang digemari banyak orang. Fasilitas di desa ini juga cukup lengkap untuk memenuhi kebutuhan pengunjung.

Para pengusaha selama bertahun-tahun telah membuka sejumlah restoran mewah, wisma tamu yang nyaman, galeri seni, dan butik kelas atas. Banyak di antaranya bertempat di hanok yang telah direnovasi.

Baca juga: 5 Kota Terindah di Negeri Sakura

Bangunan hanok pun juga dimanfaatkan sebagai museum budaya dan workshop para pengrajin yang mempraktikkan kerajinan tradisional. Hal itu membuat kekayaan tradisi sejarah di distrik ini tetap lestari.

Selain hanok, lorong-lorong di Desa Bukchon Hanok ini menjadi satu hal yang digemari para pengunjung. Hanok dan lorong-lorong seolah mampu membawa jiwa dan raga kembali ke masa lalu Korea.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com