Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Menjual Cerita di Balik Makna "Sebalik Sumpah"

Kompas.com - 04/08/2021, 17:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat & Hetty Karunia Tunjungsari

DI SEBUAH kafe di pinggiran kota Jambi, Harizan atau akrab disapa Ojan, meletakkan untaian kalung dan gelang berwarna kehitaman di atas meja.

Dari dekat terlihat rangkaian butiran biji yang ditata rapi dan tersambung satu sama lain membentuk kalung dan gelang. Sekilas tidak ada yang istimewa dari barang kerajinan tangan ini.

Hari itu adalah hari Minggu dan pandemi belum datang. Berkumpul di restoran sambil makan dan minum sembari berbagi cerita tentang usaha yang dijalankan tentu menyenangkan.

"Gelang apa ini?" tanya seorang dari kami yang merupakan anggota tim pengabdian kepada masyarakat.

Baca juga: Mewujudkan Mimpi Stik Tempoyak Menjadi Penganan Khas Jambi

Tim ini sedang memberikan penyuluhan untuk membantu meningkatkan daya saing usaha mikro dan kecil di kota Jambi.

"Ini sebalik sumpah," jawab Ojan tenang. Sebalik sumpah? Ya, nama yang ganjil bagi sebagian orang.

Mungkin dikira bercanda. Namun memang itu namanya. Gelang dan kalung dari biji sebalik sumpah.

Jika dicerna cerita di balik nama itu, ternyata biji-bijian yang digunakan sebagai kalung dan gelang itu diperoleh dari pohon sebalik sumpah. Pohon ini berada di kawasan konservasi Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) di Sarolangun.

Satu buah sebalik sumpah atau buah lerok melong dapat menghasilkan 12 butir biji. Sebelum dirangkai menjadi gelang atau kalung, biji dikeringkan dahulu.

Biji dari buah-buah itu dijadikan kerajinan tradisional komunitas Orang Rimbo, atau suku Anak Dalam, suku asli di Jambi.

Baca juga: 10 Tempat Wisata Jambi, Candi hingga Danau Tertinggi di Asia Tenggara

Harizan sebagai pemilik usaha mikro "Jan's Souvenir" memanfaatkan biji buah-buah itu menjadi gelang dan kalung.

Bagi suku Anak Dalam gelang dan kalung sebalik sumpah dipercaya sebagai penyelamat dari ancaman penyumpahan yang buruk.

Menurut kepercayaan, jika seseorang disumpahi oleh orang lain, dengan mengenakan kalung atau gelang sebalik sumpah, sumpah itu akan berbalik kembali kepada orang yang menyumpahi.

Selain sebagai penolak bala, aksesori ini juga diyakini untuk menjaga diri, menghalau unsur gaib, dan lambang persaudaraan.

Kepopuleran cendera mata khas Jambi ini telah memperoleh pengakuan sebagai salah satu cendera mata terpopuler dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) 2019.

 

Buah dan biji sebelik sumpah khas JambiRyan Wijaya Tan/Shutterstock Buah dan biji sebelik sumpah khas Jambi

Pariwisata Jambi dan cendera mata

Sebelum pandemi melanda Indonesia, seperti daerah lainnya, Jambi pun mencoba menawarkan keindahan alam dan kekayaan budayanya sebagai destinasi wisata.

Tempat-tempat seperti Candi Muaro Jambi dan Gunung Kerinci menjadi andalan untuk menarik kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman).

Hingga tahun 2018, sebagaimana yang dicatat oleh Pemerintah Provinsi Jambi, jumlah wisman yang berkunjung ke Jambi berjumlah 10.887 orang, meningkat dari 5.378 pada tahun sebelumnya.

Adapun jumlah wisnus yang datang pada tahun 2018, berjumlah 2,4 juta orang, meningkat dari 2,2 juta pada tahun sebelumnya.

Baca juga: 7 Jenis Pempek yang Bisa Kamu Temui di Jambi

Menggeliatnya sektor wisata tentu menggerakkan UKM di Jambi, terutama yang terkait langsung dengan aktivitas wisatawan ketika berkunjung.

Sekalipun sektor wisata mengalami guncangan hebat pada 2020, sejumlah UKM berharap pemulihan sektor wisata secara bertahap akan terjadi seperti UKM yang menghasilkan gelang dan kalung sebalik sumpah.

Cendera mata sebalik sumpah diharapkan menjadi aksesori yang wajib dibeli bagi wisatawan yang menyukai barang kerajinan tangan asli khas daerah. Jumlah kunjungan wisatawan ke Jambi yang merosot berdampak pada penjualan aksesori sebalik sumpah.

Pada awalnya penjualan gelang dan kalung sebalik sumpah berada di pusat oleh-oleh, kini telah jauh merambah hingga menjangkau marketplace, seperti Shopee, Tokopedia dan Bukalapak.

Baca juga: Candi Muaro Jambi, Kampus Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Pada situasi sekarang, distribusi melalui marketplace amat mendukung arus kas usaha yang mulai terganggu karena pandemi yang berkepanjangan. Selain itu juga membuka pasar baru yaitu konsumen kolektor cendera mata tradisional dari berbagai daerah di Indonesia.

 

Suvernir biasa?

Kemasan sebalik sumpah dari "Jan's Souvenir" tampak masih kelihatan sederhana, yaitu hanya dimasukkan ke dalam plastik transparan sehingga gelang dan kalung terlihat jelas. Tidak ada keterangan apa pun seolah pembeli telah memahami barang yang dibeli.

Bagi sebagian wisatawan sebalik sumpah demikian populer. Namun tidak bagi yang masih asing dengan nama itu.

Bahkan tidak ada "cerita" yang ditawarkan sebagai makna dari sebalik sumpah. Cendera mata hanya sebagai barang semata.

Gelang dan kalung ditawarkan dalam kemasan yang sangat sederhana, yaitu dibungkus plastik bening, atau bahkan tidak dikemas sama sekali.

Karena dijual apa adanya, tentu tidak terlalu menarik bagi pembeli terutama wisatawan yang datang ke Jambi. Mungkin mereka berpikir aksesori itu tidak lebih dari gelang dan kalung yang terbuat dari biji-bijian.

Baca juga: Wisata Candi Muaro Jambi, Menginap di Rumah Penduduk Sambil Belajar Artefak

Harga jual gelang berkisar antara Rp 25.000 hingga Rp 35.000. "Kalau dijual di kios saya sendiri atau ke peserta tur biasa saya kasih harga Rp 35.000."

Selain memiliki kios di kawasan Candi Muaro Jambi, sesekali Ojan juga bekerja sebagai tour leader wisatawan pada musim-musim tertentu, seperti menjelang Waisak atau saat ada rombongan wisatawan dari luar kota.

"Saya juga titipkan gelang ke toko-toko suvenir di kota Jambi. Untuk harga ke toko Rp 25.000 supaya toko juga bisa dapat untung," lanjutnya.

Ya, gelang sebalik sumpah telah bertransformasi menjadi ikon oleh-oleh khas Jambi. Banyak toko cendera mata menawarkan gelang dan kalung ini.

Gelang sebalik sumpah memang suvenir yang mudah ditemukan di berbagai toko di kota Jambi dan sekitarnya. Desain dari gelang ini relatif sama.

Pun dijual dengan cara yang sama, digantung di rak pajangan atau diletakkan di etalase toko. Bahkan sering kali terkesan kusam karena terkena debu akibat lama dipajang dan belum laku terjual.

Gelang ini pun menjadi suvenir yang kurang istimewa, kurang memiliki daya tarik, bahkan seolah merupakan oleh-oleh biasa tanpa nilai unik.

Karena dianggap biasa, maka penjualan aksesoris ini pun tidak luar biasa. Banyak yang tidak mengetahui cerita di balik gelang dan kalung sebalik sumpah yang tentunya bernilai jual "lebih" ketimbang gelang dan kalung itu sendiri.

 

Sebelik Sumpah, Perhiasan khas suku anak dalam, di Kecamatan Air Hitam, Sarolangun Tribunjambi.com/Wahyu Herliyanto Sebelik Sumpah, Perhiasan khas suku anak dalam, di Kecamatan Air Hitam, Sarolangun

Menjual cerita

Beranjak dari situ, tim pengabdian kepada masyarakat, mencoba membantu merancang desain kemasan yang "menjual" cerita sebalik sumpah. Sejarah dan maknanya.

Tentu dengan tampilan yang lebih menarik. Menjual cerita lebih berdaya saing ketimbang benda semata.

Menurut Fonnesbaek dan Andersen (2005), menjual cerita yang epic seperti menginjeksi nilai emosi yang lalu dapat meningkatkan perceived value dari produk. Di mata calon konsumen, produk menjadi lebih atraktif untuk dibeli.

Baca juga: 3 Museum di Jambi Buka Kembali, Apa Saja?

Dalam jangka panjang, emosi ini akan mengikat konsumen. Banyak orang Indonesia yang cenderung tidak rasional menjadi pasar yang amat gemuk untuk produk ini.

Tentu saja menjual cerita harus dibarengi dengan kampanye promosi yang mendukung agar cerita yang dijual tetap relevan dengan segmen pasar yang dituju. Sebagai usaha mikro, pemanfaatan media sosial menjadi andalan, selain desain kemasan yang menarik.

Seperti yang telah direncanakan, kemasan gelang dan kalung sebalik sumpah akan tetap menggunakan plastik bening transparan, tetapi diberikan latar cerita tentang asal usul sebalik sumpah, dengan dua bahasa, Indonesia dan Inggris.

Penggunaan Bahasa Inggris dilakukan untuk mengantisipasi kunjungan wisman ke Jambi yang diyakini akan tertarik dengan cerita sebalik sumpah.

Pada desain ini digunakan warna dasar putih dengan aksen kuning. Narasi sebalik sumpah tetap menggunakan warna hitam dengan pertimbangan lebih ramah untuk mata dan lebih jelas.

Dengan tampilan kemasan yang menarik diharapkan dapat meningkatkan citra sebagai produk yang tidak biasa dan mendongkrak penjualan.

Calon konsumen pun diharapkan akan memiliki persepsi berbeda. Gelang dan kalung yang ditawarkan bukan biasa, tetapi memiliki makna di balik cerita.

Kembali ke kafe yang kini kian penuh oleh pengunjung menjelang sore. Pembicaraan seputar usaha mikro dan kecil yang dijalankan makin mengasyikkan. Ada spirit untuk terus maju dan berkembang.

"Begitulah ceritanya," kata Ojan sambil mengangkat rangkaian gelang dan kalung sebalik sumpah andalannya.

Mata rekan lain yang tadinya meredup menjadi berkilat penuh rasa penasaran. Gelang dan kalung itu seperti memancarkan aura yang berbeda.

Frangky Selamat & Hetty Karunia Tunjungsari
Dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com