Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyusuri Kampung Eropa Loji Wetan Solo, Dulunya Kawasan Mewah

Kompas.com - 21/11/2023, 19:08 WIB
Yuharrani Aisyah,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com - Solo, Jawa Tengah, mempunyai kampung Eropa pada zaman penjajahan Belanda. Namanya Loji Wetan. 

Sesuai namanya, Loji Wetan berada di sebelah wetan alias Timur dari Benteng Vastenburg.

Tempat ini dijuluki sebagai kampung mewah karena sudah dialiri listrik dan tersedia air bersih.

Kompas.com berkesempatan jalan-jalan bersama Soerakarta Walking Tour untuk menyimak lebih jauh mengenai kisah kemewahan Loji Wetan, pada Minggu (12/11/2023).

Sebelumnya, kami berkumpul dulu di halaman Benteng Vastenburg, sekaligus mendengar sejarah benteng yang dibangun pada tahun 1745 itu. 

Lantas, berhenti pula di depan Gedung Djoeang 45 yang dulunya dijadikan asrama anak orang Eropa dan barak tentara.

Dari titik itu, perjalanan berlanjut dengan berjalan kaki sepanjang lebih kurang 500 meter menuju ke Loji Wetan.

Kami berhenti di depan sebuah bangunan bertembok tinggi dekat dengan Kedai Kopi Omah Lojiwetan.

Inilah awal mula kisah kampung Eropa mewah di Solo pada masanya.

"Loji itu dari Bahasa Belanda artinya tempat tinggal dan pusat perdagangan. Wetan merujuk pada lokasi kampung ini, berada di timur Benteng Vastenburg. Wetan dalam Bahasa Jawa artinya timur," terang pemandu wisata, Hasna Okta Mufida (24).

Berawal dari tinggal di dalam benteng, orang Eropa pun mendirikan permukiman di luar benteng setelah Perang Diponegoro usai.

Tidak diketahui secara pasti kapan mereka berpindah ke Loji Wetan, tetapi pada sebuah peta tahun 1821, tergambar jelas adanya permukiman di sisi timur benteng.

Ketika kampung lain belum mempunyai akses air bersih apalagi dialiri listrik, Loji Wetan mendapatkan dua privilese itu. Faktor inilah yang membuat Loji Wetan sebagai perkampungan mewah.

Di samping itu, fasilitas penunjang lengkap dibangun di Loji Wetan. Sebut saja taman kanak-kanak yang dulu diprakarsai seorang Jerman di negaranya, lantas diadaptasi oleh orang Belanda.

Mereka mendirikan TK di Hindia Belanda walau di negara-negara Eropa saja, konsep ini masih asing. Taman kanak-kanak pertama kali dibangun di Solo pada 1 Oktober 1887 di Koestraat.

Fathan pun menunjukkan foto gedung zaman dahulu sekaligus peta setiap tempat yang kami kunjungi. Ini membuat kami tahu beda bangunan dahulu dan sekarang.

Baca juga:

Bangunan ini dulunya Waterschap kantoor atau kantor dewan air pada zaman penjajahan Belanda. Kini, bagian dalamnya kosong, hanya ditumbuhi ilalang.KOMPAS.com/YUHARRANI AISYAH Bangunan ini dulunya Waterschap kantoor atau kantor dewan air pada zaman penjajahan Belanda. Kini, bagian dalamnya kosong, hanya ditumbuhi ilalang.

Beberapa meter dari tempat itu, dekat dengan bundaran kecil, ada sebuah bangunan tanpa atap. Pintunya pun terlihat tertutup.

Terlihat mural di tembok, itu hasil karya Soerakarta Walking Tour saat melakukan kegiatan napak tilas Loji Wetan.

Ternyata bangunan itu dulunya Waterschap kantoor atau kantor dewan air. Salah satunya bertugas mengukur debit air sungai agar tidak meluap dan membanjiri kota.

Solo kerap banjir sejak dulu karena bekas tanah rawa-rawa yang letaknya lebih rendah dari daerah sekitarnya. Beberapa kali terjadi banjir besar misalnya pada tahun 1929.

Sampai akhirnya kantor dewan air ini bekerja sama dengan Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegara untuk mendirikan Pintu Air Demangan di Sangkrah pada 1915 demi mengendalikan banjir.

"Bangunan ini sekarang terbengkalai, dulu pas 2016 masih ada dua lantai, tapi sekarang sudah roboh. Bagian dalamnya tidak ada apa-apa, hanya ilalang," pungkas pemandu lain Fathan Yughadaru (23), sembari mengarahkan kami ke tujuan berikutnya.

Dari bundaran Jalan Sungai Sebakung, mulai terlihat bangunan lawas bergaya Belanda di Jalan Sungai Kapuas bertuliskan Geraja Pantekosta.

Bangunan lain di Loji Wetan, dari depan masih terlihat kokoh.KOMPAS.com/YUHARRANI AISYAH Bangunan lain di Loji Wetan, dari depan masih terlihat kokoh.

Dari depan terlihat ada tiga pintu putih dan deretan jendela di lantai dua.

Namun, sebelum menjadi gereja, dulunya bangunan berpagar dan bertembok hijau ini kantor atau klinik kesehatan umum.

Pekerja di klinik itu, seperti dokter dan suster yang merupakan orang Belanda, menangani berbagai penyakit, bahkan termasuk wabah.

Salah satu wabah yang pernah mereka tangani adalah pes. Konon mulai menjangkit warga Solo termasuk orang Eropa pada Maret 1915. 

Loji Wetan yang digadang-gadang sebagai kampung mewah dengan alirah air bersihnya pun tak luput dari wabah ini.

Beranjak dari tempat ini, kami menuju ke bangunan dengan pintu besi abu-abu, tembok menghitam seperti bekas kebakaran yang punya ventilasi atau jendela lebar di bagian atas.

Inilah tempat hiburan orang Eropa, bioskop yang disebut Alhambra Theatre.

Baca juga:

Alhambra Theatre, gedung bioskop pada zaman penjajahan Belanda.KOMPAS.com/YUHARRANI AISYAH Alhambra Theatre, gedung bioskop pada zaman penjajahan Belanda.

Bekas bioskop itu saat ini milik pribadi dan telah menjadi gudang. Bukan cuma bangunan ini, melainkan banyak bangunan di Loji Wetan yang dibeli pribadi kemudian dijadikan gudang.

Tak jauh dari bekas bioskop, ada bangunan memanjang ke samping. Tampak terdapat satu pintu putih kusam dilengkapi dengan dua jendela kayu lebar di kanan dan kirinya.

Atap bangunan ini sepertinya terbuat dari seng yang sudah karatan. 

Terasnya masih terlihat dari jalan. Namun, tak bisa diakses karena ditutup dengan pagar kayu putih yang bagian bawahnya sudah menghitam.

Toko yang menjual barang mewah di Loji Wetan pada zaman penjajahan Belanda.KOMPAS.com/YUHARRANI AISYAH Toko yang menjual barang mewah di Loji Wetan pada zaman penjajahan Belanda.

Pun kini terlihat tak terawat, tetapi dulunya inilah toko barang mewah di Loji Wetan. Tempat ini menjual senter dan lampu, dan tentu hanya orang yang rumahnya dialiri listrik yang dapat membeli barang ini.

Dijual pula kertas kartu pos yang kala itu pun terbilang mewah serta barang rumahan lain.

"Toko ini dulunya mewah dan berani modal karena sering beriklan. Tentunya mereka bayar mahal pada koran itu," ucap Fathan, mahasiswa semester akhir jurusan sejarah Universitas Diponegoro itu.

Nama jalan tempat toko barang mewah dan bioskop ini Bloomstraat atau jalan bunga. Tak heran dengan nama itu, pasalnya Belanda saja dikenal sebagai Negeri Bunga Tulip.

Tur pagi ini pun ditutup di depan bekas Societeit Harmonie atau Gedung Harmoni, tepat di pinggir jalan raya, tak jauh dari Benteng Vastenburg dan Kali Pepe. 

Inilah tempat orang Eropa berkumpul, berpesta, pesta minum, bermain biliar, dan dansa.

Kini, bekas gedung itu sudah tidak terlihat sama sekali karena telah menjadi deretan ruko.

Puas berkeliling selama lebih dari dua jam, kami pun kembali ke halaman Benteng Vastenburg.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com