KOMPAS.com - Sejumlah daerah memiliki monumen yang diberi nama Tugu Lilin. Salah satunya adalah Tugu Lilin Solo atau Surakarta.
Tugu Lilin merupakan salah satu ikon Kota Solo yang memiliki nilai historis. Masyarakat bisa menjumpai Tugu Lilin di Jalan Wahidin Nomor 33, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Solo.
Baca juga:
Selain memiliki nilai sejarah, ada sejumlah fakta Tugu Lilin Solo yang menarik untuk diketahui.
Berikut sejumlah fakta Tugu Lilin Solo seperti dihimpun Kompas.com. Kini, bangunan Tugu Lilin Solo menjadi salah satu ikon kota budaya tersebut.
Peletakan batu pertama pembangunan Tugu Lilin Solo dilakukan pada awal Desember 1933, seperti dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Sementara, ide pembangunan monumen tersebut sudah dicetuskan sejak awal 1993. Gagasan tersebut dilanjutkan dengan sayembara rancangan tugu, yang kemudian dipilih karya Ir. Soetedjo.
Izin pembangunan kemudian diberikan oleh Raja Keraton Surakarta, Pakubuwono X pada akhir November 1933. Setelah melalui berbagai lika-liku dalam pembangunannya, Tugu Lilin selesai dibangun pada Oktober 1934.
Pembangunan Tugu Lilin Solo bertujuan untuk memperingati 25 tahun berdirinya Budi Utomo, organisasi pertama di Indonesia.
Gagasan pendirian tugu dicetuskan oleh perwakilan masyarakat Solo, saat mengikuti Kongres Indonesia Raya I pada 1931 di Surabaya, seperti dikutip dari laman Cagar Budaya Kemendikbud.
Pada saat itu, Budi Utomo melalui pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI) berinisiatif untuk mendirikan tugu tersebut. Ide tersebut direalisasikan dengan sayembara bentuk tugu, hingga akhirnya dilakukan peletakan batu pertama pada awal Desember 1933.
Baca juga:
Tugu Lilin Solo memiliki nama resmi Tugu Kebangkitan Nasional. Adapun nama Tugu Lilin lebih familiar di kalangan masyarakat, lantaran bangunan tugu menyerupai bentuk lilin.
Tugu Lilin sudah beberapa kali berganti nama. Saat selesai dibangun pada Oktober 1934, tugu ini diberi nama Toegoe Peringatan Pergerakan Kebangsaan 1908–1933, seperti dikutip dari laman Kemendikbud.
Namun, nama tersebut ditolak oleh pemerintah Belanda. Kemudian, nama tugu diubah menjadi Toegoe Peringatan Kemadjoean Ra’jat 1908–1933.
Selanjutnya, nama resmi yang disepakati adalah Tugu Kebangkitan Nasional, yang masih digunakan hingga saat ini.
Lihat postingan ini di Instagram
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.