Seperti disampaikan sebelumnya, Tugu Lilin Solo merupakan rancangan Ir. Soetedjo. Filosofi bangunan lilin adalah menggambarkan kekuatan dan harapan masyarakat Indonesia.
Bentuk lilin merupakan bukti semangat kebangkitan nasional dalam perjuangan merebut kemerdekaan RI.
Bentuk tugu rancangan Ir. Soetedjo dipilih lantaran dinilai memenuhi harapan dan mengungkapkan cita-cita kebangsaan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat umum.
Tugu Lilin Solo berdiri di atas lahan seluas 140 meter persegi dengan tinggi 9 meter.
Baca juga:
Pembangunan Tugu Lilin Solo sempat mendapat penolakan dari pemerintah Belanda, karena dinilai sebagai simbol pemberontakan, seperti dikutip dari laman Kemendikbud.
Akhirnya, Raja Keraton Surakarta, Pakubuwono X turun tangan agar pemerintah Belanda mengeluarkan izin. Setelah diskusi panjang, pemerintah Belanda mengizinkan keberadaan Tugu Lilin tersebut.
Tugu Lilin kini menjadi salah satu ikon Kota Solo. Bahkan, Tugu Lilin menjadi lambang Kota Solo dan Persatuan Sepak Bola Indonesia Surakarta atau Persis Solo.
Tugu Lilin ditetapkan sebagai bagian dari logo Kota Solo pada 1953, seperti dikutip dari laman Pemkot Solo. Keberadaan tugu itu sebagai lambang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Harapannya, keberadaan Tugu Lilin dapat membuat masyarakat Kota Solo bangga dan mengetahui lebih dalam nilai sejarah dari berbagai peninggalan bersejarah di kota budaya ini.
Tugu Lilin sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya pada 2017, melalui keputusan Walikota Surakarta Nomor 646/116/I/1997.
Tim Ahli Cagar Budaya Nasional merekomendasikan Tugu Lilin sebagai Cagar Budaya peringkat nasional karena merupakan bukti semangat kebangkitan nasional dalam perjuangan merebut kemerdekaan RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.