Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (196): Perjuangan Hidup

Kompas.com - 06/05/2009, 08:46 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]


Mereka memang hidup dari bulir-bulir pasir dan setetes air yang masam lagi pahit. Tetapi mereka pun punya mimpi dan cita-cita.

Jamal adalah seorang guru di desa Muslim Ramsar. Muridnya ada 15 orang. Semua kerabatnya sendiri. Gajinya dari pemerintah Pakistan. Kecil sekali. Itu pun sering terlambat. Untuk menambah penghasilan, Jamal membuka toko, satu-satunya toko di desanya. Barangnya semua dari Umerkot.

           “Sekarang zaman sudah modern,” katanya, “saya tinggal telepon saja ke Umerkot dan barang diantar ke sini keesokan harinya dengan bus padang pasir.”

Anda mungkin heran, bagaimana di gurun kering kerontang yang listrik dan air pun tak ada, malah ada telepon. Teknologi telepon nirkabel memang sebuah mukjizat yang tahu-tahu diturunkan kepada masyarakat di gurun pedalaman.

Telepon made in China yang dipegang Jamal menyambungkan seluruh penduduk desa ke dunia luar. Gagang telepon ada di rumah Jamal, sedangkan mesin telepon ditinggal di Umerkot. Gagah sekali Jamal dengan gagang telepon itu, seperti punya telepon genggam saja. Gagang telepon yang satu ini, ramai-ramai dipakai penduduk desa sebagai telepon umum, dan Jamal pun dapat sumber pemasukan baru.

Di desa Ramsar Hindu juga ada toko kelontong yang persis sama, dengan persediaan barang remeh-temeh yang mengibakan hati. Tetapi warga desa Ramser Hindu punya sumber pemasukan lain yang membanggakan. Hampir setiap keluarga di sini punya mesin tenun.

Di siang hari, pria desa dan bocah-bocah ramai-ramai duduk di depan mesin tenun. Sepetak permadani minimal dikerjakan oleh dua orang yang menenun bersama-sama selama sebulan penuh. Mereka punya kertas panduan, yang menunjukkan warna benang untuk setiap orang. Desain permadani ini cukup rumit, bernuansa tribal, eksotis dan misterius.

           “Tradisi karpet sebenarnya berasal dari masyarakat gurun,” kata Soresh, seorang pegawai NGO yang memberikan pelatihan menenun permadani kepada masyarakat pedalaman, “kami hanya menghidupkan kembali tradisi itu, sekaligus memberikan alternatif sumber pemasukan bagi suku-suku gurun.”

Sepetak permadani harganya minimal 6.000 rupee, atau sekitar 100 dolar. Biaya bahannya 3.000 rupee. Jadi sebuah keluarga yang menghasilan sepetak permadani per bulan bisa meraup pemasukan 3.000 rupee, jumlah yang lumayan.

Tetapi tidak semua desa pedalaman hidup dari tenun-menenun. Desa Muslim Ramser, misalnya, sama sekali tidak memiliki mesin tenun. Selain Jamal yang guru dan punya toko, orang-orang masih hidup dengan cara yang tradisional sekali. Di pagi hari, ibu-ibu menyiapkan ampas gandum yang dicampur air untuk pakan ternak. Ini makanan favorit keledai dan unta. Tetapi kandungan nutrisinya memang patut dipertanyakan. Semua hewan ternak ini kurus kering, yang kalau pun dijual orang bakal segan membeli.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com