Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komodo Kok Tidur Saja?

Kompas.com - 04/08/2011, 16:35 WIB

KOMPAS.com – Sejauh mata memandang adalah lautan biru pekat. Bagaikan gambar di kartupos promosi wisata. Paduan sempurna antara laut biru, langit biru, dan gugusan pulau cokelat hijau. Panorama inilah yang dilihat para pemenang kuis Komodo yang diselenggarakan www.indonesia.travel, situs resmi mengenai pariwisata Indonesia yang dikelola Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Mereka adalah Dian Anggraini dari Palembang, Saprudi dari Kalimantan Selatan, Rahman Hakim dari Sukabumi, Ryaniko Yusaputra asal Lampung, dan Akhmad Rofieq asal Yogyakarta. Sebagai hadiah, para pemenang mendapatkan paket wisata ke Taman Nasional Komodo (TNK) yang terletak di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur pada 21-23 Juli 2011 yang lalu.

Tujuan pertama adalah Pulau Rinca, Kecamatan Komodo. Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam lebih, sampailah rombongan di Pulau Rinca. Tampak tanaman mangrove di tepi dermaga. Monyet-monyet muncul dari balik mangrove seakan menyapa rombongan yang tiba.

Saat berjalan menuju pos trekking, rombongan pun melewati jalanan tandus nan kering. Di sisi kanan jalan tampak beberapa papan bertuliskan nama dan negara. Usut punya usut, di sisi tersebut ditanami bakau. Menurut Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Pulau Rinca Lukman, dulunya kawasan tandus tersebut penuh dengan tanaman bakau.

“Ya, karena seleksi alam saja. Tadinya ini penuh tanaman bakau, tapi sekarang jadi tandus. Karena itu, kita ingin mengembalikannya seperti dulu. Wisatawan kita ajak berpartisipasi,” jelasnya. Caranya mudah saja, untuk setiap tanaman bakau, wisatawan cukup membayar Rp 150.000. Lalu wisatawan bisa menanamnya sendiri di area yang disediakan. Kemudian, di depan tanaman, diberi papan bertuliskan nama serta negara asal orang yang menanamnya.

“Tiap tahun kami akan email perkembangan tanaman bakau ke orang yang menanamnya itu,” ungkap Lukman. Sampai di pos, rombongan diberi pilihan untuk jarak trekking. Ada tiga jenis yang bisa dipilih wisatawan yaitu, jarak pendek, jarak menengah, dan jarak yang terjauh. Karena waktu yang sudah mepet, rombongan pun memilih jarak pendek.

Ternyata, kunjungan tersebut bertepatan dengan musim kawin Komodo. Ya, musim kawin Komodo di bulan Juli dan Agustus. Sementara itu, menurut Saleh, salah satu ranger atau polisi hutan senior, musim bertelur di bulan September. Saleh sendiri sudah menjadi ranger di Taman Nasional Komodo selama lebih dari 20 tahun.

“Biasanya bertelur di daeah Waewaso. Itu lembah di sini. Wae artinya air. Memang banyak Komodo di Waewaso. Karena di lembah banyak air, jadi banyak habitat yang menjadi santapan Komodo,” kata Saleh. Di Pulau Rinca sendiri terdapat sekitar 1336 ekor komodo.

Setelah mendapatkan penjelasan di pos, rombongan pun mulai bergerak. Sebelumnya, setiap orang diingatkan untuk tidak terpisah dari rombongan. Ranger pun berjaga-jaga dengan kayu khusus yang berbentuk panjang dengan ujung bercabang. Dengan kayu ini, para ranger mengusir komodo yang bisa tiba-tiba muncul dari semak-semak.

Oleh karena itu, harus tetap waspada. Apalagi perawakan Komodo seperti bunglon. Warnanya selintas seperti tanah yang berdebu ataupun batang kering. Jika tak hati-hati bisa-bisa malah menginjak komodo. Tak perlu heran, karena di Pulau Rinca maupun Pulau Komodo, komodo-komodo ini hidup bebas dan berbaur dengan penduduk setempat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com