Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Napabale, Kemolekan Pulau Muna

Kompas.com - 07/02/2013, 09:31 WIB

Oleh Mohamad Final Daeng

SINAR mentari menari-nari di permukaan air yang jernih. Cahayanya memantulkan warna hijau lembut. Beberapa karang besar yang diselimuti pepohonan dan tumbuhan terlihat menjulang di atas air dan membentuk gugusan seperti pulau-pulau kecil. Ah.., cantiknya Danau Napabale.

Itulah secuil gambaran keindahan yang disajikan danau alam yang menjadi salah satu andalan pariwisata di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara (Sultra) ini. Danau yang terletak sekitar 15 kilometer di arah selatan Raha, ibu kota Kabupaten Muna, tepatnya berada di Desa Lohia, Kecamatan Lohia.

Dari ibu kota Sultra, Kendari, perjalanan ke Raha bisa ditempuh dengan kapal cepat selama tiga jam. Namun, dari Kota Bau-Bau, Raha bisa juga dicapai lebih kurang dua jam.

Tiba di Raha, perjalanan menuju Danau Napabale dapat dilanjutkan dengan angkutan umum atau ojek motor sekitar 30 menit. Kondisi jalan aspalnya relatif mulus.

Danau Napabale yang dalam bahasa setempat berarti pantai janur merupakan danau berair asin. Rasa asin di air danau itu berasal dari air laut yang terhubung dengan Selat Buton, melalui goa sepanjang 30 meter di sisi timur danau.

Pada saat air laut surut, pagi atau sore hari, goa itu juga bisa dimanfaatkan seperti terowongan bagi perahu kecil wisata untuk menuju ke Selat Buton atau sebaliknya. Namun, jangan coba-coba jika air laut pasang. Goa tersebut akan tenggelam.

Di bagian pesisir Selat Buton itu, pemandangan pasir putih dan karang jadi suguhan utamanya. Dari situ, Pulau Buton yang bertetangga dengan Pulau Muna terlihat jelas.

Di danau seluas lebih kurang 6 hektar itu, berbagai aktivitas bisa dilakukan. Sebut saja mulai dari berenang, snorkeling, menyelam, memancing, berperahu, hingga sekadar menikmati makan siang di pondok atau gazebo sambil menikmati panorama alam.

Tempat favorit

Pada akhir pekan atau hari-hari libur nasional, danau ini memang ramai dikunjungi turis. Sebagai lokasi favorit, Napabale pun menjadi objek wisata yang jarang dilewatkan turis domestik ataupun mancanegara jika berkunjung ke Muna.

”Musim kunjungan paling ramai biasanya saat libur Lebaran,” kata Kepala Desa Lohia, La Ode M Dalil, baru-baru ini. Sebab itu, penduduk di sekitar danau tak akan melewatkan momen ini. Untuk menambah penghasilan, warga membuka lapak untuk menjual makanan serta minuman atau menyewakan jasa perahu.

La Ode Damrin (28), salah seorang warga Lohia, ikut membantu pamannya mengoperasikan jasa perahu wisata di Napabale. Yang disebut perahu wisata adalah dua sampan kecil nelayan yang diikat menjadi satu dan digerakkan dengan dayung atau mesin.

Di bagian atas perahu dipasang atap terpal agar penumpang tak kepanasan atau kehujanan. Di bagian dalam perahu diletakkan bangku kayu panjang yang saling berhadapan. Kursi ini bisa memuat 8-10 orang. Tarifnya Rp 3.000-Rp 5.000 per orang untuk sekali antar ke salah satu titik di sekeliling danau. Adapun ongkos sewa perahu hingga ke pasir putih, di salah satu sisi Selat Buton, sebesar Rp 50.000.

Penghasilan Damrin cukup besar jika hari libur. Sejak pagi hingga sore, Damrin bisa meraup Rp 500.000 untuk satu perahu. Sebaliknya, jika pengunjung sepi, mereka pun kembali menjalani pekerjaan sehari-hari, yaitu sebagai nelayan pencari ikan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com