Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Venesia dari Timur, Riwayatmu Kini...

Kompas.com - 04/10/2013, 19:14 WIB
SEBUTAN Venesia dari Timur membawa imajinasi tentang keindahan sebuah kota air bernuansa tropis dengan kanal-kanalnya. Imajinasi itu luntur saat menyusuri jalanan di Kota Palembang yang dulu pernah menyandang sebutan itu.

Palembang masih punya Sungai Musi yang eksotis dengan kehidupan tepian sungai. Jembatan Ampera juga masih tegak anggun menghubungkan bagian hulu dan hilir kota itu. Di pelosok kota pun masih tersisa petak-petak rawa dengan hamparan bunga teratai nan memikat, tersembunyi di balik gedung-gedung megahnya.

Namun, sebutan Venice of the East yang pernah disematkan penjajah Belanda pada ibu kota Sumatera Selatan itu begitu berkebalikan dengan kondisi sekarang. Proses daratanisasi atau alih fungsi rawa dan anak sungai menjadi daratan berlangsung di berbagai penjuru kota.

Di era penjajahan Belanda, Palembang merupakan kota di atas rawa dengan ratusan anak sungai yang bermuara ke Sungai Musi. Kehidupan masyarakat pun berjalan dengan pola sosial dan budaya sungai yang khas.

Budayawan dan sejarawan Palembang, Yudi Syarofie, menuturkan, tahun 1940-1950 masih ada pasar terapung di Sungai Ogan, Palembang. Kini jejak pasar terapung itu tak ada lagi. ”Hanya pengangkutan barang ke pasar yang masih dilakukan lewat sungai besar,” katanya.

KOMPAS/AGUS SUSANTO Warga menikmati senja dengan makan di perahu terapung di sekitar jembatan Ampera, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (18/4/2013). Sejak zaman Kerajaan Sriwijaya hingga sekarang, sungai dengan panjang 750 km ini terkenal sebagai sarana transportasi utama bagi masyarakat sekitar.
Saat ini, wajah Palembang sulit dibedakan dari kota-kota besar Indonesia lainnya. Sebuah kota metropolitan berlabel internasional padat dengan gedung-gedung megah, pusat perbelanjaan, perumahan, dan jalan-jalan yang padat merayap pada jam-jam sibuk.

Generasi muda Palembang pun kini makin tak kenal kehidupan sungai. Kondisi ini terutama terlihat di bagian hilir yang lebih dulu berkembang dari bagian hulu. Banyak dari mereka tak bisa berenang, bahkan takut naik ketek (sejenis sampan tradisional) atau kapal cepat (speedboat).

Tarso (49) mengenang, pada masa kecilnya ia masih bisa ke pusat kota Palembang di Demang Lebar Daun hanya dengan naik ketek menyusuri anak sungai. Anak sungai itu kini menjadi hanya sebesar selokan besar.

Daratanisasi di Palembang begitu masif selama dua dekade terakhir. Hamparan rawa-rawa diuruk dan beralih rupa menjadi bangunan perbelanjaan, kantor, dan kompleks perumahan.

TRIBUN PEKANBARU/MELVINAS PRIANANDA Ilustrasi: Jembatan Ampera, Palembang, Sumatera Selatan.
Ahli hidrologi dari Pusat Penelitian Manajemen Air dan Lahan Universitas Sriwijaya, Momon Sidik Imanudin, mengatakan, dari penelitian 2011, sekitar 70 persen dari Palembang adalah daratan dan tinggal 30 persen rawa.

Pesatnya penimbunan rawa dua tahun belakangan ini mengakibatkan luas rawa diperkirakan terus menyusut menjadi tinggal 25 persen dari seluruh Palembang yang luasnya sekitar 40.000 hektar. ”Palembang sekarang tak bisa disebut lagi sebagai kota air kecuali saat hujan deras yang membuat banjir di mana-mana,” kata Momon.

Transformasi rawa menjadi daratan ini terlihat di kawasan Jakabaring. Dulu, lahan Jakabaring merupakan hamparan bunga teratai di atas rawa seluas ribuan hektar. Kini, pemandangan itu tinggal kenangan. Kawasan Jakabaring sekarang adalah hamparan pembangunan kompleks perumahan di atas rawa yang telah ditimbun.

Sungai-sungai yang hilang

Wong lamo Palembang atau orang yang telah puluhan tahun bermukim di Palembang hanya bisa mengenang anak-anak sungai yang kini hilang. Tahun 1970-an, Palembang tercatat mempunyai 280 anak sungai. Tahun 2000, jumlahnya tinggal sekitar 108, dan terus menyusut hingga saat ini tertinggal 32 anak sungai.

Sebagian sungai yang hilang itu kini tinggal nama pada jalan atau kawasan, sebut saja Sungai Bayas, Sungai Jeruju, dan Sungai Baung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com