Para pesepeda menempuh rute 62 kilometer dari Kota Palopo menuju Rantepao, Kabupaten Toraja Utara, Kamis (28/8/2014). Mereka berangkat dari Palopo pukul 07.00 Wita dan tiba di Rantepao, Toraja, pukul 13.00.
Perjalanan dari Palopo menuju Rantepao lebih banyak didominasi rute menanjak dengan ketinggian hingga 1.300 meter di atas permukaan laut. Menghadapi tanjakan di Puncak Tanete, Kabupaten Luwu Selatan, pesepeda mulai terpisah-pisah, sesuai kekuatan fisik masing-masing. Jarak satu penggowes dengan lainnya bahkan bisa 500 meter hingga 1 km.
Kendati tak mudah, pada etape ini penggowes tak banyak mengambil waktu istirahat. Mereka terbantu udara sejuk pegunungan dengan temperatur 23 derajat celsius. Belum lagi ketika melintasi hutan cemara dan pinus dengan angin segar menerpa wajah.
Kondisi alam yang seperti itu membuat pesepeda tidak mudah dehidrasi dan butuh istirahat untuk memulihkan tenaga. ”Rute kali ini cukup berat karena tanjakan. Namun, peserta tidak diharuskan bersepeda dengan cepat sehingga mereka bisa menyesuaikan kekuatan tubuh. Banyak pula di antara penggowes lebih bisa menikmati keindahan alamnya,” ujar Agung Hartanto, road captain Kompas Jelajah Sepeda Manado-Makassar 2014.
Taufik Amrullah (30), penggowes asal Gorontalo, mengatakan, rute kali ini sangat menantang. Terbukti, pada etape ini rantai sepedanya putus hingga tiga kali.
Sebagai orang Sulawesi, ia belum pernah melewati rute itu. ”Ini tantangan bagi saya sebagai orang Sulawesi untuk mengenali lebih dalam tanah Sulawesi,” kata Taufik.
Bukit yang jika dilihat dari Rantepao selalu diselimuti kabut itu juga sangat menantang bagi Sugito, pesepeda asal Jakarta. Bahkan, menurut dia, rute tanjakan di Puncak, Bogor, belum seberapa berat. ”Ini menanjak dan tidak putus-putus. Kami tak ngoyo. Kalau ngoyo, jantung bisa bahaya karena dipacu terlalu keras,” katanya.
Namun, usaha keras mereka terbayar ketika setelah istirahat siang. Rute menuruni bukit dengan iklim sejuk pegunungan seolah ”mendinginkan” lagi tubuh mereka.
Kete Kesu
Atmosfer Tana Toraja mulai terasa ketika rombongan memasuki perkampungan dengan deretan rumah adat atau tongkonan dengan atap menyerupai perahu di kiri-kanan jalan. Mereka semakin dibuat kagum ketika mengunjungi kompleks permukiman asli Toraja di Kete Kesu. Sebuah obyek wisata indah yang terletak 4 km sebelah selatan kota Rantepao, ibu kota Toraja Utara.
Yang lebih menarik, di sekitar kompleks Kete Kesu ada pekuburan tradisional purbakala berusia 500 tahun lebih. Kubur itu berupa lubang-lubang pada batu cadas yang dijadikan tempat orang Toraja menyemayamkan anggota keluarganya. Masih tampak tengkorak-tengkorak dan tulang belulang di atas peti- peti kayu yang mulai lapuk dimakan usia.
Di depan kompleks Kete Kesu, terhampar panorama persawahan indah. Semuanya membentuk sebuah harmoni yang merupakan poros hidup masyarakat Toraja, mulai dari lahir, mencari makan, menikah, dan mati.
Fandi (19), penjaga pemakaman umum Kete Kesu, mengatakan, pekuburan itu merupakan kompleks pemakaman keluarga yang tinggal dalam satu kampung.
Setelah puas menikmati eksotisme Toraja Utara, penjelajahan tanah Sulawesi akan dilanjutkan Jumat (29/8/2014), menempuh rute Rantepao menuju Pinrang, Sulsel. Etape ke-12 ini akan menempuh jarak 140 km. (Gregorius Magnus Finesso/Dahlia Irawati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.