Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kopi Toraja, Kopi Para Dewa

Kompas.com - 18/08/2016, 22:52 WIB

PESTA kematian rambu solo’ lengkap dengan tradisi potong kerbau (mantunu) yang bersimbah darah itu memang khas Toraja. Juga upacara rambu tuka’ sebagai bentuk sujud syukur kepada Puang Matua, sang pemberi hidup. Dua ritus besar ini ikut membuat Toraja dikenal luas hingga ke mancanegara. Hanya itukah?

Di panggung dunia, sejatinya nama Toraja lebih identik dengan kopi. Pengalaman Insmerda Lebang (67) ketika melawat ke Eropa, terutama saat mengunjungi beberapa negara di kawasan Nordik-Skandinavia, membuat kebanggaannya sebagai orang Toraja membuncah.

Ia menemukan kenyataan bahwa ternyata kopi berlabel nama toraja (toraja arabica coffee) mendapat tempat istimewa: dipajang sangat mencolok di kafe-kafe bergengsi di sana.

”Waktu itu kami sedang berlibur. Di Eslandia, sekali waktu kami mesti berteduh karena turun hujan. Saya masuk ke satu kafe. Begitu mau cari tempat duduk, saya lihat ada kopi toraja dan termasuk yang direkomendasikan oleh pihak pengelola kafe kepada para tamunya,” kata Insmerda saat ditemui di Makale, Tana Toraja, akhir Juli lalu.

Bukan hanya di Eslandia, di Finlandia, Denmark, dan Swedia pun kopi toraja tersedia. Belakangan diperoleh informasi, kopi asal Toraja itu didatangkan dari Belanda. Dan, di Belanda sendiri kopi tersebut dipasok oleh jaringan eksportir yang masih terkait dengan perusahaan perkebunan kopi di Toraja.

”Ini satu lagi bukti bahwa kopi toraja tak hanya dikenal di Jepang, seperti yang selama ini sudah umum diketahui, tapi benar-benar sudah mendunia,” kata Insmerda, purnawirawan polisi bintang tiga ini.

Sejak itu, terlebih setelah pensiun dari kepolisian, Insmerda memutuskan membuat semacam ”hutan kopi” di tanah kelahirannya di Tana Toraja. Lahan berbukit seluas sekitar 20 hektar di pinggiran Makale ia tanami kopi arabika varietas lokal yang sudah menyatu dengan alam Toraja sejak ratusan tahun lalu.

Lewat hutan kopi itu terselip harapan untuk mengangkat derajat Toraja ke panggung perkopian dunia. ”Kita punya brand kopi asli warisan leluhur, yang justru oleh orang Toraja sendiri dilupakan,” ujarnya.

Untuk itu, bibit pun disemai khusus dari biji kopi toraja yang jatuh matang dari pohon berusia lebih dari 100 tahun. Itu semua demi memuliakan kopi asli Toraja berkualitas tinggi yang mulai hilang karena diganti bibit-bibit varietas baru dari pusat penelitian dan pengembangan kopi di Jember, Jawa Timur.

Kini, setelah proses ”penghutanan” dimulai sejak 2011, sebagian lahan sudah ditumbuhi kopi. Sebagian kecil digunakan untuk lokasi memelihara sapi, kerbau, kuda, dan domba guna bahan persediaan pupuk kandang untuk kebun kopi. Sisanya masih dalam penggarapan.

Meski sama sekali belum tampak sebagai hutan kopi, di puncak bukit sudah berdiri semacam pondok peristirahatan. Dalam jangka panjang, hutan kopi ini akan dijadikan bagian dari apa yang ia sebut sebagai perkebunan terpadu.

Termasuk di dalamnya obyek wisata kopi toraja: tempat turis mengalami sendiri penyemaian, penanaman, penyiangan, pemetikan, dan pengolahan biji kopi hingga siap diseruput di cangkir bambu.

Perang kopi

Kopi toraja punya riwayat panjang. Ada banyak versi kapan dan siapa yang membawanya ke daerah ini sehingga setelah sekian lama menjadi kopi spesial yang benar-benar khas Toraja.

Sumber-sumber lisan merabanya hingga abad ke-17. Boleh jadi ini merujuk catatan terkait pengiriman bibit kopi yemen (baca: arabika) dari India kepada gubernur jenderal Hindia Belanda di Batavia menjelang akhir abad ke-17. Satu rangkaian waktu dengan perkenalan orang-orang Ceylon dengan tanaman kopi sejenis, yang juga mulai menyebar hingga ke Nusantara pada 1658.

Dalam versi lain, seperti dilansir T William Bigalke (Tana Toraja: A Social History of An Indonesia People, 2005), cikal bakal kopi toraja diperkirakan baru dimulai pada paruh pertama abad ke-18. Tapi ini berangkat dari catatan Van Dijk ketika membuka perkebunan kopi di kawasan Rantekarua pada 1928, yang menyebutkan bahwa di Sa’dan ia menemukan kopi berusia sekitar 200 tahun.

Jika catatan mengenai kapan pastinya sejarah perkopian di Toraja bermula masih kabur, tidak demikian dengan dinamika sosial-politik yang menyertainya. Pada abad ke-19, kopi asal Toraja sudah jadi bahan pergunjingan di pesta-pesta elite di Batavia. Bahkan, sejak itu kopi toraja menjadi salah satu komoditas perdagangan yang dikirim ke Eropa.

Seperti halnya di Batavia, di Eropa pun kopi toraja langsung mendapat tempat di kalangan elite di sana, yang oleh masyarakat Toraja kala itu disetarakan dengan para dewa. Hanya saja, merek dagangnya bertumpang tindih dengan nama Kalosi (kalosi coffee), yang pada masa itu memang menjadi semacam ”pasar induk” perdagangan kopi di wilayah Toraja dan Enrekang.

Sejak itu pula kopi toraja jadi rebutan antarpedagang besar. Pedagang Arab dari Palopo di utara dan pedagang Bugis dari Sidenreng-Rappang-Bone di selatan saling bersaing. Sementara di Toraja sendiri antar-elite penguasa lokal pun tak akur. Masing-masing menjalin kontak dengan kedua pihak dari luar, termasuk dalam hal pasokan senjata.

Menjelang akhir abad ke-19, tepatnya pada 1889, konflik terbuka akibat perebutan ”emas hitam” itu tak terhindarkan. Sejarah pun mencatatnya sebagai ”Perang Kopi”, menandai satu babak dari perjalanan kopi toraja di panggung dunia, hingga akhirnya Belanda masuk menguasai kawasan pedalaman Sulawesi Selatan ini pada 1906.

Babak baru

Kini, ketika minum kopi menjadi bagian dari gaya hidup kaum urban, kopi toraja kian berkibar. Jika segelintir masyarakat perkotaan mulai terpikat pada kopi toraja baru beberapa tahun terakhir, seiring menjamurnya kafe-kafe, di Jepang kopi toraja dikenal luas sejak 1930-an.

Saat ini, lebih dari 5.000 restoran dan kafe di Jepang menyuguhkan kopi toraja yang didistribusikan oleh sang perintis: Toarco Jaya, anak usaha Key Coffee dari Jepang.

Kopi toraja juga mengisi gerai-gerai kopi berkualitas di toserba dan pasar swalayan terkenal di sana. Bahkan, survei Key Coffee menyebutkan, di lingkungan rumah tangga di Jepang, kopi toraja populer sebagai produk yang mewah.

Sempat mati suri setelah perkebunan skala besar milik Van Dijk di Rantekarua diambil alih dan dieksploitasi Jepang (1942-1945) tanpa perawatan, sementara kebun-kebun kopi rakyat ditelantarkan, lalu baru pada 1970-an ”dibangkitkan” kembali oleh Key Coffe, kini kopi arabika toraja masuk dalam lima besar kopi spesial dunia.

Baik Toarco Jaya yang berbasis di wilayah Pedamaran maupun Sulotco Jaya Abadi yang mengusahakan eks lahan Van Dijk di Rantekarua mengakui secara kualitas kopi arabika varietas lokal memang unggul. Namun, produktivitasnya rendah. Karena itu, mereka akhirnya lebih banyak menanam bibit kopi arabika yang didatangkan dari Jember, yang produktivitasnya lebih tinggi.

”Tapi begitu ditanam di sini, di Toraja, cita rasa kopi yang dihasilkan jadi khas, beda dengan di tempat lain,” kata Samuel Karundeng, salah satu pimpinan perkebunan PT Sulotco Jaya Abadi.

Boleh jadi, cita rasa yang khas dengan aroma harum yang melekat pada kopi toraja itu pula yang membuat sebuah jaringan kafe waralaba internasional ikut terjun ke sentra-sentra penghasil kopi di Toraja, seperti di Baruppu, Pangalla’ Rindingallo.

Selain bantuan modal langsung kepada petani kopi, mereka juga memberikan pelatihan pengolahan pasca panen agar biji kopi yang dihasilkan memenuhi standar kualitas yang diinginkan.

Pada titik ini, dunia kapitalisme global pun sudah masuk hingga ke pelosok Toraja lewat persentuhannya dengan petani kopi. Hal yang juga—dalam bentuk berbeda—dilakukan oleh Toarco dan Sulotco.

Sementara di pasar- pasar tradisional di Makale dan Rantepao, kopi jenis ini nyaris tak beredar, apalagi yang masuk kategori ”grade 1” dan ”premium”, yang hanya diperuntukkan bagi para dewa di luar sana bernama jaringan kapitalisme global! (Kenedi Nurhan)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Agustus 2016, di halaman 1 dengan judul "Kopi Toraja, Kopi Para Dewa".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com