Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah di Balik Kedai Penjual Popiah "Kway Guan Hwat"

Kompas.com - 24/04/2017, 13:28 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

SINGAPURA, KOMPAS.com - Ada kisah menarik di balik sebuah kedai penjual popiah di kawasan Geylang Serai, Singapura.

Pada awal April 2017 saya mengunjungi kedai Kway Guan Hwat yang terletak di Joo Chiat Road. Kedai ini menjual popiah sejak tahun 1938. Popiah merupakan makanan khas warga Tionghoa. Bahan pembuatnya mirip dengan lumpia khas Semarang.

Rasa penasaran bercampur lapar membuat saya tak sabar untuk mencicipinya. Dalam waktu singkat saya melahap dua popiah. Popiah terbuat dari sayur-sayuran seperti tauge, selada, wortel dan tahu.

(BACA: Mencicipi Lezatnya Popiah dan Epok-Epok di Joo Chiat Road)

Selain itu ditambah juga dengan campuran daging kepiting dan irisan bengkoang, sebagai pengganti rebung yang sulit ditemukan di Singapura.

KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Demo pembuatan popiah di depan kedai Kway Guan Huat, Singapura.
Kemudian, dibungkus dengan kulit yang terbuat dari adonan telur dan tepung terigu. Bedanya, popiah tidak digoreng sehingga tidak terasa berminyak ketika dimakan.

Tidak lama kemudian seorang pria mendekati saya, "Bagaimana rasanya? Enak?"

"Wah enak sekali," jawab saya, singkat.

Pria itu bernama Michael Ker, sang pemilik kedai. Umurnya 40 tahun dan baru beberapa tahun ini dia menjalankan bisnis popiah warisan dari ayahnya.

(BACA: Warung Kaki Lima di Singapura Dapat Bintang Michelin)

Michael merupakan generasi ketiga yang mengelola bisnis penjualan Popia. Kakeknya, Quek Tren Wen, yang merintis kedai Kway Guan Huat tidak lama setelah berimigrasi ke Singapura. Kedai itu kemudian diwariskan kepada Ker Cheng Lye, ayah Michael.

KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Ker Cheng Lye (memakai kaus putih) sedang membuat kulit pembungkus popiah di kedai Kway Guan Huat, di Singapura dan Michael Ker (memakai kaus biru tua) sedang menjelaskan proses pembuatan popiah. Michael merupakan generasi ketiga di keluarganya sebagai pembuat popiah.
Awalnya Michael enggan untuk meneruskan bisnis keluarganya itu. Dia memilih untuk menyelesaikan kuliahnya dan menjadi seorang apoteker.

Kedai Kway Guan Huat pun terancam tutup sebab tidak ada lagi yang meneruskan tradisi membuat popiah. Bagi keluarga Michael maupun keluarga Tionghoa lainnya, popiah sudah menjadi bagian dari budaya.

Hampir di setiap hari besar seperti Tahun Baru China, keluarga Michael selalu berkumpul bersama. Biasanya mereka berbincang sambil membuat popiah. Kebiasaan itu terus dilakukan dari generasi ke generasi.

Akhirnya, Michael memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai apoteker dan meneruskan bisnis keluarganya itu.

KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Popiah merupakan makanan khas masyarakat Tionghoa. Bahan pembuatnya mirip dengan lumpia khas Semarang. Popiah terbuat dari sayur-sayuran seperti tauge, selada, wortel dan tahu. Selain itu ditambah juga dengan campuran daging kepiting dan irisan bengkoang, sebagai pengganti rebung yang sulit ditemukan di Singapura.
Menurut Michael, yang dilakukannya saat ini lebih dari sekadar urusan bisnis. Sebagai generasi termuda, dia merasa memiliki tanggung jawab untuk meneruskan tradisi keluarganya itu.

Michael menuturkan, saat ini tidak banyak generasi muda Tionghoa yang mau menjadi seorang pembuat popiah.

"Apa yang saya lakukan ini lebih dari sekadar alasan bisnis, tapi karena saya ingin meneruskan tradisi keluarga saya. Popiah sudah menjadi bagian dalam keluarga kami," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com