Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Benar Bali Sudah "Overtourism"? Ini Pendapat Pengamat Pariwisata

Kompas.com - 20/02/2024, 15:03 WIB
Krisda Tiofani,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bali masuk daftar destinasi berpredikat overtourism (kelebihan wisatawan) di dunia menurut CNN pada akhir 2023.

Adapun sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyampaikan bahwa Indonesia belum mengalami kondisi overtourism.

Baca juga: Target 7 Juta Kunjungan Wisman di Bali Tahun 2024, Tanpa Overtourism

Ia pun akan terus memantau data pertumbuhan wisatawan, utamanya di Bali, agar overtourism tidak terjadi.

"Bali ialah daerah yang paling melihat sinyal pertama kali adanya risiko overtourism karena saya melihat kunjungan terus meningkat lebih dari 80 persen year on year," kata Menparekraf, dilaporkan oleh Kompas.com, Selasa (8/8/2023).

Hal senada juga diucapkan oleh pengamat pariwisata sekaligus Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Bali, I Gede Pitana.

Pertama-tama, ia menegaskan bahwa overtourism tak semata-mata bergantung pada jumlah wisatawan yang tinggi.

Menurut data yang disampaikan Pitana, Bali justru menerima wisatawan mancanegara (wisman) lebih banyak sebelum pandemi Covid-19 dibanding saat ini.

Ilustrasi Pura Melanting di Kabupaten Buleleng, Bali.Dok. Wonderful Indonesia/WIRASETO Ilustrasi Pura Melanting di Kabupaten Buleleng, Bali.

"Tahun 2018, 2019, sebelum ada Covid-19, jumlah wisatawan (mancanegara) ke Bali itu 6,2 juta. Ditambah dengan indirect arrival, jumlahnya sama, sekitar 6 jutaan," ujar Pitana saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (16/2/2024).

Bila ditotal, ada 12 jutaan wisman yang datang ke Bali pada setiap tahun sebelum pandemi.

Namun demikian, lanjut dia, tidak ada wacana atau istilah overtourism di Bali dengan jumlah wisman yang begitu banyak.

Sementara itu, pada tahun 2023, tercatat ada 5,3 juta wisman yang datang ke Bali.

Penurunan jumlah wisman ke Bali terjadi saat pandemi pada tahun 2020. Akhirnya, diadakan promo penjualan murah demi menggaet wisman untuk datang.

"Maka, orang-orang luar datang ke Bali dan tinggal lama-lama di Bali, tetapi tidak menyewa hotel atau akomodasi resmi, melainkan tinggal di vila-vila ilegal," ungkap Pitana.

Akhirnya, tak ada keuntungan signifikan yang dirasakan masyarakat Bali kala itu karena vila dan akomodasi yang dipakai wisman digunakan bergantian antarwisman.

"Mereka-mereka inilah yang kemudian memicu permasalahan dan berbeda dengan turis asal Eropa yang menghargai budaya Bali," ucapnya.

"Inilah yang kemudian menimbulkan rasa overtourism tersebut," tambah dia.

Sebab, salah satu faktor overtourism, menurut Pitana, adalah masyarakat yang terganggu dengan wisatawan.

Baca juga:

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas Travel (@kompas.travel)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com