Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Penyebab "Overtourism", Tak Hanya Jumlah Wisatawan yang Banyak

Kompas.com - 20/02/2024, 17:05 WIB
Krisda Tiofani,
Anggara Wikan Prasetya

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Overtourism artinya wisatawan berlebihan dalam bahasa Indonesia. Namun, kondisi ini tak hanya disebabkan oleh jumlah turis yang tinggi.

"Overtourism itu indikatornya sangat kualitatif. Masyarakat lokal sudah mulai merasa terganggu oleh kehadiran wisatawan," ujar pengamat pariwisata sekaligus Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Bali, I Gede Pitana.

Sebaliknya, bila wisatawan sudah merasa terganggu dengan padatnya suatu obyek atau tempat wisata, bisa dikatakan overtourism.

Baca juga: Apa Benar Bali Sudah Overtourism? Ini Pendapat Pengamat Pariwisata

Pitana menggambarkan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) Bali yang lebih tinggi pada 2018-2019.

 
 
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kompas Travel (@kompas.travel)

Setiap tahunnya ada 12 juta wisman melalui direct arrival dan indirect arrival ke Bali tepat sebelum pandemi Covid-19.

Sementara itu, pada 2023, tercatat hanya 5,3 jutaan wisman ke Bali. Meski demikian, angka ini sudah melampaui target sebesar 4,5 juta wisman pada 2023.

Baca juga: Wisatawan Numpuk di Selatan, Pariwisata Bali Perlu Pemerataan Akses dan Atraksi

"Dengan demikian, kita tidak bisa mengandalkan hanya dari segi angka-angka atau jumlah wisatawan," kata Pitana.

Pertunjukkan Tari Kecak di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) BaliDok. https://www.gwkbali.com/ Pertunjukkan Tari Kecak di Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) Bali

Lebih lanjut, Pitana memaparkan tiga penyebab overtourism, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (16/2/2024). Berikut ini pemaparannya.

1. Infrastruktur yang tidak mendukung

Bukan padat penduduk, melainkan padat bangunan di sebuah destinasilah yang menyebabkan overtourism.

Ilustrasi kemacetan di Bali. Dinas Perhubungan Provinsi Bali mencatat ada sekitar 871.607 wisatawan dan 98.907 unit kendaraan yang memadati Pulau Dewata selama libur NataruShutterstock/Catwalk Photos Ilustrasi kemacetan di Bali. Dinas Perhubungan Provinsi Bali mencatat ada sekitar 871.607 wisatawan dan 98.907 unit kendaraan yang memadati Pulau Dewata selama libur Nataru

Pitana mencontohkan Bali. Sulit mencari tempat parkir di mal sekitar Bali. Pertokoan juga berjejer sepanjang jalan, tanpa menyisakan banyak ruang.

"Akhirnya menghabiskan badan jalan untuk tempat parkir. Kiri dan kanan. Dulu mungkin enggak masalah, tetapi sekarang, satu keluarga di Bali, setidaknya punya satu atau dua mobil," ungkap Pitana.

2. Distribusi wisatawan yang tidak merata

Satu destinasi biasanya memiliki beberapa daya tarik. Bila sebagian tempat wisatanya penuh, sedangkan lainnya kosong, rasa overtourism pun bisa muncul dalam kondisi ini.

Bali yang dibagi menjadi beberapa wilayah, misalnya. Bali selatan banyak dikunjungi wisatawan, sedangkan minat wisatawan pada sisi Bali lainnya tidak begitu tinggi.

Ilustrasi cafe ubud dengan pemandangan hamparan sawah yang menyegarkan.DOK.SHUTTERSTOCK/Elizaveta Galitckaia Ilustrasi cafe ubud dengan pemandangan hamparan sawah yang menyegarkan.

"Bali itu kan luas, tetapi wisatawan menumpuk di satu sisi. Di Nusa Dua, Ubud, Sanur, Kuta, dan sekitarnya. Hanya itu saja," tutur Pitana.

Padahal, menurut Pitana, hutan, sawah, dan perkebunan di Bali Barat masih luas. Masih ada Pantai Tulamben di Bali timur, juga Pantai Lovina di Bali utara.

3. Perilaku buruk wisatawan

Setiap destinasi tentu memiliki budaya yang diterapkan menjadi aturan di semua tempat wisatanya. Selain warga lokal, wisatawan juga perlu menghormati, bahkan mengikuti budaya yang sudah ada.

Kembali mencontohkan Bali, Pitana menganggap wisatawan, khususnya mancanegara, yang tidak mengikuti budaya setempat bisa menyebabkan overtourism.

Baca juga:

Misalnya, pura yang dianggap sebagai tempat suci masyarakat Bali justru asal disinggahi dan difoto oleh wisatawan.

"Jadi, itu yang membuat warga lokal emosional dan mengatakan, 'Kami tidak butuh wisatawan'," kata Pitana.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com