KOMPAS.com - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menargetkan 7 juta turis asing atau wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali pada 2024 ini.
Total target wisman yang disebut Sandiaga dalam berita Kompas.com, Jumat (2/2/2024), ada sebanyak 14,3 kunjungan ke Indonesia.
Jumlah ini naik bila dibandingkan dengan target wisman ke Bali pada 2023, yakni sebanyak 4,5 juta.
Baca juga: Dunia Diprediksi Dilanda Overtourism Terburuk pada 2024
Padahal, Bali sempat masuk daftar destinasi overtourism di dunia pada tahun lalu. Adapun overtourism dapat terjadi karena jumlah pengunjung yang datang ke suatu daerah melebihi kapasitas.
Lihat postingan ini di Instagram
Pengamat Pariwisata sekaligus Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Bali I Gede Pitana, menyampaikan pendapatnya.
Menurut Pitana, target 7 juta wisman ke Bali bukanlah masalah besar. Angkanya bertambah pun, tidak menjadi masalah.
"Asalkan, kita bisa membuat strategi sehingga distribusi wisatawan merata," ujar Pitana saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (16/2/2024).
Baca juga: Target 7 Juta Kunjungan Wisman di Bali Tahun 2024, Tanpa Overtourism
Ada dua macam distribusi wisatawan yang dimaksud Pitana, yakni distribusi antardaerah dan distribusi antarwaktu.
Maksudnya, pemerintah harus bisa menyesuaikan waktu kunjungan, juga daerah yang dituju turis asing selama di Bali.
Pitana mengakui bahwa dua hal ini tak lantas bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Sebab, pemerintah daerah perlu membangun pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Bali Selatan.
Bali Selatan memiliki banyak destinasi favorit wisatawan, seperti Pantai Kuta, Pantai Jimbaran, Pantai Nusa Dua, Uluwatu, Garuda Wisnu Kencana, dan Tanjung Benoa.
Hal ini yang memicu overtourism, kata Pitana, karena banyaknya wisatawan yang menumpuk di Bali Selatan, sementara Bali Utara kurang diminati.
Baca juga:
"Kita bisa belajar dari Nusa Dua, kenapa daerah tersebut ramai, bagaimana sejarahnya," kata Pitana.
Menurut dia, salah satu alasannya adalah lokasi bandara yang dekat dengan Nusa Dua.
"Kalau saja pemerintah membuat titik pertumbuhan baru melalui pembuatan utara, misalnya di Bali Utara atau Timur, akan sangat bagus dan mengurangi beban Bali Selatan," tambah Pitana.