KOMPAS.com - Di Jakarta Pusat, terdapat bangunan bergaya neo-renaissance yang dibangun tahun 1899 dan masih kokoh berdiri. Saat ini bangunan tersebut dikenal sebagai Museum Kebangkitan Nasional.
Bangunan ini menjadi saksi bisu semangat perjuangan pelajar STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) pada masa itu yang secara simbolis diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional setiap 20 Mei.
"20 Mei jadi Hari Kebangkitan Nasional karena semangat mereka (pelajar STOVIA) sebagai anak sekolah, belum lulus, tapi sudah memikirkan kondisi negara," kata Educator Museum Kebangkitan Nasional, Titis Kuncoro Wati, dilaporkan oleh Kompas.com, Jumat (12/5/2023).
Baca juga:
Sebagai informasi, Hari Kebangkitan Nasional berkaitan erat dengan pendirian organisasi pergerakan nasional bernama Budi Oetomo atau Budi Utomo.
Organisasi ini dibentuk pada 20 Mei 1908 di ruang anatomi di gedung STOVIA.
Dikutip dari Kompas.com, Selasa (16/1/2024), Budi Utomo merupakan hasil dari inisiatif beberapa tokoh penting pada masa itu, di antaranya Soetomo, Cipto Mangoenkoesoemo, Goenawan, dan Tirtokusumo, yang semuanya merupakan mahasiswa STOVIA.
Kontribusi penting juga datang dari Wahidin Sudirohusodo dalam pendirian Budi Utomo, salah satunya dalam mendorong Soetomo dan rekan-rekannya untuk membentuk organisasi tersebut.
Wahidin pun menilai, bila masyarakat Indonesia cerdas dan maju dari segi pendidikan, mereka tidak akan mudah dikendalikan bangsa Belanda.
Mulanya Budi Utomo adalah kelompok mahasiswa dengan aspirasi luas untuk pengembangan Hindia Belanda. Ruang lingkupnya terbatas hanya di Pulau Jawa dan Madura.
Namun, organisasi ini lantas berkembang dengan mencakup seluruh masyarakat Hindia Belanda, tanpa memandang jenis kelamin, ras, atau agama.
Cipto Mangunkusumo disebut aktif secara politik dan radikal selama pertumbuhan organisasi ini.
Baca juga: 5 Aktivitas di Museum Kebangkitan Nasional, Masuk ke Asrama pelajar STOVIA
Hal ini menyebabkan perselisihan mengenai tujuan organisasi, yang mana Radjiman Wedyodiningrat disebut kurang peduli dengan isu-isu global.
Sementara itu, Tirtokusumo, yang merupakan Bupati Karanganyar, disebut lebih memperhatikan reaksi pemerintah kolonial dibandingkan masyarakat pribumi.
Usai perdebatan panjang, keputusan menjauhkan Budi Utomo dari politik dan membatasi ruang lingkupnya hanya pada penduduk Jawa dan Madura terwujud.
Pendidikan dan kebudayaan dipilih sebagai bidang yang menjadi fokus utama Budi Utomo.
Hasilnya, organisasi ini mengubah slogannya dari perjuangan untuk bertahan hidup menjadi seruan untuk persatuan dan kemajuan dalam pendidikan, khususnya bagi kelas praja dan penduduk pribumi secara keseluruhan.
Dengan demikian, Budi Utomo menjadi salah satu organisasi yang sangat berpengaruh dalam pergerakan nasional di Hindia Belanda.
Baca juga: Cara menuju ke Museum Kebangkitan Nasional, Naik Transjakarta dan KRL
View this post on Instagram