Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerbang Waktu di Tengah Pasar

Kompas.com - 05/02/2014, 09:23 WIB
DI tengah pasar becek, kita bisa menemukan gerbang waktu ke masa silam, Museum Benteng Heritage. Di sini, tak hanya atmosfer eksotis ala ”tempo doeloe” yang terasa, tetapi juga kehangatan selayaknya di rumah.

Langit tengah cukup cerah, memberi harapan perjalanan pagi itu akan menyenangkan. Ke Pasar Lama Tangerang, begitu agenda jalan-jalan santai kami beberapa waktu lalu. Pasar ini terletak di Kota Tangerang, Banten. Dari Jakarta, misalnya dari pintu tol Kebon Jeruk, kita bisa menempuhnya dengan berkendara dalam waktu sekitar 30 menit jika lalu lintas lancar.

Pagi itu, areal sekitar pasar basah oleh sisa hujan semalam yang mengguyur wilayah Jabodetabek. Langit yang cukup cerah berpadu dengan udara yang masih cukup sejuk. ”Sejak kecil saya sering sekali menemani ibu belanja di pasar ini,” kenang Indah, teman perjalanan yang tumbuh besar di Tangerang.

Indah lalu mengajak kami memasuki areal pasar tumpah yang memenuhi sisi kanan dan kiri gang yang sempit. Seperti lazimnya pasar, segalanya bisa kita temukan. Mulai dari bahan pangan, perlengkapan sembahyang warga Tionghoa, hingga pakaian dalam. Berbagai ornamen hiasan menjelang perayaan Imlek juga tampak dijual pedagang. Atmosfer Imlek sudah kental terasa. Sebuah lapak bahkan menjual pakaian dalam perempuan berwarna merah menyala dengan aksen hiasan Imlek yang menggoda mata.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Relief yang menceritakan tentang usaha Kwan Kong menyelamatkan kakak ipar perempuannya dari kejaran Cao Cao terpahat di atap Museum Benteng Heritage.
Indah, pemandu jalan-jalan kami hari itu, lalu mengajak kami mampir di sebuah kelenteng tua bernama Boen Tek Bio yang juga berada satu areal dengan pasar. Kelenteng yang telah berdiri sejak 1864 ini tergolong yang tertua di Tangerang saat ini. Banyak pilihan penganan yang dijual di sekitar kelenteng, mulai dari yang lazim sampai yang ”eksotis”. Mi, nasi goreng, bubur, kwetiau, ayam arak, ayam jahe, pindang bandeng, bacang, kue serabi, hingga sate ular.

Setelah bersantap siang sejenak, Indah lalu mengajak kami menyusuri Gang Cilame, jalan kecil tepat di sisi kiri Kelenteng Boen Tek Bio. Hanya beberapa meter kemudian, di sisi kiri gang dari mulut gang dekat kelenteng, sebuah bangunan tua tampak berdiri menyempil di tengah lapak pedagang.

Inilah Museum Benteng Heritage, yang didirikan Udaya Halim (61) atau Lim Cin Peng sejak dua tahun lalu, setelah merevitalisasi bangunan asli. Di ruang depan, kami disambut beberapa relawan museum dengan hangat. Sebuah barongsai naga berdiri gagah di salah satu sisi dinding. Dengan tiket masuk Rp 20.000 per orang kita bisa berkelana sejenak ditemani relawan yang menerangkan berbagai macam isi museum.

Memasuki ruang tengah museum, kita akan merasa museum ini seperti juga rumah. Dari ruang tengah terlihat dapur terbuka di pojok bangunan dan beberapa meja makan besar yang terbuat dari kayu utuh yang kokoh. Rupanya sang pemilik museum, Udaya, tengah asyik di dapur membersihkan ikan. Udaya dan keluarganya sebenarnya tinggal di Australia, tetapi rutin pulang ke Indonesia hampir setiap bulan.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Ruang makan di Museum Benteng Heritage.
Udaya lalu mengajak kami berkeliling museum. Kecintaannya terhadap budaya leluhur Tionghoa peranakan membuat Udaya tergerak membeli bangunan tua ini, lalu mendirikan museum. Museum ini lantas menjadi semacam penjaga kenangan tentang sejarah berkembangnya budaya Tionghoa peranakan atau biasa disebut ”Cina Benteng”, yang tertoreh di Tangerang. ”Saya dulu tinggal di rumah itu,” kata Udaya sambil menunjuk bangunan di seberang museum.

Kamar khusus

Bangunan itu dikembalikan Udaya ke karakter aslinya. Misalnya saja lantai, yang semula ditutup keramik modern oleh pemilik bangunan lama, oleh Udaya dibongkar lagi sehingga menampakkan tegel tua asli yang tebal dan kokoh. Bangunan museum ini diperkirakan telah berusia 200 tahun, yang berarti dibangun sekitar pertengahan abad ke-17. Beberapa ornamen di bagian dalam bangunan merujuk pada dongeng Delapan Dewa.

Istilah populer Cina Benteng, kata Udaya, mengacu pada nama lama Kota Tangerang, yang disebut Benteng. Benteng tersebut merujuk pada bangunan Benteng Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang terletak di timur Sungai Cisadane, benteng pertahanan dalam rangka untuk menahan serangan dari Kesultanan Banten. Kedatangan orang Tionghoa di Tangerang sendiri tercatat bahkan jauh sebelum VOC tiba, yakni tahun 1407 di Teluk Naga.

Masa tersebut menunjukkan tempo yang bersamaan dengan kedatangan rombongan Cheng Ho di Pulau Jawa. Sejak itulah peleburan budaya Tionghoa dengan penduduk setempat terjadi hingga kini. Berbagai bentuk peleburan mewujud dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari kuliner, sandang, arsitektur bangunan, hingga bahasa.

Di lantai dua museum Benteng Heritage, misalnya, kita bisa melihat kebaya encim kuno, timbangan candu, aneka keramik kuno, uang, foto-foto, dan perabot tua. Di museum ini kita juga diingatkan lagi akan lezatnya aneka kecap bikinan Tangerang. Sejak dahulu, Tangerang memang dikenal sebagai sentra produksi kecap, salah satu jejak kuliner kehadiran orang Tionghoa di Nusantara.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Timbangan candu di Museum Benteng Heritage.
Jangan lewatkan menjenguk sebuah ruangan istimewa di museum ini. Di salah satu sudut di lantai dua ini, Udaya juga menyekat kamar khusus untuk berbagai macam koleksi kamera kuno, koleksi piringan hitam, dan banyak gramofon tua.

Kami lalu mendengarkan beberapa koleksi piringan hitam dengan gramofon. Mulai dari lagu-lagu retro tahun 1920-an, lagu-lagu Beatles, rekaman lagu ”Indonesia Raya” di tahun 1945, hingga lagu ”Gendjer-gendjer” yang dinyanyikan Bing Slamet dalam album Mari Bersuka Ria dengan Irama Lenso.

Tak terasa waktu sudah memasuki petang. Hujan deras turun lagi mengguyur Bumi tanpa ampun. Udaya lalu memesan bubur ayam Keluarga yang tersohor enaknya di kawasan itu. Sambil menunggu hujan mereda, kami menikmati bubur ayam yang harum dan sedap di tengah suasana museum bermandi cahaya lampion merah. (Sarie Febriane)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com