Untuk tahun ini, ritual yang diadakan setiap tahun tersebut jatuh pada hari Kamis (12/6/2014). Awalnya mereka menyapu makam Ki Buyut Cungking lalu mereka membuka kain kafan penutup makam. Warga kemudian secara bergotong royong membawa kain kafan ke Dam Krambatan Banyu Gulung yang berada di Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Giri untuk dicuci. Lalu kain putih tersebut kembali dibawa ke Balai Tajuk untuk dibilas dan diperas.
Uniknya tradisi ini hanya dilakukan oleh kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan menyiapkan masakan di Balai Tajuk untuk disajikan setelah kaum pria menyelesaikan tradisi tersebut.
Bukan hanya kaum laki-laki saja yang melakukan tradisi tersebut, hal unik lainya warga masyarakat banyak yang berebut bekas air perasan dari kain kafan. Mereka memercayai jika meminum bekas air perasan tersebut akan awet muda, mendapat keberkahan serta kesehatan. Untuk setiap lembar kain akan diperas dan dibilas selama 3 kali dalam dua bak yang berbeda.
"Tradisi ini sudah kami lakukan selama ratusan tahun untuk mengawali bulan Ramadhan. Agar jiwa kita baru dan suci pada saat melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Selain itu nanti pada saat Ramadhan dan Syawal kain kafan yang digunakan menutup makam sudah bersih," jelas Jam'i Abdul Ghani (57) juru kunci makam Ki Buyut Cungking kepada Kompas.com, Kamis (12/6/2014).
Setelah kain putih tersebut dibilas dan diperas, maka secara gotong royong masyarakat lingkungan Cungking menjemur kain sepanjang 110,75 meter tersebut di tengah jalan dengan bantuan bambu dan juga tali tambang warna hitam. "Tidak boleh kena tanah itu salah satu syaratnya," jelas Dul Rahmat salah satu warga yang ikut bergotong royong menjemur kain putih tersebut.
Nantinya setelah kering, kain tersebut akan dilipat dan disimpan di Balai Tajuk selama satu minggu lalu akan dilabuh (dipendam) di sekitar makam Ki Buyut Cungking. "Walaupun masih layak, tidak ada satu pun warga yang berani mengambil kain kafan tersebut karena jika mereka nekat mengambil maka akan terjadi bala. Sedangkan untuk kain pengganti, warga di sini menyumbang dengan sukarela dan dijahit bersama-sama," kata Jam'i.
Tradisi Resik Lawon tersebut ditutup dengan nyekar ke makam Buyut Cungking sebagai permintaan maaf apabila ada kesalahan selama upacara berlangsung. "Walaupun tidak masuk agenda wisata kami akan terus melakukan tradisi ini karena ini merupakan peninggalan dari pendahulu," kata Jam'i.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.