Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Liburan Akhir Pekan, Yuk Nonton Seribu Gandrung di Banyuwangi

Kompas.com - 23/09/2015, 16:48 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Kabupaten Banyuwangi di Jawa Timur kembali menggelar pertunjukan kolosal, Gandrung Sewu pada akhir pekan Sabtu (26/9/2015). Seribu lebih Gandrung akan menari di bibir Pantai Boom saat matahari tenggelam. Rencananya tarian khas Banyuwangi tersebut akan dibawakan oleh 1.200 penari Gandrung di pantai dengan latar belakang Selat Bali.

Tahun ini gelaran Gandrung Sewu yang mengangkat tema “Podo Nonton” akan melibatkan artis nasional, Denada. “Kami bangga memiliki beragam seni dan budaya lokal yang sangat khas. Kami pun ingin seni dan budaya ini dapat dikenal secara luas dan ikut memperkuat khasanah budaya Banyuwangi di tingkat nasional dan internasionbal,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas kepada KompasTravel, Rabu (23/9/2015).

Sementara itu MY Bramuda, Plt Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi menjelaskan tarian Gandrung terdiri atas tiga segmen yaitu Jejer Gandrung, Paju Gandrung, dan ditutup dengan Seblang Subuh. “Podo nonton atau bahasa Indonesianya nonton bareng-bareng, merupakan salah satu bagian dari pertunjukan Jejer Gandrung," kata Bramuda.

“Podo Nonton” sendiri merupakan tembang wajib yang menjadi musik pengiring pada saat pertunjukan Jejer Gandrung. Syair dari Podo Nonton mengandung makna heroisme dan perjuangan rakyat Blambangan saat melawan penjajah. “Tema Podo Nonton pun akan dikisahkan dalam sebuah drama teatrikal yang sarat pesan,” ujar Bramuda.

KOMPAS/ADI SUCIPTO Upaya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melestarikan gandrung dimulai dengan memperkenalkan tari tersebut kepada khalayak. Sebanyak 1.053 pasang penari gandrung dilibatkan dalam Paju Gandrung Sewu di Pantai Boom Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (23/11/2013).
Selain "Podo Nonton", tembang yang dinyanyikan pada Gandrung adalah Sekar Jenar, Layar Kumendung, Keok-Keok, Jaran Dawuk. Dalam teatrikal nanti, akan diadegankan kondisi Banyuwangi sekitar tahun 1771 yang subur dan makmur. Tiba-tiba Belanda datang dan memporak-porandakan desa dan hasil tani milik rakyat.

Dalam kondisi yang tertindas, para petani bangkit dan melakukan perlawan terhadap kesewenang-wenangan tersebut. Hingga akhirnya pecahlah perang awal antara penduduk pribumi dan kolonial. Di masa peperangan tersebut lalu muncul tokoh-tokoh yang menjadi motor penggerak perlawanan terhadap penjajah yakni tokoh Rempeg Jogopati dan Sayu Wiwit.

"Denada nanti yang memerankan Sayu Wiwit. Bersama Jogopati, Sayu Wiwit memimpin rakyat Blambangan untuk melawan Belanda," pungkas Bramuda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com