Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Festival Batang Arut untuk Merawat Lingkungan Sekaligus Wisata

Bertajuk Festival Batang Arut, perahu-perahu itu berhias dengan nuansa etnis, Dayak dan Melayu.

Sebuah perahu besar, dari Kelurahan Baru, kampung tepi Sungai Arut, tampak gagah dengan mengusung replika Rumah Betang, rumah adat Dayak.

Pada bagian ujung haluan kapal, terdapat replika kepala burung Enggang, dengan mulutnya yang panjang. Sementara di bagian buritan perahu, dihiasi replika ekor enggang. Burung enggang merupakan salah satu ikon Etnis Dayak, di Kalimantan Tengah.

(BACA: Tarian Pebekatawai, Simbol Persaudaraan Suku Dayak Kenyah)

Di tengah-tengah perahu juga terdapat Tiang Pantar. Tiang ini biasanya terdapat di pekarangan rumah orang Dayak yang telah menggelar upacara tiwah, upacara kematian tingkat akhir untuk kerabatnya.

Di perahu lain, juga terdapat perahu dengan warna kuning di sana-sini, dan pemakaian Taluk Belanga, busana khas Melayu yang dikenakan peserta karnaval.

Sementara puluhan perahu kecil (getek), menghias diri dengan kain kuning dan warna-warni bendera. Beberapa di antara getek itu, menampilkan aksi teatrikal tengah membawa ibu-ibu hamil tua.

(BACA: Bedolob, Pengadilan Tuhan Suku Dayak Agabag)

Sungai Arut merupakan panggung nyata kehidupan Suku Dayak dan kemudian Melayu di era Kerajaan Islam Kotawaringin sejak berabad-abad lalu. Seperti lazimnya sungai-sungai besar lainnya di Pulau Kalimantan, Sungai Arut menjadi urat nadi kehidupan masyarakat.

Namun, kondisi sungai yang bermuara ke Laut Jawa itu sudah berbeda bila dibandingkan dengan puluhan tahun lalu. Kini warna sungai itu keruh akibat limbah pabrik dan pertambangan di hulunya.

Transportasi sungai yang menjadi andalan pun menyusut jumlahnya, tergantikan dengan moda transportasi jalan darat. Tak ada lagi kisah orang hamil susah payah diangkut dengan sampan dalam kehidupan sehari-hari.


Melalui Festival Batang Arut, Kepala Dinas Pariwisata Kotawaringin Barat mengatakan, pihaknya ingin mengajak masyarakat mengembalikan kelestarian lingkungan sungai yang telah rusak, sekaligus mengembangkan potensi sungai sebagai aset wisata alam.

Festival Batang Arut merupakan modifikasi dari agenda rutin tahunan pawai kelotok hias, di setiap ulang tahun Kotawaringin Barat.

Dengan format festival saat ini, Pemkab Kotawaringin Barat menambahkan agenda lomba Kayuh Belawanan. Ini merupakan lomba mengayuh dengan satu perahu, namun dengan arah berbeda di dua sisinya.

Sejumlah agenda lanjutan pun dijanjikan pemerintah setempat. "Dengan pebangunan infrastruktur, terbuka akses. Bantaran sungai, Insya Allah ke depan tetap kita pertahankan, untuk terutama kegiatan pariwisata, promosi daerah, UMKM, dan terutama untuk susur sungai," janji Bupati Kotawaringin Barat, Nurhidayah.

Pelaku pariwisata pun menyambut positif niat pemerintah itu. Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kalimantan Tengah, Yommie Kamale menyarankan, agenda seperti ini seharusnya dipersiapkan lebih matang lagi, dan dipromosikan jauh-jauh hari agar bisa diintegrasikan dengan tawaran paket perjalanan wisata yang sudah eksis sebelumnya.

"Paling tidak enam bulan sebelumnya lah," usul Yommie.

Menurut Yommie, di bulan Oktober kunjungan wisatawan mancanegara di Taman Nasional Tanjung Puting yang menjadi andalan Kalimantan Tengah selama ini masih tinggi.

Ia mengatakan, agenda budaya seperti Festival Batang Arut bisa berpotensi memperpanjang masa kunjungan wisatawan di wilayah ini.

https://travel.kompas.com/read/2017/10/09/081400627/festival-batang-arut-untuk-merawat-lingkungan-sekaligus-wisata

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke