Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tradisi "Kapung" Suku Saghe untuk Imam Baru di Manggarai Timur

Warga dan Umat Stasi Mesi, Paroki Santo Agustinus Mok dengan pakaian adat songke dan kebaya menunggu di pintu gerbang kampung itu untuk menyambut Imam Baru, Pater Gabriel Akhir, SVD, yang sudah menerima Rahmat Imamat di Ledalero, Sabtu (7/10/2017).

Uskup penahbisan adalah Uskup Keuskupan Sorong, Papua Barat, Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr.

Kegembiraan dan kebahagiaan atas rahmat itu disambut dengan berbagai ritual adat dari Suku Saghe. Hal pertama yang dilakukan tua-tua adat Suku Saghe bersama warga Desa Ranakolong adalah menyambut Imam Baru di pintu gerbang kampung itu dengan ritual "Kepok" dengan tuak adat yang sudah simpan didalam "Tawu".

Selanjutnya, dua anak gadis, Lilis dan Kristina Nggose mengalungkan kain selendang songke juga memakai topi adat kain songke.

Ritual adat di pintu gerbang selesai, seterusnya Imam Baru dan rombongan diarak dengan tarian Ana Jara oleh kaum perempuan dari Desa Ranakolong. Pagar betis dilakukan oleh siswa dan siswi SDI Mesi dan SMPN Mesi bersama dengan siswa dan siswi SMK Negeri Betong Torok.

Sungguh meriah ritual penyambutan karena semua orang penuh gembira atas rahmat yang diterima Imam tersebut.

Kepok di Pintu Masuk Rumah

Tua adat lainnya, Markus Turus, Aleksius Jala, Stanislaus Jani bersama orangtua Imam Baru, Fransiskus Ndolu dan Maria Goreti Ena sudah menunggu di pintu masuk rumah di Kampung Waekolong.

Sebelum Imam Baru itu masuk di rumah orangtuanya untuk dilangsungkan berbagai ritual adat, terlebih dahulu tua-tua adat menerimanya di pintu masuk dengan "Kepok Sundung" yakni sapaan adat dalam ritual penyambutan.

Sebuah Tawu yang berisi moke lokal sudah disediakan tua adat lainnya sebagai tanda penghargaan dan penghormatan kepada Imam Baru tersebut.

Ribuan warga dan umat Stasi Mesi memadati keliling rumah orangtua imam baru itu sebagai tanda kegembiraan dan kebahagiaan atas rahmat mulia tersebut.

Setelah ritual Kepok Sundung selesai dilaksanakan, selanjutkan tua-tua adat berbaur dengan kaum perempuan dari Suku Saghe melangsungkan danding dengan melingkar di halaman rumah orangtua imam baru tersebut.

Nyanyian-nyanyian adat dilantunkan oleh tua-tua adat bersama dengan kaum perempuan yang turut bergembira atas rahmat itu.

Kegembiraan dan kebahagiaan ditandai dengan menari danding di halaman rumah orangtuanya bersama dengan Imam Baru dan rombongan yang hadir.

Sambil melantunkan nyanyian-nyanyiaan adat dengan dialek Kolor atau Mbaeng, juga hentakkan kaki kanan dan kiri secara bergantian seirama dengan nyanyian-nyanyian tersebut.

Setelah tarian danding selesai, Imam Baru bersama rombongan masuk di dalam rumah untuk melangsungkan ritual "Kapung".

Kapung dalam bahasa Kolor adalah memangku seseorang, namun, dalama ritual ini dilakukan dengan seekor ayam jantan.

Ritual Kapung untk Imam Baru

Seekor ayam jantan yang disiapkan keluarga Imam Baru untuk melangsungkan ritual Kapung di rumah orangtuanya di Kampung Waekolong.

Tua adat Suku Saghe, Aleksius Jala mempersembahkan ayam jantan dengan tutur atau goet-goet bahasa Kolor sebagai tanda ucapan terimakasih dan mensyukuri rahmat Imamat yang diterima Pater Gabriel Akhir, SVD pada upacara penahbisan, Sabtu (7/10/2017) di Ledalero.

Aleksius Jala kepada KompasTravel, Kamis (12/10/2017) mengungkapkan keluarga besar Desa Ranakolong penuh bahagia atas rahmat yang diterima putra keenam dari pasangan Fransiskus Ndolu dan Maria Goreti Ena yang dengan tulus hati menerima Rahmat Imamat.

“Kami menyambut Imam Baru dari Desa Ranakolong. Ritual ini sebagai tanda penghormatan atas rahmat Imamat yang diterimanya. Kapung berarti memangku seseorang. Jadi saat ini melaksanakan ritual Kapung bagi Imam Baru dengan seekor ayam jantan dengan tutur adat sesuai bahasa Kolor. Juga dengan sebuah Tawu yang berisi Mokel lokal di dalamnya,” jelasnya.

Mempromosikan Selendang, Tenun dan Topi Songke

Kain selendang khas Manggarai Raya sudah masuk Rekor Muri pada Sail Komodo 2013. Tenun dan topi songke sebagai identitas warga Manggarai Raya terus dipertahankan dan dipromosikan oleh warga Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat).

Setiap upacara adat juga menyambut tamu selalu disambut dengan kain selendang, tenun songke dan topi songke. Tenun songke melambangkan penyambutan dan penerimaan tamu dengan tulus hati.

Geliat Pariwisata di Pulau Flores membangkitkan para penenun songke di wilayah Manggarai Raya untuk terus menenun kain khas Manggarai Raya. Bahkan saat ini binatang Komodo dipakai sebagai motif di topi Songke.

Gairah membangkitkan tenun songke di kampung-kampung Pulau Flores sangat terasa saat ini, di mana kaum perempuan Manggarai Raya terus menenun kain songke. 

https://travel.kompas.com/read/2017/11/07/145000027/tradisi-kapung-suku-saghe-untuk-imam-baru-di-manggarai-timur

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke