Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jajan Kenyang Rp 30.000 di Pinggir Sungai Mekong

Soal itu, tidak ada yang posesif, baik mereka yang tinggal di Watchan, Vientiane, Laos, maupun di Nong Na dan Bueng Kamphaeng di Thailand.

Untuk urusan Sungai Mekong yang membelah dua wilayah negara itu, mereka sama-sama menikmati. Namun, rasanya lebih meriah jika kita berada di sisi Vientiane.

Ini khususnya di Watchan, dan lebih khusus lagi di sekitar Taman Chao Anouvong. Sebuah halaman luas di depan taman itu dibangun menghadap ke sungai yang membelah banyak negara di Asia Tenggara tersebut.

Tentu saja keberadaannya lengkap dengan aneka jajanannya, alias street food. Contoh pertama, pedagang minuman.

"This is sayen (agaknya cayenne), this is coffee," ujarnya menyebut isi dua dari enam stoples minuman yang sudah jadi itu, yang belakangan juga populer di sejumlah mal di Indonesia.  

Adapun dua pilihan lainnya mudah dipahami sebagai air kelapa dan jeruk selasih, sementara isi di dua stoples lainnya entah apa.

Urusan bertanya memang susah-susah gampang ketika berada di Laos sebab tidak semua warganya bisa berbahasa Inggris.

Walau demikian, semua transaksi cukup dituntaskan dengan angka di kalkulator, ponsel, atau cukup dengan jari-jari. "Ya ya kop chai (terima kasih)," ujar mereka jika urusan transaksi beres.

Selepas halaman luas yang merupakan bagian dari proyek kerja sama dengan Korea Selatan sejak 2012 itu, ada tenda-tenda merah yang mulai dipadati barang-barang. Orang-orang menyebutnya "night market".

Tak jauh dari sekumpulan tenda itu, cumi atau cuttlefish berwarna oranye sarat bumbu sudah dipajang di dekat bara di sebuah gerobak. Di tempat lainnya ada aneka sate.

Untuk sate dengan pilihan daging sayap ayam berukuran kecil yang juga serba oranye karena sarat bumbu dan sate-sate lainnya, harga yang ditawarkan adalah 2.000-3.000 kip per tusuk.

Untuk cumi bakar, pilihannya ada yang potongan dan ada yang utuh cumi sebesar telapak tangan lebih sedikit. Masing-masing 10.000 kip dan 15.000 kip.

Satu cumi bakar pun ditunjuk. Lalu, setelah satu-dua menit diasapkan dan dipotong-potong, daging cumi akan "dimandikan" semacam kecap cabai yang kental. Aroma arang yang menyatu dengan penganan ini langsung terasa, begitu juga cubitan pada lidah karena pedas.

Total 20.000 kip dihabiskan pada sore itu. Kira-kira setara Rp 33.000. Lalu setelah malam datang, area tersebut memang kian ramai. Namun, jangan membayangkan keramaian seperti pasar malam di Indonesia.

Ramainya memang sesekali sedikit ekstrem, tepatnya ramai suara, jika sebuah mobil pikap yang dibikin ceper lewat dengan suara knalpot sport dan suara musik jedang-jedung dari kabinnya. Begitu kira-kira kultur kumpul-kumpul malam hari di pinggir Mekong ini.

Di luar itu, pinggiran sungai dan gang-gang di sekitar tempat penginapan cukup senyap, apalagi jika jarum jam sudah menunjuk pukul 21.00.

Rupanya, Vientiane tidak sebegitu menyala saat malam. Di kota kapital yang hanya berpenduduk satu juta jiwa (DKI Jakarta hampir 11 juta jiwa), sesekali ada kafe yang masih diramaikan oleh orang-orang yang ngobrol.

Kebanyakan dari mereka adalah warga negara Barat usia 50-60 tahun. Cukup banyak warga Barat seusia itu di kawasan turis dekat Sungai Mekong ini. Mungkin senyapnya, alih-alih ketenangan kawasannya, yang membuat mereka betah.

https://travel.kompas.com/read/2018/01/19/193400227/jajan-kenyang-rp-30.000-di-pinggir-sungai-mekong-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke