Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bunga Bangkai, Si Cantik yang Terus Dibantai

MEDAN, KOMPAS.com - Kalau disebut Amorphopallus Titanum, banyak orang yang langsung mengernyitkan dahi. Begitu dibilang bunga bangkai, seketika mereka mengangguk sambil berujar, "Rafflesia, kan..?!"

Kesalahan ini masih terjadi sampai hari ini. Minimnya informasi dan edukasi membuat flora endemik Pulau Sumatera ini masuk kategori rentan (vulnerable) dalam daftar merah IUCN dan menjadi tumbuhan yang dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

Sebuah postingan di akun Facebook menyebutkan bunga bangkai sedang mekar di tepi jalan baru jalur Poriaha-Rampa, Kecamatan Tapianauli, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Ditemani Damai Mendrofa selaku Koordinator Pantai Barat Komunitas Peduli Hutan Sumatera Utara (KPHSU), Kompas.com menyusuri informasi ini pada pekan lalu.

Hasilnya, bunga tak tumbuh di pinggiran jalan melainkan di perbukitan yang tak jauh dari jalan tersebut. Adalah Aritonang, warga sekitar sang pemilik lahan. Sehari-hari dia menyadap getah dan menjaga pohon Langsat-nya di situ.

Pengakuannya, ia memindahkan bunga hanya untuk bisa dilihat orang-orang yang melintasi jalanan yang berada di samping kebunnya.

“Biar bisa ditengok orang, biar difoto-foto. Kalau di bukit, kan, gak ada yang tahu,” katanya tertawa.

Pria ini lalu membeberkan bahwa dirinya sudah menebang tiga batang bunga dan memindahkannya ke tepi jalan. Hanya sedikit masyarakat yang ingin tahu dan mengagumi bunga, selebihnya malah mencincang-cincang bunga malang itu.

“Semalam ku tanam lagi, tapi dirusak lagi, tak tau siapa yang buat,” ucapnya dengan mimik bersalah.

Bersama anak laki-lakinya, Aritonang mengajak kami ke lokasi bunga diambil. Katanya, masih ada beberapa batang lain yang sedang dan akan mekar. Letaknya di perbukitan, tak sampai 100 meter dari jalan, kami mendapati bunga yang tingginya sekitar satu meter dan belum sempurna mekarnya tumbuh di kemiringan 70 derajat tanah humus dan bebatuan.

Kelopak merah keunguan dengan bonggol berwarna krim menyatu diatas batang yang kokoh. Cantik! S

ecara geografis, selain berada di pesisir pantai, Tapteng juga berada di wilayah perbukitan dan hutan hujan Sumatera. Sebagian kawasan malah masuk ke dalam kawasan hutan lindung Batangtoru. Ini adalah habitat yang subur untuk bunga dari Famili Araceae (talas-talasan).

"Tiga bunga yang kemarin tingginya hampir dua meter. Ini paling kecil..." ucap dia.

Sepanjang bekerja di kawasan tumbuh bunga, lanjutnya, baru pertama kali melihat bunga raksasa itu. Makanya Aritonang menggeleng sewaktu diberitahu bahwa bunga tersebut langka dan dilindungi.

Di sekitar tumbuhnya bunga, rumput-rumputnya sudah dibersihkan sehingga terlihat jelas puluhan batang bakal bunga dalam fase vegetatif (aseksual). Tak jauh dari situ, juga didapati bunga yang masuk fase generatif (seksual), mekarnya sudah selesai dan mulai layu.

Selama fase vegetatif, di atas umbi akan muncul batang tunggal dan daun yang secara keseluruhan dan sekilas mirip pohon pepaya.

Beberapa waktu lalu, bunga yang sama juga pernah mekar di ladang milik Mahmud, warga Kelurahan Sibabangun, Kecamatan Sibabangun, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng). Penuturan Mahmud, bunga ini pertama kali mekar di ladangnya pada 2012 lalu.

Petugas Resort Pelabuhan Laut Sibolga dan Bandara Pinangsori yang mendapat informasi soal bunga ini dari bidang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah II Pematangsiantar langsung turun ke lokasi melakukan pengecekan. Hutagalung, begitu dia biasa dipanggil, menyayangkan aksi pemindahan dan pengrusakan yang terjadi.

“Banyak tumbuh di sini, janganlah dirusak lagi kalau menemukannya," ujarnya.

Disinggung peranan instansinya dalam melindungi bunga yang mengeluarkan bau busuk untuk mengundang datangnya serangga ini, Hutagalung bilang, tidak punya tupoksi untuk merekomendasikannya karena berada dalam kewenangan Pemkab Tapanuli Tengah.

“Kami gak bisa sembarangan masuk, Pemkab yang merekomendasikan,” kelit Hutagalung.

Dia kemudian menyarankan Aritonang agar tak melakukan pengrusakan jika bunga kembali mekar. Disarankannya, kalau alasan Aritonang memindahkan bunga ke tepi jalan untuk mencari uang, harusnya memasang plang dan mematok parkir secara sukarela.

“Daripada dirusak, lebih bagus dipasang plang. Kalau ada yang mau melihat, buat parkir dan kutip secara sukarela,” katanya.

Hotma Uli Sianturi selaku Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara yang dikonfirmasi membenarkan soal penemuan dan mekarnya bunga bangkai di Desa Tapiannauli, Kecamatan Tapiannauli, Tapteng.

Hotma menyebutkan, bunga tumbuh di kebun masyarakat yang berbatasan dengan hutan lindung.

"Mekarnya sempurna. Melihat ciri-cirinya, bunga ini dari jenis Amorphopallus Titanum. Tingginya sekitar 200 sentimeter dan diameternya 80-an sentimeter. Kita juga menemukan keadaan yang masih kuncup," katanya.

Berdasarkan informasi dari masyarakat yang diterima pihaknya bahwa di daerah tersebut banyak ditemukan bunga bangkai, Hotma memastikan, areal itu adalah habitat bunga bangkai.

Amorphopallus Titanum menurutnya merupakan flora endemik Pulau Sumatera yang dikenal sebagai tumbuhan dengan bunga (majemuk) terbesar di dunia, meskipun catatan menyebutkan bahwa kerabatnya, A Gigas (juga endemik dari Sumatera) dapat menghasilkan bunga setinggi 5 meter.

"Populasi bunga bangkai liar semakin berkurang karena habitat alaminya banyak mengalami alihfungsi menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman," sebut Hotma.

Dia berharap, semua instansi berwenang dan penggiat lingkungan mempertahankan dan melindungi flora unik ini di habitat alaminya.

Upaya untuk mengenalkan berbagai macam spesies bunga bangkai pada masyarakat Indonesia, khususnya di Sumatera juga sangat penting. Pengenalan ini diharapkan mampu mendukung pembudidayaan tanaman ini sehingga akan tetap bertahan dari kepunahan.

"Kita sosialisasi ke masyarakat dan kades setempat bahwa bunga ini dilindungi, jangan dirusak, biarkan sampai layu dengan sendirinya. Untuk bunga yang banyak tumpuh di APL atau kebun masyarakat, kita hanya sebatas penyadartahuan saja," pungkasnya.

Yuzammi, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) khusus bunga bangkai di Pusat Konservasi Kebun Raya Bogor kepada KompasTravel beberapa waktu lalu mengatakan, Amorphophallus banyak jenisnya.

Di Indonesia, jenis yang paling terkenal adalah Amorphophallus Titanum, Amorphophallus Gigas, Amorphophallus Moeleri, dan Amorphophallus Variabilis.

Bunga Bangkai adalah bunga raksasa yang memiliki tonggol (spadix), atau bagian menjulang tinggi ke atas. Bagian pelindungnya yang mekar disebut braktea.

Meski sama-sama mengeluarkan bau bangkai, Bunga Raflesia adalah parasit yang hanya bisa hidup bergantung dari pohon inangnya. Sementara Bunga Bangkai memiliki umbi, batang, hingga akar sehingga bisa mencari makan sendiri.

"Amorphophallus tumbuh lewat biji bunga dan umbi. Bau busuk yang dikeluarkan berfungsi menarik kumbang dan lalat penyerbuk bunga. Masa mekarnya sekitar seminggu, setelah itu layu dan kembali mengulangi siklus hidupnya. Sebagian besar bunga adalah spesies endemik yang dapat dibudidayakan," kata Yuzammi.

Bunga ini umumnya tumbuh di dataran rendah beriklim tropis dan subtropis mulai dari Afrika Barat sampai Kepulauan Pasifik, termasuk Indonesia. Populasinya semakin hilang karen habitatnya terus dibantai menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman.

"Penyebab lain, masyarakat merasa terancam dengan bau busuk bunga ini, lalu memotongnya," ucap dia.

Save Bunga Bangkai

Koordinator Pantai Barat dari KPHSU, Damai Mendrofa, melakukan aksi kecil untuk menyelamatkan Bunga Bangkai dengan memasang spanduk di tanah milik Aritonang.

Harapannya, warga yang melintas tergugah kesadarannya untuk melestarikan bunga unik dan langka itu. Pemasangan spanduk juga bagian dari sosialisasi agar tidak ada lagi pengrusakan.

"Sekarang, semua yang lewat tempat itu jadi tahu bahwa bukit tersebut habitat Bunga Bangkai. Kami lakukan ini karena kami melihat sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam hal ini BKSDA tidak sampai. Bagi kami, sosialisasi tanpa pengawasan dan sanksi adalah omong kosong," kata Damai.

Harusnya setelah mendapat informasi keberadaan bunga bangkai, BBKSDA segera mensterilkan lokasi supaya tak dimasuki dan dijamah tangan jahil. Misalnya dengan memasang tanda pemberitahuan meski bunga tidak berada di wilayah kerja mereka.

Inisiatif ini malah dilakukan Ikatan Wartawan Online (IWO) Sibolga-Tapteng dan KPHSU.

"Kerja BKSDA apa? Mereka juga tidak ada upaya yang membuat masyarakat tertarik untuk menjaga dan merawat bunga karena dinilai tidak punya nilai ekonomis. BKSDA harusnya menjadi kawasan ini ekowisata. Ada keuntungan untuk masyarakat sekitar, lingkungan, hutan dan ekosistemnya," beber pria berambut gondrong itu.

"Janganlah jargon lestari dan konservasi hanya mimpi. Implementasikan, buktikan dengan kerja nyata. Keberadaan bunga ini bisa menjadi indikator bahwa hutan masih ada karena tumbuh tak jauh-jauh dari kawasan. Jadi melindunginya berarti menyelamatkan hutan. Selamatkanlah hutan meski terlambat," tegas Damai.

https://travel.kompas.com/read/2018/06/19/082500227/bunga-bangkai-si-cantik-yang-terus-dibantai

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke