Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tradisi Flores, Menabur Jagung di Limbu Mbupu Lea dan Amu

Benih jagung yang ditaburkan bukanlah benih jagung yang kasar melainkan benih jagung yang sudah dihaluskan.

Ahli waris yang memiliki kekuasaan penuh dalam melaksanakan tradisi kebhu dari Suku Lowa hanya dari keturunan anak sulung di dalam lingkungan suku Lowa tersebut.

Tradisi Kebhu tidak bisa dilaksanakan oleh keturunan yang berpangkat adik dalam keturunan Suku Lowa yang hidup dan tinggal di Kampung Muting, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. Ini sangat unik dan mistis.

Menabur jagung halus di sudut Limbu (kolam) Mpubu Lea dan Amu untuk menandakan bahwa tradisi Kebhu yang diwariskan leluhur Suku Lowa siap masuk ke kolam secara massal untuk menangkap ikan dan biota lainnya.

Ini sebagai tanda aba-aba agar ratusan orang yang memadati pinggir kolam itu dengan berbagai peralatan alat tangkap tradisional siap masuk ke kolam untuk menangkap ikan dan biota lainnya yang dijaga selama lima tahun.

Namun, warisan leluhur itu tidak terpengaruh dengan perkembangan zaman dengan peralatan canggih. Bahkan, Ndala adat (jala) itu terbuat dari benang bukan dari tali nilon atau tali plastik. Ini merupakan warisan leluhur yang ramah dengan lingkungan saat dilaksanakan ritual Kebhu dalam sekali lima tahun.

Saat ahli waris menabur jagung halus, mereka mengucapkan kalimat dalam bahasa Rongga yang diwariskan leluhur Suku Lowa kepada anak pertama secara turun temurun.

Mereka mengucapkan bahasa adat, “rengo ika lere liang, oro lau mbahu oro lau”. Artinya: ikan dan berbagai biota di muara itu agar keluar dari persembunyian.

Bahasa adat yang diucapkan itu meminta restu alam semesta, Sang Pencipta alam semesta dan leluhur agar ikan dan biota lainnya di kolam banyak dan mudah ditangkap oleh ratusan warga dari berbagai golongan, agama dan suku yang diundang untuk sama-sama melaksanakan ritual Kebhu.

Ini sangat langka terjadi di dunia ini. Namun, anggota Suku Lowa sangat taat dengan warisan lisan ini secara turun temurun. Apabila ada anggota keluarga Suku Lowa yang melanggar warisan ini maka akan ada bahaya yang menimpa anggota keluarga.

Mpubu Lea dan Amu, Sang Penjaga Limbu di Nangarawa

Kisah lisan yang terus diwariskan dalam Suku Lowa, leluhur mereka dengan sebutan Mpubu Lea dan Amu (suami istri) merupakan sang penjaga Limbu yang mistis. Akhirnya Limbu (kolam) itu dinamakan Limbu Mpubu Lea dan Amu.

Limbu Lea dan Amu merupakan sebuah muara yang tidak tembus ke laut di pesisir selatan dari Manggarai Timur.

Mama Karolina Ojo (90), istri dari almarhum Salesius Ngesa, dan Mama dari Donatus Jimung kepada Kompas.com di Zao Merjhe Suku Lowa, Minggu (28/10/2018) mengisahkan bahwa ahli waris menerima kisah lisan secara turun temurun tentang ritual Kebhu dengan menabur jagung halus di pinggir Limbu (kolam).

Konon dikisahkan bahwa sesungguhnya memakai jagung untuk menabur di kolam itu karena hidup ribuan ayam yang berubah menjadi ikan di kolam tersebut. Kisah mistis di balik peristiwa itu yang hanya diketahui oleh Mpubu Lea dan Amu sesuai petunjuk leluhur Suku Lowa di kawasan Nangarawa.

Semua bahan disiapkan termasuk masak ketupat jagung berjumlah empat buah. Bahan-bahan itu disimpan dalam Neol (keranjang tradisional) yang digendong oleh seorang perempuan yang sudah ditunjuk dalam ritual adat di Zao Merjhe Suku Lowa. Jadi dalam keranjang adat berisi jagung halus, ketupat jagung, Ndala (jala), ayam warna merah, sirih, kapur sirih dan pinang.

“Semua kisah ini dituturkan secara turun temurun kepada keturunan Suku Lowa di Kampung Munting, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. Jika ada anggota keluarga yang melanggar warisan ini dalam ritual Kebhu maka akan mendapatkan bahaya dalam keluarga. Jadi semua anggota keturunan Suku Lowa harus taat dengan warisan leluhur Suku Lowa,” jelasnya.

Ritual Adat di Watu Nurung Ponange

Mama Ojo menjelaskan, rituat adat pertama dilakukan Zao Merhje (mbaru gendang) di Suku Lowa. Selanjutnya di Watu Nurung (batu sesajian berbentuk bulat) di bawah Ponange (pohon asam) yang tak jauh dari bibir pantai Nangarawa.

Semua kisah itu disaksikan langsung oleh Kompas.com bersama Ino Sengkang dan Stefanus Selasa bersama ratusan warga dari tujuh desa tetangga yang mengikuti ritual Kebhu, Minggu (28/10/2018).

Semua orang yang hadir dalam ritual Kebhu itu memadati Ponange untuk mengikuti ritual memberikan sesajian kepada leluhur, alam semesta dan Sang Pencipta Kehidupan di dunia ini. Ritual sangat terasa dengan penuh mistis.

Mama Ojo mengisahkan, ritual adat itu harus dilaksanakan di tempat itu karena sudah ditentukan oleh leluhur Suku Lowa.

Sebagaimana disaksikan oleh Ino Sengkang dan Stefanus Selasa bersama dengan Kompas.com, Minggu (28/10/2018), semua bahan dikeluarkan dari Neol (keranjang) yang dibawa seorang perempuan keturunan Suku Lowa yang sudah ditentukan.

Sirih, kapur sirih, pinang, ketupat jagung, ayam dan jagung halus dikeluarkan dan ditempatkan di sekitar Watu Nurung tersebut.

Tak lama sesudah itu, tetua adat Suku Lowa yang sudah dipercayakan menyampaikan tutur adat untuk meminta restu leluhur dalam alam semesta dan Sang Pencipta agar merestui ritual Kebhu tersebut di tahun ini.

“Darah ayam diteteskan di Watu Nurung (batu sesajian) bersama dengan jagung halus untuk dipersembahkan kepada leluhur sebagai penjaga Limbu Mpubu Lea dan Amu, alam semesta dan Sang Pencipta agar saat melaksanakan ritual Kebhu di muara itu bisa menangkap ikan dan biota lainnya oleh ratusan warga yang masuk di dalam kolam tersebut,” jelasnya.

Keturunan Langsung dari Lowa Ngurumoma

Donatus Jimung bersama Mamanya dan Keluarga Suku Lowa lainnya menuturkan, kisah yang diwariskan oleh orangtua dan leluhur Suku Lowa di Kampung Munting bahwa Suku Lowa yang berada di kampung itu merupakan keturunan langsung dari leluhur pertama mereka yang dikenal nama Ngurumoma.

Dikisahkan bahwa Ngurumoma merupakan manusia raksasa di suku tersebut. Ngurumoma dikenal dengan pagat lima jua atau manusia raksasa yang memiliki lebar pinggang tujuh jengkal.

Mama Edeltrudis Anggo kepada Kompas.com di pinggir Limbu Mpubu Lea dan Amu mengisahkan, beberapa tahun lalu saat ritual Kebhu dilaksanakan di Limbu Mpubu Lea dan Amu, ratusan warga yang turun di kolam berhasil menangkap ikan dan biota lainnya.

Ikan yang ada di kolam diantaranya Ikan Mbahu (bahasa rongga) atau Ikan Belana, Tangka Lere, Pipi tea, Kalamango atau kepiting besar, Elo (bahasa Rongga) atau belut, ana Mbo (bahasa Rongga) atau Ipun.

“Kami biasa menangkap ikan dan berbagai biota lainnya di kolam Mpubu Lea dan Amu saat ritual Kebhu dilangsungkan. Ritual ini hanya dilaksanakan setengah hari yang diatur oleh ahli waris Suku Lowa,” kata Mama Edeltrudis Anggo.

Ibu Hamil Dilarang Masuk Kolam

Mama Edeltrudis Anggo menjelaskan, saat ritual Kebhu dilangsungkan, seorang ibu hamil dilarang masuk kolam. Apabila ada seorang ibu hamil masuk dalam kolam maka ratusan warga tidak mendapatkan ikan dan biota lainnya saat ritual itu dilangsungkan. Ikan dan biota lainnya kosong di kolam Mpubu Lea dan Amu. Masih banyak lagi aturan-aturan adat yang harus ditaati.

Merayakan Sumpah Pemuda di Limbu Mpubu Lea dan Amu

Ino Sengkang dan Stefanus Selasa bersama dengan ratusan pemuda dari tujuh desa di kawasan Selatan dari Kabupaten Manggarai Timur bersama dengan wartawan Kompas.com, sejumlah Pastor dan Frater Tahun Orientasi Pastoral dan siswa Seminari Pius XII Kisol merayakan Sumpah Pemuda di Limbu Mpubu Lea dan Amu.

Cara merayakan Sumpah Pemuda dengan mengamati dan melihat langsung ritual Kebhu yang ramah lingkungan dan penuh persaudaraan.

Pastor Edo Sateng, Pr kepada Kompas.com, Minggu (28/11/2018), mengatakan dirinya bersama siswa Seminari Pius XII Kisol serta sejumlah Frater TOP (tahun orientasi Pastoral) sebagai calon imam Katolik melihat dan menyaksikan langsung bagaimana ritual Kebhu dilaksanakan oleh Suku Lowa dan ratusan warga.

Ino Sengkang dan Stefanus Selasa mengungkapkan ritual Kebhu sangat mistis dan ramah dengan lingkungan. “Sungguh terasa mistis pelaksanaan Ritual Kebhu yang dilangsungkan oleh Suku Lowa di Manggarai Timur,” ungkapnya.

https://travel.kompas.com/read/2018/11/13/132900927/tradisi-flores-menabur-jagung-di-limbu-mbupu-lea-dan-amu-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke