Seiring berjalannya waktu, eksistensi roti gambang dinikmati oleh orang Betawi dan tetap di pagi hari. Roti gambang di Jakarta juga dikenal dengan roti ganjel rel di Semarang.
Baru-baru ini, roti gambang masuk dalam daftar 50 Roti Terbaik Dunia versi CNN.
Meski eksistensinya kini sudah berkurang, namun ada cerita-cerita menarik yang dapat membangkitkan kenangan roti hasil akulturasi dua budaya yaitu Belanda dan Indonesia ini.
Roti gambang mengalami masa kejayaan pada tahun 1980 hingga akhir 1990-an. Masa itu, roti gambang dicintai dari berbagai kalangan, mulai dari anak kecil hingga orang tua.
Salah satu yang memiliki kenangan akan roti gambang adalah Pade Rohana (35). Saat remaja, ia membeli roti gambang dengan harga Rp 2.000 per potongnya.
“Dulu era 90-an akhir, harganya Rp 2.000. Setiap aku lewat Tan Ek Tjoan aku akan beli di abangnya, yang di gerobak, biar abangnya bahagia ada yang beli,” kata Pade kepada Kompas.com, Jumat (18/10/2019).
Toko roti Tan Ek Tjoan dan Toko Roti Lauw merupakan dua toko roti yang melegenda di Jakarta. Dua toko roti yang berbeda tersebut dikenal karena menjual roti gambang dan roti-roti lainnya.
Pade ingat dulu roti gambang tidak dibungkus plastik untuk dibawa pulang, melainkan dibungkus dengan kertas.
“Alasan aku beli gambang yang terpenting adalah gambang itu murah dan mengenyangkan, maunya kan kita makan yang mengenyangkan sekaligus nikmat,” ceritanya.
Lain cerita dari Rismania (35), ia memiliki kenangan akan roti gambang karena ibunya yang suka memanggil dan membeli roti di pedagang roti gerobak untuk bekal sekolahnya.
“Tiap abis subuh, tukang roti gerobak berkeluaran, Emakku pasti memanggil dan membeli sebagai bekal anak-anaknya sekolah. Kadang ada Tan Ek Tjoan, kadang Lauw, kadang Guriyana, suka banget sama roti gambang semuanya, wangi gula merah dan kayumanis,” kenang Rismania.
Roti gambang juga melekat di hati orang Betawi, salah satunya Iwan Satri (60). Lelaki kelahiran tahun 1959 yang juga asli Betawi Kebon Kacang mengatakan, khasiat yang ia dapat setelah makan roti gambang adalah perut menjadi hangat.
“Perut jadi anget kalau makan itu roti, padanan paling mantep tuh pakai kopi pahit, dicowel susu juga enak,” kata Iwan yang sejak kecil tinggal di Kebon Kacang, Jakarta Pusat kepada Kompas.com, Jumat (18/10/2019).
Iwan juga mengetahui keberadaan pabrik Roti Lauw pada tahun 1960. Kenangnya, dulu pabrik Lauw itu berdiri di Kebon Kacang Gang 1.
Selain itu, kenang Iwan, dulu roti gambang bentuknya tidak sekecil sekarang. Dulu sedikit lebih besar. Harga roti gambang seingatnya dulu Rp 200 per potong, tahun 1983.
“Enakan yang dulu kalau rasanya mah, dulu warnanya juga hitam pekat, gak kayak sekarang, saya udah makan ini dari kecil, pas umur 8 tahun, dibeliin bapak dulu,” kenangnya.
Keluarga Betawi juga kerap membawa roti gambang ketika membesuk orang sakit. Menurut Budiharto yang asli Betawi Kemanggisan (58), dulu ketika ibunya sakit, selalu minta dibawakan roti gambang.
“Dulu itu pas Nyak sakit, pasti minta dibawain gambang, kalo kagak ntar gak dibolehin masuk, jadi emang udah tradisi orang Betawi kalau jenguk orang sakit dibawain roti gambang,” katanya.
Cerita akan roti gambang juga muncul dari generasi muda, salah satunya yaitu Zaldy (28).
Ia mengenang saat membeli roti gambang ketika kelas 3 SMP. Ia kerap membeli roti tersebut di warung kecil setiap pulang sekolah bersama empat temannya.
“Di situ tiap sore kami beli roti ginian, sama beli minuman, setahun tuh begitu terus, harganya kalau gak salah dulu Rp 500 tahun 2006,” kenang Zaldy.
Cerita menarik lainnya juga datang dari Roderick (33), ia bercerita bahwa ibunya suka sekali roti gambang, bahkan ibunya sampai mengetahui nama toko roti yang terkenal yaitu Tan Ek Tjoan.
Tiga puluh tahun kemudian, ibu Roderick sempat berpesan untuk mencari roti gambang tersebut karena kecintaan ibunya akan roti khas Jakarta.
“Gue kerja di Jakarta dan nyari Tan Ek Tjoan di Jakarta agak susah. Belakangan baru tau kadang gerobak Tan Ek Tjoan beredar di Cikini. Jadi gue selalu nyempetin nyari ini roti buat nyokap,” ujarnya.
Selain di Jakarta, roti gambang juga dikenal dengan nama roti ganjel rel di Semarang. Salah satu penikmat roti gambang dari anak muda adalah Redemptus Nagri (25).
Menurutnya, rasa dari roti ganjel rel itu manis, dan ketika masuk di mulut begitu terasa cokelat serta kayu manisnya.
“Terus kalau digigit itu harus agak bertenaga, soalnya rata-rata roti ganjel rel itu alot tapi ada juga yang agak keras, karena emang dasarnya teksturnya begitu. Terus paling enak, roti ganjel rel dimakan pas pagi atau sore hari sama teh hangat, nikmat lah pokoknya,” katanya.
https://travel.kompas.com/read/2019/10/21/100600527/kisah-tentang-roti-gambang-kenangan-menyantap-roti-terbaik-dunia